Revisi : 23 Januari 2019
Hari ini adalah hari kesekian kalinya aku masuk ke sekolah SMA. Dan hari ini adalah hari terakhirku masa orientasi siswa baru. Semoga hari terakhir mos ini cepat berlalu, aku terlalu malas bertemu dengan muka-muka senior yang menyebalkan. Sebelum aku melangkahkan kakiku menuju gerbang sekolah, aku mengetik sebuah kalimat di akun twitterku.
Dear mantan maafin aku yang masih mencintaimu dan mengharapkanmu kembali.
Aku mengepost kalimat itu. Kalimat yang lagi jadi trand dikalangan anak remaja. Beberapa menit setelah aku mengepost kalimat itu, ada komentar masuk. Tanpa mengecek notification, aku sudah tahu itu pasti Victoria Rosemary. Karena cuma dia yang selalu penasaran tentangku. Aku sering menyebutnya dengan sebutan ratu gosip. Karena setiap detik selalu punya updatean gosip-gosip terkini. Walaupun kelakuannya menjadi tukang gosip seperti emak-emak model sekarang tapi dia sahabatku. Sahabat baikku.
Aku tidak pernah membalas komentarnya, omongannya seperti petasan yang tidak akan pernah bisa berhenti kalau aku menanggapinya. Tapi setelah itu, dia pasti memarahiku karena selalu mengabaikannya. Aku memang bukan tipe manusia yang suka mencampuri urusan seseorang, tapi jika sudah kelewatan aku akan turun tangan. Semacam menjadi pahlawan kesiangan.
Aku bergegas memasuki sekolah karena mendengar teriakan para senior songong di dalam sana. Padahal suasananya masih sepi, tapi mereka sudah berteriak-teriak seperti binatang buas yang kelaparan. Aku lega, hari ini aku tidak terlambat seperti hari pertama mos. Aku tidak ingin mendengar ocehan mereka yang bisa memecahkan gendang telinga, yang lebih baik aku cari aman. Aku melewati sebuah koridor yang hawa dinginnya masih menusuk kulit. Karena kelasku berada di lantai 2, dengan terpaksa aku melewatinya. Padahal aku sangat membenci melewati sebuah koridor sendirian.
Kelasku ternyata masih kosong. Tidak bisa dikatakan sepenuhnya kosong karena sudah ada beberapa orang yang hadir di kelas ini. Aku memilih duduk di bangu paling belakang. Aku tidak suka berada di depan, tidak nyaman.
Seorang perempuan berambut panjang yang dikucir kuda mendekati ku. "Hai, Kamu udah siap ketemu sama senior-senior yang kejam itu?" Sapanya dengan sok akrab.
Aku tidak suka dengan orang seperti itu. Di mataku mereka terlalu aneh. Aku selalu menjaga jarak dengan orang baru, takutnya mereka hanya menghampiri lalu menancapakan luka.
Aku hanya tersenyum, aku tidak mempedulikan pertanyaan basa-basinya. Lebih baik tersenyum daripada dikatakan sombong.
Perempuan itu seperti memutar otak. Memikirkan kalimat apa yang dilontarkannya kepadaku. "Kenapa ya senior di sini tuh galak-galak? Dan kenapa juga senior itu selalu benar? Apalah kita yang cuma adik kelas di sekolah ini." Ucapnya dengan gaya dramatisnya. Lagi-lagi aku hanya tertawa kecil menanggapinya.
Dalam kelas sementara ini aku tidak punya seorang teman. Hanya manusia bernama Emma yang mendekatiku tapi selalu ku abaikan. Aku tahu namanya dari kertas karton yang menggantung di lehernya. Itu memang salah satu peraturan wajib dalam mos ini. Menggunakan tanda pengenal dari kertas karton berwarna kuning yang ditempel foto formal 3×4 dan digantung dengan tali rafia.
Aku hanya mengamati gerak-gerik manusia-manusia di dalam ruangan ini, bahkan mereka terlalu berisik hingga membuat kepalaku menjadi pening seketika. Aku hanya duduk di bangkuku masa bodoh dengan segala aktivitas yang mereka lakukan.
Tiba-tiba saja para senior mengedor pintu masuk ke kelas ini, dengan gaya angkuhnya mereka masuk ke kelas ini. Semua manusia di kelas ini, diam membisu. Tidak ada satupun siswa yang berani berbicara termasuk aku. Namun hanya mulutku yang berhenti berbicara. Namun hati dan pikiranku berkonspirasi merapalkan semua kata-kata untuk menyumpahinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Endless Journey [HIATUS]
Teen FictionDisaat Tuhan memberikanku sosok terindah didalam hidupku, aku sangat bahagia, aku pikir tuhan berikan yang terindah di hidupku. Tapi aku salah, sosok indah itu kini hilang. Mengapa tuhan berikan sosok orang yang menyakitiku? Apakah tuhan menguji ima...