Alexandru Theodore di perankan oleh Nico Mirallegro, thanks for makeandoffer for makes me crazy over this guy.
*Enjoy*
*********Kaki menjuntai dan kepala yang mengadah langsung ke atas langit yang gelap. Duduk di tepi atap bangunan, memandangi bulan yang kadang-kadang seperti terbakar; merah dan menyala setelah badai matahari setahun yang lalu. Tidak ada lagi yang sama setelah kejadian tak terduga itu.
Selain bulan yang tak lagi terlihat teduh bahkan di malam yang menjadi tempat pelarian terakhir untuk jiwa yang lelah diburu, perbedaan lain yang sangat mencolok adalah bangunan-bangunan yang dulu berdiri gagah, kini kusam dan hitam seperti hangus. Jalanan sepi dari mereka yang jantungnya masih berdetak. Seluruh tempat terlihat seperti kota mati di atas atap tempat Alex duduk. Tempat dimana dia bisa menjernihkan pikiran yang sudah jarang sekali merasa takut.
Merasa takut bukan berarti kau pengecut, tapi itu berarti kau punya kesadaran untuk melindungi dirimu dari sesuatu yang bukan tandingan untukmu. Walaupun di situasi seperti ini, perasaan itu sangat menguntungkan tapi Alex merasa sedikit tidak seperti manusia.
Perlahan, rambut coklatnya di tiup oleh angin, Alex menutup matanya. Kedua telapak tangan yang di bungkus sarung tangan kulit mencengkram erat pinggiran gedung tempat dia duduk.
Saat mata hitam itu kembali terbuka, dia merasa hampa. Rasanya kosong. Setiap kali dia sendiri, selalu terlintas perasaan itu dan kepalanya mulai berkelana memikirkan pertanyaan yang sama. Apa tujuanku hidup?
Alex tidak pernah menemukan jawabannya. Tidak pernah, bahkan dulu sebelum kiamat ini terjadi. Saat dunia masih menjadi tempat tinggal manusia yang aman, dan bukan makhluk berkaki dua yang berubah bringas hanya karena berebut beberapa kaleng roti kering.
Kalau saja saat ini ada kau disini Helena...
Saat perasaannya bercampur aduk seperti saat ini. Mendadak, pintu besi di belakangnya terdengar seperti di buka paksa dan menghantam dinding oleh seseorang.
"Oi, bocah atap! Johnny memanggilmu." serunya dari balik pintu dengan aksen latin yang masih kental.
Alex menolehkan kepalanya ke belakang, masih duduk di tepi atap dengan punggung bungkuk waktu dia melihat ke arah Carlos yang terlihat baik-baik saja walaupun sudah berlari melewati dua lantai. Napasnya tidak terlihat terusik sedikitpun.
"Johnny? ada hal penting?"
Carlos mengedikkan bahunya, terlihat sangat kokoh hasil ujian hidup yang di jalani mereka selama ini. "Yaaa..." dia menyeret kalimatnya, "Mengingat dia ingin bertemu kita semua di kamar Jimmy, kurasa memang hal yang penting."
Sebelah alis Alex terangkat naik, mulai tertarik dengan fakta kalau Johnny mengumpulkan mereka semua ke kamar Jimmy. Atau lebih pantas di sebut gua, mengingat betapa gelap dan berantakannya tempat itu. Jimmy tidak pernah suka orang-orang masuk ke kamarnya dan dekat-dekat dengan istri atau yang lebih di kenal dengan Komputer ET-360-MXX200 dan seluruh perangkatnya. Laki-laki itu benar-benar protective dengan miliknya. Tidak heran, karena cara dia mendapatkan benda itupun tidak mudah. Satu ginjal.
Ya dia menjual ginjalnya demi mesin itu. Bocah gila, semua orang pasti berpikir begitu.
Hanya dengan sekali manuver ringan, Alex sudah berdiri di kedua kakinya dan berjalan ke arah Carlos. Bersama mereka mulai menuruni tangga.
"Johnny menyebutkan sedikit petunjuk soal topik pertemuan ini?"
"Nope, dia cuma menyuruhku memanggil semua orang. Dan cepat datang ke kamar Jimmy."
Yup, absolutly important.
"Ini jarang sekali terjadi..."
Carlos terkekeh, "Maksudmu di kumpulkan Jhonny seperti ini atau masuk ke kamar Jimmy? yang manapun itu aku sudah menyiapkan ini..." Carlos menunjukkan Ponselnya yang sudah usang dan nyaris gosong di beberapa bagian, tapi masih bisa di gunakan untuk beberapa hal terutama merekam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Wall (Behind The Wall Trilogy #1)
Science FictionCover By @an-apocalypse Bayangkan, dengan keadaan survivor di luar dinding yang mulai kehilangan rasa kemanusiaannya. Dan sanggup membunuh hanya demi sebotol air, rasanya hampir mustahil untuk gadis 17 tahun yang tuli, lemah dan penakut sepertiku un...