Chapter 10 : The No Boundaries

19.7K 2.7K 140
                                    

Thanks for waiting, jangan lupa vote sama commentnya ya :)
Mall yang di maksud ada di mulmed sama di bawah, check it out. Oh iya, lagu untuk chapter ini Yes I'm Changing by Tame Impala, thanks Agnes buat rekomedasi lagunya yang bikin dapat inspirasi :)

Enjoy
****

Alex menyuruhku menunggu, setelah dia bisa mengendalikan kepalanya yang berdenyut dan mengambil pakaian dari lemari hitam usang yang satu pintunya lepas-- di sudut ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Alex menyuruhku menunggu, setelah dia bisa mengendalikan kepalanya yang berdenyut dan mengambil pakaian dari lemari hitam usang yang satu pintunya lepas-- di sudut ruangan.

Aku menunduk malu, waktu dia bahkan tidak merasa perlu mencari tempat lain untuk berganti baju, dan langsung melepas t-shirt dan celananya dengan t-shirt lain, serta celana yang terlihat seperti pakaian militer. Rompi, juga sepatu boots hitam dengan tali tipis.

Alex tidak pernah melihat kearah ku, dan langsung keluar dari sini.

Aku menunduk memperhatikan telapak tanganku untuk membunuh waktu. Memandangi garis-garis tangan yang menghiasinya. Ibuku dulu sering memangku ku dan menceritakan makna garis tangan adalah garis takdir, destiny yang harus di jalani.

Ibu sangat percaya hal itu, kalau apa yang tertulis disana adalah hal yang harus ku jalani. Bahkan saat Ibu dinikahkan dengan Ayah yang berprawakan kejam, dan abusive, dia tetap tabah menjalani takdirnya.

Bisakah manusia melenceng dari garis tersebut? Kalau begitu berarti semua garis tangan manusia yang selamat setelah badai matahari ini memiliki garis yang sama?

Yang menjadi pertanyaanku selama menunggu Alex pergi ke kamar Jimmy adalah, apakah aku memang di takdirkan membunuh Alex? Apa tertulis disini?

"Mengesalkan sekali," gerutu seseorang.

Tiba-tiba pintu kamar kembali terbuka. Alex terlihat kesal dari ekspresinya, dan cara dia menutup pintu.

Dia mengambil duffle bag coklat dari dekat lemari dan menyandangnya sebelum berjalan ke arahku.

"Ayo berdiri." Dia menjulurkan tangan yang ku sambut begitu saja.

Tidak seperti biasanya saat Alex langsung menggendongku, kali ini dia berhenti sebentar dan memperhatikan kakiku yang tidak tertutup apapun. T-shirt yang dia berikan hanya mampu menutup hingga batas pertengahan paha, tanpa celana atau apapun.

"Kau butuh pakaian yang lebih banyak." Katanya. "Bisa merepotkan kalau sampai kau di tawar oleh survivor lain, Ayo kita tanya Annona."

Dia tidak menggendongku seperti biasa, tapi justru membiarkan aku berjalan sendiri dengan sedikit bantuannya. Alex melingkarkan tangannya di pinggangku, waktu aku juga mencari support dengan melingkarkan tangan di pundaknya.

Dengan posisi seperti itu kami berjalan ke luar gedung menuju halaman luas dengan penuh brikade dan boneka yang hancur karena terlalu lama jadi sasaran latihan tembak. Di sekeliling area di kelilingi oleh pagar kawat, dan kamera yang bergerak-gerak mengikuti pergerakan manusia di dekatnya.

Behind The Wall (Behind The Wall Trilogy #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang