Revisi : 26 Januari 2019
Hari ini aku masuk seperti biasa ke sekolah. Walaupun kakiku masih sakit, aku memaksakan untuk masuk karena hari ini adalah hari penentuan kelas yang asli untuk 1 tahun mendatang. Saat aku sampai di sekolah. Aku buru-buru melihat journal tentang penempatan kelas yang baru. Aku mencari-cari namaku, namun tak kunjung ku temukan. Aku khawatir kalau namaku belum tercantum di papan pengumuman, yang artinya aku belum dapat kelas baru.
Entah datang darimana, makhluk yang bernama Emma menemukan namaku. Ia memang selalu datang dimanapun aku berada. Seperti seorang penguntit. Aku tidak mengucapkan kata terima kasih padanya. Karena dia sukarela membantu ku tanpa ku mintai yang berarti aku tak perlu memberinya ucapan kata terima kasih. Toh dia bukan tipe orang yang haus dari kata terima kasih.
Dalam papan journal itu tertuliskan. Gabriella Oza Rozamond : X A 5
Teryata sama aja. Aku tetap di kelas MIPA 5. Aku berjalan menuju kelas itu, dengan harapan ada teman yang sudah aku kenal. Saat aku memasuki ruang kelas itu, semua wajah yang aku lihat tampak asing, aku hanya kenal dengan satu orang namanya adalah Rey Vendy. Dia temanku saat smp. Walaupun akhir-akhir ini kami tidak akrab. Setidaknya kami pernah kenal.
Aku memilih tempat duduk paling belakang. Akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Sibuk dengan masalah-masalah yang selalu datang bertubi-tubi di kehidupanku. Andai saja aku mempunyai seseorang yang mampu mendengarkan semua keluh kesahku. Aku pasti akan bahagia, setidaknya aku tidak memikul beban ini sendirian.
Karena terlalu fokus memikirkan masalah-masalah itu, aku sampai tidak menyadari datangnya seseorang yang kini duduk di sebelahku. Dia menatapku dengan pandangan yang sulit untuk ku artikan.
"Sorry gue duduk di sini. Bangku baling belakang yang kosong tinggal ini. Gue ngga mau kalau harus duduk di depan. Lo ngga keberatan kan?" Tanyanya dengan hati-hati. Aku hanya diam mengabaikan pertanyaannya. Aku tidak peduli siapa dia.
"Farell," Ucapnya dengan mengulurkan tangannya. Aku bahkan mengabaikannya lagi. Aku tidak sudi bercakap-cakap dengan seorang laki-laki yang wajahnya mirip seorang playboy. "Yakin ngga mau kenalan sama orang ganteng?" Ia tak bosan-bosan membuka suara padahal sudah jelas-jelas ku abaikan.
"Yaudah, gue keluar dulu ya. Nanti kalau mau kenalan lagi ngga usah gegsi." Aku benar-benar heran dengan orang-orang yang sekolah di sini. Sudah benar-benar aku bersikap cuek mereka tetep saja berupaya mengambil hatiku untuk menjadi temannya. Sebenarnya aku bukan tipe orang yang bersikap cuek kepada siapapun. Aku hanya membatasi pergaulanku. Rasanya sulit membangun kepercayaan dengan orang baru.
Mungkin saja besok orang yang mengaku bernama Farell itu akan memintaku mengenalnya kembali. Sama seperti yang dilakukan Emma terhadapku. Walaupun mukanya seperti seorang playboy tapi dia terlihat orang baik-baik. Logika ku berfikir seperti itu. Dia tipikal orang yang ramah terhadap siapapun. Terlihat dari caranya berbicara.
Hari ini seharusnya hari pendaftaran ekskul, tapi aku belum mendapatkan satu informasi pun. Lagipula aku tidak tertarik dengan kegiatan semacam itu. Hanya membuang-buang waktu. Lebih baik aku melakukam kegiatan yang ku sukai sendiri daripada harus terikat dengan peraturan-peraturan yang menjengkelkan. Aku tidak suka dengan peraturan yang sangat ketat. Bagiku peraturan hanya menyiksa bukan untuk menertibkan. Aku berpendapat seperti itu karena bagiku tertib itu dari hati bukan karena diatur. Orang bisa melanggar aturan jika sewaktu-waktu mereka di tempat berbeda. Namun jika orang itu sudah tertib dari hati, ia akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Maka ia akan tertib dengan sendirinya.
Hari pertama sekolah memang sudah sepantasnya jika free kbm. Alhasil semua murid dipulangkan. Hal yang paling menyenangkan bagi siswa sma memang pulang pagi. Hal itu tidak bisa di pungkiri lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Endless Journey [HIATUS]
Teen FictionDisaat Tuhan memberikanku sosok terindah didalam hidupku, aku sangat bahagia, aku pikir tuhan berikan yang terindah di hidupku. Tapi aku salah, sosok indah itu kini hilang. Mengapa tuhan berikan sosok orang yang menyakitiku? Apakah tuhan menguji ima...