12• Br(ok)en

317 22 4
                                    

Author Point of Views

"Than, gue gak mau, udah capek, lo kira enak gitu digantungin tapi tetep nunggu, udah gue kasih kesempatan berkali-kali tapi gaada perubahan, gue bukannya ngarepin balesan cinta atau pengen pacaran, lo terbang-in gue, lo yang bikin gue berharap lebih, lo yang jatohin gue tanpa nangkep gue, gak usah pura-pura ngasih hati kalo nyatanya lo gak punya hati." Jelas Wyne panjang lebar lalu menutup sambungan telpon secara sepihak. Perasaannya campur aduk, antara sedih, lega, marah, kecewa. Wyne yang baru pulang kuliah pun, merebahkan tubuhnya di tempat tidur, matanya menatap langit-langit kamarnya. Matanya mulai berkaca-kaca, dan perlahan-lahan mulai mengeluarkan air mata.

"Kenapa sih, setiap gue suka sama orang pasti selalu gue yang sakit hati, gue yang terlihat terlalu berharap, gue yang mencintai terlalu dalam, gue yang mengalah." Wyne berbicara kepada dirinya sendiri.

Ting tong.

Suara bel kondominium-nya sepertinya, Wyne mengusap air matanya. Ia pun melangkah malas ke arah pintu lalu membuka pintunya. Terlihat seorang laki-laki mengambangkan tangannya di udara berniat untuk mengetuk pintu lagi. Wyne yang was-was pun langsung menutup pintu melihat sosok laki-laki tadi tapi dengan cepat laki-laki itu menyangkal pintu dengan salah satu kakinya. Wyne langsung memaksa menutupnya walaupun tau kalau kaki sosok tadi masih di sela pintunya.

"AW! AW! AW! STOP! Gue gak mau ngerampok elo kali." Teriak laki-laki tadi. Wyne menghentikan gerakannya dan membuka pintu.

"Gue kira lo rampok." Respon Wyne singkat.

"Gue cuman mau nanya bentar, kenapa lo ada di kamar gue?" Tanyanya dengan datar.

"EH JELAS-JELAS INI-" Baru Wyne ingin protes tetapi laki-laki tadi langsung menunjuk nomor kamarnya yang membuat Wyne terdiam. Ia baru ingat, mungkin saking pusingnya, Wyne melihat angka 31 menjadi 37.

"So? Keluar dari kamar gue sekarang." Perintah laki-laki tadi sambil menarik baju Wyne seakan-akan jijik dengannya. Lalu ia menutup pintunya, meninggalkan Wyne yang masih terdiam, berpikir betapa bodohnya ia. Tak lama, laki-laki itu keluar lagi dan setengah melempar barang-barang Wyne ke arahnya yang langsung ditangkap Wyne.

Wyne melihat ke arah barang-barangnya lalu menatap wajah laki-laki tadi, "Makasih, bro." Sambil berlagak salam pramuka (tangan hormat lalu dilayangkan kedepan)

Tanpa mengucap apa-apa laki-laki itu menutup pintu.

Wyne melangkah menuju kondominiumnya yang asli, lalu bergumam, "Oke, sekarang gue berasa lagi diusir dari rumah."

❌❌❌

Ketika Wyne menuju kamarnya, barulah ia menyadari kalau inilah kamarnya yang sesungguhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika Wyne menuju kamarnya, barulah ia menyadari kalau inilah kamarnya yang sesungguhnya.

"Kok gue bisa gak nyadar ya? Padahal kamar gue ama dia aja beda." Gumam Wyne lagi sambil tampak berpikir.

Ting tong

Suara bel lagi. Wyne melangkah ke pintu dan membukanya. Wyne terkejut, di depannya kini adalah sahabatnya.

Eisha nyelonong masuk ke dalam kondominium Wyne, "Well, hellooooo! In, gue disuruh penelitian nih nah pas banget ditempatinnya di sini, jadi gue tinggal ama elo ya bentar?"

"Gitu, yaudah elah gapapa, nemenin gue itung-itung." Balas Wyne sambil menutup pintunya dan terdengar bahwa pintu telah terkunci kembali.

Eisha menaruh barang-barangnya disamping sofa milik Wyne, lalu melangkah untuk membuka pintu, "Yaudah gue mau nyari makanan dulu ya, pasti lo gak punya makanan."

"Sekalian beliin buat gue." Sahut Wyne lalu duduk di sofa dan menyalakan televisi.

"Okie dokie."

Ting tong

Wyne menatap ke arah pintu kondominiumnya, "Baru aja gue duduk." Dengan kesal Wyne berjalan kembali ke pintu.

"Kenapa lo bali-" Wyne menghentikan omongannya ketika melihat siapa yang membunyikan belnya.

"Lo! Lo rampok kan? Masa lo bisa tau nomor kamar gue, terus setelah gue pikir, kalo lo adalah pemilik kamar itu kenapa lo bunyiin bel?" Jelasnya panjang lebar.

"Heh, gue nanya pusat informasi kali, terus juga lo ninggalin KTP lo dan key card gue ada di samping tv, ketinggalan, oke, sekarang pertanyaannya gue balik, kok lo bisa masuk ke kamar gue?" Sahut laki-laki pemilik kamar bernomor 31 tadi.

Wyne menghela napas, "Setelah mengingat kembali, tadi gue nyoba pake key card gue gak bisa, jadi gue ngiranya bermasalah, gue masukkin password aja yang ternyata bisa, berarti password lo ama gue sama."

Laki-laki itu menaruh KTP Wyne diatas telapak tangannya, "Nih KTP lo, dasar penyusup!" Sindirnya lalu melangkah pergi.

"Yeuh, dasar penguntit." Sindir Wyne balik lalu menutup pintunya.

❌❌❌

"Kok lo bisa salah kamar gitu, In?" Tanya Eisha, lalu menyendokkan makanan ke mulutnya.

Wyne tertawa tertahan, "Gak tau, gue gak sadar, soalnya gue stress gara-gara Athan."

Eisha menggelengkan kepala, "Ya ampun In, kalo jodoh bakal dateng sendiri, lah ini lo seakan-akan nyari jodoh sampe dapet, jalanin aja kali, kalo jomblo ya jomblo aja, udah cowok ke berapa ini yang datengin lo, terus lo respon berlebihan, dan elo yang sakit hati sendiri."

"Sedih banget pas tadi lo bilang 'kalo jomblo ya jomblo aja'. Gue tau kali yang udah direspon ama doinya kan beda." Wyne menunjuk Eisha menggunakan sendoknya.

Eisha tertawa malu,"Gak bermaksud, In."

"Baru kali ini gue sebel banget ama cowok." Celetuk Wyne yang telah selesai makan.

"Laki-laki tadi? Awas loh bisa jadi cinta, cinta dan benci itu dipisah bagai hanya satu garis benang tipis. Jangan terlalu benci banget." Saran Eisha seraya mengambil piring Wyne dan mencucinya di wastafel.

"Bantuin gue penelitian ya, In. Kan lo udah nyelesain tugas lo buat minggu ini, pasti lo ada waktu luang kan?" Bujuk Eisha yang telah selesai mencuci piring.

"Tau aja lo, gue bersedia kok." Jawab Wyne.

Eisha menatap Wyne lalu berlari kecil, dan memeluknya,"Terimakasiiiiiih, In."

"Sheren ditempatin penelitian dimana?" Tanya Wyne, melepas pelukan mereka.

"Dikampungnya, Sragen hahaha." Eisha menjawab lalu tertawa, mengingat logat khas sragen Sheren ketika berbicara inggris.

Wyne tertawa juga, "Cocok." Lalu mengacungkan jempolnya.

◾◾◾◾◾◾◾◾◾◾◾◾◾◾

A/N

Maaf ya, part ini juga sedikit, cuman 908 words, stuck di cerita Wyne nih. Terimakasih yang masih setia membaca.

Le-tititaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang