18. Pindah Sekolah

59 10 37
                                    

Seharusnya kemarin aku hiking ke Gunung Payangan tapi karena kak Adam ada acara mendadak jadi nggak jadi padahal aku sudah happy banget bakalan jalan-jalan tapi malah ekspetasinya nggak sesuai sama realita. Gini banget ya hidup ini, mana lagi liburan ke Bali ancur di tambah pulang ke Jakarta cuma sendirian terus dirumah juga sendirian, dan di php nggak jadi jalan. Gini banget ya nasib jomblo.

Untunglah hari ini sudah masuk ke sekolah walaupun aku kembali dengan aktivitas seperti biasa yang menyebalkan setidaknya aku bisa bertemu dengan teman-temanku. Andai saja di sekolah ada moodboster pasti bikin betah ada di sekolah. Tapi malah adanya mantan penghancur mood.

Sebenarnya heran juga sih tiap hari mantan selalu mau jelasin kalau dia nggak salah. Buat apa coba jelasin masalah yang udah jadi bubur, enakan juga dimakan bukannya mau dijadiin beras lagi, kan mustahil banget.  Apa semua laki-laki kaya gitu modelnya, selalu nggak mau ngaku salah. Maunya benar sendiri. Ini zaman udah emansipasi wanita, masih aja lelaki sok berkuasa.

Kalau sekarang gimana mau lupain mantan kalau setiap bernafas inget dia. Tiap pergi ke sekolah selalu ketemu. Mungkin ini kali ya yang di bilang jodoh, tapi amit-amit gue jodoh sama dia. Andai aja aku satu sekolah sama cowok yang aku temui di Bali itu, mungkin aku akan bisa lupa sama mantan. Baru pertama ketemu, tapi rasanya dia udah jadi moodboster.

"Kenapa gue jadi mikirin dia," ucapku dengan menggelengkan kepala.

"Hei, manusia ga tau diri!" Ucap Hazel yang berlari ke arahku.

"Apa? Setan yang ga tau diri," ucapku dengan tampang polos.

"Cantik bin imut gini di bilang setan," ucap Hazel dengan mengerucutkan bibirnya." Btw, gue punya kabar bagus dan kabar ini bikin gue happy sumpah."

Aku masih tidak merespon perkataannya tetapi aku masih setia mendengarkannya." Tau nggak? Ada siswa baru di sekolah ini. Dan dia tuh bule ganteng banget apalagi kalau ngibasin rambutnya bikin gue pingsan." Jelasnya dengan senyum-senyum.

"Alay,"  responku dan pergi meninggalkannya.

Baru beberapa langkah aku pergi, Hazel menarik tanganku dengan pasrah aku mengikutinya karena dia terus menarik-narik tanganku. "Eh, lo harus liat orangnya, tapi lo nggak boleh ambil dia. Cowok itu bagian gue."

"Ok, apa sih yang nggak buat sahabat gue ini. Btw, lo tumben tertarik sama beginian."

"Ya kali, gue masih normallah. Ya wajar kalau gue suka sama cowok."

Aku memutar bola mataku dengan malas. "Maksud gue, sikap lo yang nggak biasa."

"Kan gue ke tularan sama virus alay lo." Ucapnya dengan mengedipkan mata.

Aku hanya mengelengkan kepala mendengar jawaban dari Hazel. Apa mungkin aku memang alay kaya Hazel. Tapi nggak mungkinlah, kalaupun aku alay pasti alaynya berkelas.

-,-

Hazel malah membawaku berada di dekat ruangan kepsek. Mungkin murid baru itu masuk ke ruangan kepsek. Dan aku sangat  heran dengan murid-murid penghuni sekolah ini kenapa juga setiap ada anak baru mereka selalu heboh. Apa mereka nggak mikir kalau yang mereka lakuin itu alay. Padahal anak kota tapi kelakuannya kampungan.

"Liat tuh za, anaknya keluar." Ucap Hazel antusias.

Dunia memang benar-benar sempit. Takdir ini memang indah bila kita selalu menjalaninya dengan sepenuh hati, rasaya baru saja aku memikirkannya tapi nyatanya dia ada di sini. Hal sederhana yang bisa membuatku tersenyum di pagi ini.

"Tuh kan, gue bilang apa. Ganteng kan? Lo aja sampai senyum-senyum."

Aku reflek menoleh ke Hazel." Siapa juga yang senyum-senyum?" Bantahku.

The Endless Journey [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang