D E L A P A N ~ B E L A S

406 162 285
                                    

⚠️ A/N : Spoiler dikit: Aku bakal menghibur kalian sedikit karena aku tahu tiga chapter kemarin berat banget🤣😭😜💗

Happy reading😚📖 Jangan lupa jebolkan notifikasi akunku dengan vote dan comment kalian ❤️

🎭🦋

Oktober 2018, masa sekarang.

Sementara itu, di saat Alvaro menceritakan masa lalunya pada Astrid dan Rey, Felicio sibuk mengejar Echa yang lari begitu saja setelah pengakuan Felicity tadi. Sebenarnya cowok itu tahu, Echa tidak ingin dilihat oleh siapapun ketika menangis. Akan tetapi, Felicio berbeda dengan teman Echa yang lain. Bukan bermaksud untuk memaksa Echa bercerita atau bagaimana, namun apapun yang Echa rasakan, Felicio ingin gadis itu membagi perasaan itu dengannya. Dilihatnya bahwa kini mereka sudah sampai di taman rumah sakit. Ya ampun, mau lari sampai kemana sih dia? Tanpa berlama-lama lagi, akhirnya dipercepat langkahnya, lalu diraihnya tangan putih gadis itu, yang membuat Echa akhirnya menghentikan langkahnya.

"Apa?" tanya Echa parau, sama sekali tidak menoleh ke belakang.

Felicio menggenggam lembut tangan itu. "Say something ke gue, please?" pintanya. Meski Echa hanya bergeming sambil membelakanginya, Felicio bisa melihat bahu mungil gadis itu gemetar, menandakan pertahanannya melemah.

Echa mengibaskan sebelah tangannya yang tidak dipegang oleh Felicio. "Aku nggak punya sesuatu untuk kubicarakan." Sekali lagi, semua ini ia ucapkan tanpa menoleh ke arah Felicio.

"Echa..." Felicio memasang raut wajah tidak enak, "Sorry. Maafin Felicity, ya. Gue janji, habis ini gue bakal bicara sama dia soal ini."

Echa menggeleng saat mendengar itu. "Itu bukan salah dia, oke? Aku mohon dengan sangat agar kamu jangan marah sama dia. Kamu harusnya marah padaku. Coba kamu pikir, Bang Cio. Kak Felicity itu sebenarnya sama aja kayak aku, dia cuma adik yang berusaha melindungi kakaknya. Aku menyeretmu karena aku tidak mau melibatkan Bang Varo, bener kan?" Echa menyentakkan tangannya dari pegangan tangan Felicio. "Maafin aku, Bang Cio. Ini semua salahku. Gara-gara aku, hubungan kamu sama dia jadi nggak enak begini. Aku sama sekali tidak bermaksud, tapi aku—" Echa tersedak ketika merasakan kedua tangan Felicio kini melingkari pinggang dan perutnya yang mungil.

"Shut up," bisik Felicio lembut. Ditumpukan kepalanya di bahu Echa dengan pelan, membuat hembusan nafasnya menghangatkan tengkuk Echa. "Lo, nggak pernah sekalipun yang namanya melempar gue ke jurang bahaya. Dan, lo nggak pernah merusak hubungan gue sama Felicity. Gue-lah yang memutuskan semua ini, gue-lah orang yang merusak hubungan gue sendiri dengan dia. Ini semua karena gue kurang bijaksana. Lo denger itu nggak, Vanessa Justicia?"

Echa tersenyum sedih. Setetes air mata lolos dari matanya, menunjukkan penyesalan dan rasa frustasi hatinya sudah begitu parah. "Felicio... aku..."

"Jangan suruh gue berhenti," potong Felicio sambil mengeratkan pelukannya, "Please. Gue cinta sama lo dan ini memang pilihan gue buat membantu lo. Bawa gue, Cha. Bawa gue menyelesaikan masalah lo. Seberapapun bahayanya. Gue Mr. Ius, ingat? Mr. Ius akan selalu berada di samping Rebecca Alessiya-nya. Apalah arti Mr. Ius tanpa Rebecca Alessiya sih, Cha? Just take me wherever your want."

Echa membalikkan tubuhnya. Matanya yang berair menatap Felicio penuh haru, ujung bibirnya terangkat untuk melukiskan seulas senyuman cantik. Kedua tangannya kini terangkat, lalu merangkum wajah Felicio dengan perasaan terharu yang membuncah. "Terima kasih," jawab Echa dengan penuh sayang, "Tapi tolong, ingatlah perasaan Felicity.  Kamu boleh membantuku, tapi bukan artinya kamu harus ikut membahayakan dirimu sendiri, kan?"

Décembre ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang