Chapter 6 : The bad Guys

19K 2.8K 86
                                    

*Enjoy*

*****

Alex berjalan perlahan mendekat dengan langkah yang sudah di perhitungkan. Sedangkan aku terus berusaha beringsut walaupun punggungku sudah di hentikan oleh kepala ranjang.

"Kemarilah..."

Aku menggeleng, menatapnya horor dengan mataku yang kabur karena air mata. Tanpa aba-aba dia menarik kakiku yang tidak terluka, memaksaku beringsut mendekat.

Aku berteriak, tapi Alex tidak perduli.

Laki-laki itu mulai menarik satu-satunya yang melindungi tubuhku hingga terbuka, mengekspos seluruh tubuhku di depan matanya.

Jantungku nyaris berhenti detik itu juga.

Aku tau melawan adalah hal yang tidak berguna, karena bagaimanapun dengan atau tanpa kesediaanku, dia akan dapatkan jalan untuk mendapatkan kemauannya.

Tapi aku terkejut waktu dia kemudian memaksakan kaus yang dia buka tadi melewati kepalaku. Kaus itu cukup panjang hingga menutupi setengah pahaku.

Alex lalu menarik kakiku yang terluka, dan mengikatkan sabuk di tangannya di area sekitar pahaku. Dia mengikatnya sangat ketat, hingga darah kesulitan berjalan melewati kakiku.

"Ini akan sakit." bisiknya. Sebelum mengeluarkan pisau dari kantung belakangnya dan merobek kakiku dengan cepat bahkan saat aku masih belum sadar yang dia pegang tadi adalah pisau.

Ototku menegang menahan sakit  Aku berteriak lebih keras lagi. Suaraku sampai lenyap. Rasanya sakit sekali, hingga kepalaku berputar-putar dan mendadak semuanya menjadi gelap.

****
Aku tidak tau sudah sejak kapan tertidur, tapi saat terbangun tidak ada seorangpun lagi di ruangan ini bersamaku.

Kakiku sudah di balut perban bersih, dan di rawat dengan baik. Masih terasa sakit, tapi tidak sesakit saat dia merobek kulitku dengan pisau begitu saja.
Dia juga memberiku pakaian, walaupun hanya selembar kaos tipis, tapi setidaknya tidak sekotor selimut yang kulilitkan sepanjang hari.

Mataku mulai menyusuri sekeliling kamar ini. Kamar biasa yang hanya terdapat ranjang untuk satu orang merapat ke dinding, dan lemari pakaian yang salah satu pintunya sudah rusak dan terbuka.
Waktu aku masih memperhatikan, aku mulai teringat sesuatu.

Mataku membelalak waktu tanganku terangkat ke telingaku.

Tidak ada!

Pintu kamar di buka olehnya. Dia sudah memakai kaos lain berwarna putih, melihatku yang sekarang panik.

Dia berusaha mengatakan sesuatu. Bibirnya bergerak terlalu cepat sampai aku kesulitan membaca gerak bibirnya.

"Aku tidak bisa mendengarmu..."

Pria itu terdiam, dia merogoh kantung celananya dan memberikan Hearing-Aid milikku.

"Kau bisa mendengarku sekarang?"

Aku mengagguk.

"Kemarilah," tangannya melambai memanggilku.

Aku tidak tau apa harus menolak seperti tadi, atau mendengarkannya begitu saja. Walaupun sedikit terbukti kalau dia tidak melakukan hal yang kupikirkan, malah justru sebaliknya.

Dia mendesah lelah waktu aku tidak merespons.

"Dengar, ini akan lebih mudah kalau kau patuh padaku. Satu-satunya orang yang harus kau dengarkan sekarang adalah aku. Hidupmu di tanganku, jadi jangan buat ini sulit dan mendekatlah kemari." katanya serius. Dia mengatakannya seolah itulah kenyataan, bukan hal yang harus ku takuti.

Behind The Wall (Behind The Wall Trilogy #1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang