E M P A T

800 229 101
                                    

"MUNGKIN karena kebetulan aja."

"Nggak mungkin, Bang Cio! Dia doang yang sadar kalau aku ini 'mirip' sama Rebecca Alessiya! Felicity aja nggak nyadar!"

Felicio mengerutkan keningnya. Otaknya berusaha mencerna semua yang Echa jelaskan dalam durasi waktu hanya beberapa detik. Sepertinya matahari terbit di selatan hari ini, karena baru satu menit bel istirahat berbunyi, Echa sudah berdiri di depan ke kelasnya dengan wajah sepucat hantu. Keningnya yang tampak putih mengkilat menunjukkan bahwa gadis itu sudah berkeringat dingin untuk jangka waktu yang lama. Yang membuat Felicio heran adalah karena biasanya boro-boro Echa mau pergi ke kelas XII-IPA-3, mau naik ke lantai daerah kelas dua belas saja Echa sudah gugup setengah mati. Setiap hari, bila ingin makan bareng, maka Felicio-lah yang harus menjemputnya ke kelas XI-IPA-1. Ini dikarenakan Echa tidak berani bertemu dengan Reynold bila sendirian. Takut pingsan, katanya. Untungnya, Reynold tidak terlihat.

"Kita jangan bicara di sini, deh," Felicio menarik tangan Echa. "Kita ke perpus aja. Biasanya jam segini nggak ramai."

Echa mengangguk. Jika dalam kondisi normal, pasti mata gadis itu sudah berkeliaran mencari Reynold. Tapi, saat itu, untuk pertama kalinya, wajah Reynold bahkan tidak terlintas di kepalanya. Seusai mendapat surat kecil dari Alice itu, ia merasa gemetaran sepanjang pelajaran. Sudah satu tahun lebih ia bersekolah di SMA Pemhara, tapi baru kali ini ia mendapatkan kata-kata tajam dari Bu Gilda yang begitu heran melihatnya tidak begitu konsentrasi hari ini. Sewaktu bel berbunyi ia langsung lari ke kelas XII-IPA-3 seperti orang kesetanan, tanpa memedulikan seruan Hellena yang mengajaknya makan di kantin.

Felicio dan Echa berjalan beriringan ke perpustakaan. Selama dalam perjalanan keduanya tidak berbicara sedikitpun. Echa terlalu takut untuk berbicara, sementara Felicio yang paham akan kondisi gadis itu, memutuskan untuk diam saja dan membiarkan Echa menenangkan dirinya sendiri.

Sesampainya di perpustakaan dan duduk di pojokkan yang paling tidak terlihat, barulah Echa mau berbicara. Dikeluarkannya surat dari saku seragamnya, lalu ia menunjukkannya pada Felicio sambil tertawa sumbang. "Ini surat cinta dari anak baru itu."

Felicio membacanya dengan teliti. Matanya tampak bergerak-gerak mengikuti panjangnya tulisan. Setelah beberapa saat, dikembalikannya surat tersebut. "Kata-kata gue masih sama. Sekali lagi, menurut gue semua itu hanya kebetulan," ujarnya. "Lo tau, memang seharusnya nggak bisa dipungkiri kalo ada yang mikir gitu. I mean, secara Vanessa Justicia kan memang orang yang sama dengan Rebecca Alessiya. Nggak heran kalau ada yang mikir kalian mirip."

Echa diam.

"Gini, Cha, nggak usah kebanyakan mikir aneh-aneh," jelas Felicio, berusaha realistis agar Echa tidak ketakutan seperti itu. "Banyak orang yang selalu di kira kayak artis A, B, C. Itu lumrah. Dan kalau lo di bilang mirip Rebecca Alessiya, well, sekali lagi, itu sangat wajar. Karena ya memang sudah pasti mirip. Justru, kalau diomongin begitu, lo harus bersikap sangat normal. Enggak bisa lo pucat kayak gini, lari-lari ke gue apalagi menghindar dari teman-teman lo. Kalau sikap lo begini, yang ada mereka malah curiga."

Echa masih diam. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Memang, benar seperti yang Felicio katakan, mungkin seharusnya ia tidak berlari seperti itu.

Tapi, ia takut! Ia takut ada yang menyadari bahwa ia dan Rebecca Alessiya adalah orang yang sama. Jika Alice saja sadar, jangan-jangan mungkin ada yang sadar? Aduh, harusnya aku nggak segegabah itu mau jadi pengganti di pensi SMA Pemhara!

"Aku takut kalau Alice itu... you know what."

"Echa, itu nggak mungkin."

"Mungkin aja!" Tanpa sadar Echa membentak Felicio. Hal yang biasanya tak pernah ia lakukan. "Mungkin aja, tau nggak! Apa kamu nggak pikir semuanya itu aneh—datang-datang dia langsung memilih duduk di sebelahku, lalu dia berkata aku mirip Rebecca Alessiya—apa itu nggak aneh, menurut kamu?!" Kedua mata Echa mulai tergenang air mata. "Aku mesti gimana? Aku pengen menghilang tapi nggak bisa..." racaunya ketakutan.

Décembre ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang