This chapter is full of three things.
1. With fight scene, (I'm sorry if it's not that good, I'm trying to make it less scary)
2. With Nico Mirallegro (This hottie is really perfect and he is Alex in this story)
3. With Typos. You can show me which one is that and I will thank you later.
Thanks for waiting, and I'm sorry.
enjoy
***
"Kau mau melihat dewa bertanding?" Tanyanya di telingaku, masih mengira aku tidak memakai hearing-aid.
Aku menoleh ke arah arena berjeruji, memerangkap dua pria besar dan memaksanya saling bertarung hingga salah satunya jatuh. Melaga mereka hingga tetes darah terakhir seperti nyawa tidak ada artinya lagi.
Alex pasti bisa melihat kekhawatiran di mata ku, karena itu dia terkekeh sebelum tersenyum remeh. "Jangan khawatir, aku tidak akan kalah. Aku tidak pernah kalah."
Kepercayaan dirinya yang kuat itu, tampaknya tidak menular padaku.
Alex mencoba berjalan pergi, tapi kutahan dengan meraih tangannya. Dia berhenti dan menoleh kearahku yang buru-buru menggeleng, dan memohon tanpa kata.
Jangan
"Kita tidak bisa keluar dari sini jika tidak menyenangkan hati tuan rumah. Kau tunggu disini, akan kucarikan jalan pergi."
"Aku... aku ikut."
"Kau lebih aman disini..."
Kepalaku menggeleng lagi, aku yakin saat ini tingkahku sudah mulai menjengkelkan. Aku tidak mau membuatnya marah. Tapi aku lebih tidak mau lagi ditinggal sendiri sementara dia dilaga seperti hewan.
Alex menatapku lama, sebelum berdecak kesal. "Baiklah, kau ikut. Tapi ingat, perhatikan perkataanku. Jika aku minta tongkat kayu, kau dorong tongkatnya di bawah jeruji. Kalau aku minta knuckle atau apapun, berikan dengan cepat dan tepat sasaran. Jangan sampai musuhku mendapatkannya." Jelasnya cepat.
"Kalau kau bisa melakukan itu, kau boleh turun denganku. Bisa?"
Aku sungguh tidak mengerti apa yang dia maksud, tapi kepalaku mengangguk cepat.
"Bagus. Nyawaku ada ditanganmu." Katanya lagi.
"Baron! Aku turun sekarang, jangan lupa siapkan fasilitasku." Alex meletakkan kembali tangannya dipinggangku dan mengajakku turun.
Baron mengangguk. Lalu memberikan perintah dengan gerakan tangan kepada penjaganya.
Aku kembali gugup bahkan setelah menuruni tangga menuju ke bibir arena.
Penjaga dipinggir arena langsung menyerahkan sebuah tas yang disandang oleh Alex. Tatapannya lalu teralih kepadaku.
"Penonton tidak boleh masuk. Hanya fighter dan asistennya yang boleh kesini." Katanya kaku. Dia sangat besar, hampir mirip seperti raksasa.
"Tenang Stan... aku tau aturannya. Gadis ini asisten baruku."
***
Asisten ternyata sama fungsinya dengan crew seorang petinju, hanya saja bukan strategi menang yang dibicarakan, tapi bagaimana cara membunuh lawan.Aku tau sedikit-sedikit berkat Ayahku yang maniak judi. Dulu dia sering mengajakku ke pertandingan tinju untuk bertaruh. Sementara aku dibuat menonton disampingnya.
Ayah lebih suka mengajakku walaupun Davine anak laki-laki dan lebih pantas diajak kesana. Menurutnya aku terlalu lembek, dan perlu diajak ke tempat-tempat seperti itu agar lebih berani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Wall (Behind The Wall Trilogy #1)
FantascienzaCover By @an-apocalypse Bayangkan, dengan keadaan survivor di luar dinding yang mulai kehilangan rasa kemanusiaannya. Dan sanggup membunuh hanya demi sebotol air, rasanya hampir mustahil untuk gadis 17 tahun yang tuli, lemah dan penakut sepertiku un...