D U A ~ P U L U H ~ T U J U H

360 62 169
                                    

KETIKA Felicity membuka matanya, ia mendapati ada seseorang sedang berdiri mengawasinya di jendela kamarnya yang asing. Begitu pandangan mereka bertemu, orang itu terlihat gembira dan seketika berlari dari sana.

Orang itu Arion.

Sekujur tubuh Felicity terasa kaku dan sakit, namun ia memaksakan dirinya untuk bergerak. Entah kenapa, ketika ia terbangun dan mendapati dirinya di kamar yang asing ini, ia merasa hatinya begitu sakit dan terbelah. Dan pikiran pertama di kepalanya adalah Felicio, kakak kembarnya.

Pintu ruangan terbuka dan seorang dokter masuk bersama beberapa perawat. Arion, yang sepertinya memanggil mereka, tampak berdiri di belakang dokter dan perawat itu. Ia tersenyum kecil ketika dwinetra mereka lagi-lagi bertemu.

"Alhamdulillah, bangun juga kamu, Nak," Dokter itu melemparkan senyum manisnya pada Felicity, membuat perhatian gadis itu teralihkan. "Apakah ada keluhan yang kamu rasakan?"

Felicity menggeleng. "Ha-hanya kaku sedikit." Rasanya mulutnya kering sekali saat ia mengucapkan itu. "Saya boleh minta air?"

"Tentu saja. Ekspresimu kelihatan khawatir Nak, saya minta jangan terlalu risau, ya. Karena hal itu adalah hal yang wajar. Bayangkan saja, kamu sudah sepuluh hari lebih tidak sadarkan diri. Pelan-pelan luruskan seluruh tubuhmu, jangan terlalu terburu-buru, oke?" pesan dokter itu, membuat Felicity mengangguk. Ia membiarkan para perawat memeriksa selang infus yang menancap di tubuhnya, serta erban-perban yang Felicity sendiri baru tahu ternyata menempel di badannya. Kemudian mereka mengangguk dan berkata padanya bahwa ia bisa dipindahkan ke ruang inap biasa esok hari.

Seharusnya Felicity gembira, namun gadis itu malah merasakan perasaan negatif dalam dirinya. Entah kenapa, hatinya terus meminta untuk bertemu dengan Felicio. Rasanya hatinya begitu tidak enak dan resah. Namun, bibirnya kelu untuk memanggil kakak kembarnya itu.

"Saya boleh masuk?" Felicity bisa mendengar Arion berkata kepada para tenaga kesehatan yang memakai masker dan jubah hijau itu.

"Ya, asalkan pakai masker dan jubah. Dan hanya sepuluh menit saja, ya. Walaupun Felicity sepertinya sudah cukup kuat untuk dibesuk, tapi dia baru saja sadar," pesan dokter itu sambil memberi isyarat pada perawatnya untuk memberikan jubah dan masker untuk Arion. Arion mengiyakan, lalu memakai jubah dan masker itu. Setelah selesai, cowok itu memasuki ruangan Felicity. Felicity tersenyum kecil ketika melihatnya.

"Hai," sapa Felicity begitu Arion berdiri di samping tidurnya. "Ap-apa kabar?"

"Baik," jawab Arion pendek, "Gue lega lo udah bangun. Rasanya lama banget lo koma."

Felicity menatapnya dengan tatapan heran. "Emang berapa lama sih, gue nggak sadar?"

"Sebelas hari," jawab cowok itu. Sebelas hari paling stres dalam hidup gue. "Gue dan yang lain panik banget waktu mendapat informasi bahwa lo koma, tapi cukup lega juga pas tahu bahwa lo akan segera bangun pasca operasi. Tapi yang jadi masalah tuh, gue dan yang lain nggak nyangka kalau bakal selama ini lo koma. Yah sudahlah, yang penting lo udah bangun."

Felicity tersenyum kecil. "Makasih udah nungguin gue."

Beberapa saat keduanya terdiam. Arion tak kuasa untuk berbicara lebih lanjut, sementara Felicity, yang masih dilanda oleh rasa takut dan khawatir, ingin menanyakan soal Felicio pada Arion. Bukannya tidak bersyukur karena ada yang menungguinya sih, tapi Felicity juga berharap melihat Felicio menunggunya di jendela itu.

"Gue..."

"Yon..."

Keduanya sama-sama terkejut, lalu terkekeh bersama. "You first," Felicity mempersilahkan Arion, membuat cowok itu mengangguk.

Décembre ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang