8. Race

57 29 15
                                    

Farell itu emang orang yang susah buat dimengerti. Kadang perhatian, kadang nyebelin, dan kadang juga kepo. Dasar cowok selalu seenaknya sendiri.

"Ya gue ketawa lah za. Secara lo gak boleh pacaran. Padahal lo baru diputusin sama Cio. Berartikan sekarang lo jomblo kan?" Ucap Farell yang masih tertawa.

"Terus aja ketawa sampai lebaran monyet." Ucapku sambil turun dari rumah pohon itu.

"Za, lo mau kemana?" Ucap Farell sedikit berteriak.

"Pulang." Jawabku agak berteriak.

Aku benci banget sama Farell hari ini. Giliran aku sedih Farell malah becanda mulu. Dia malah ngejekin aku terus-terusan.

"Kapan Farell bisa becanda pada waktu yang tepat?"
"Kenapa sih Farell gak bisa ngertiin aku."
"Dasar cowok." Ucapku sendiri lagi sambil membuka pintu mobil.

"Terus aja bicarain gue, sebel ya sama gue?" Ucap seseorang yang berada di belakang mobilku.

Aku segera menoleh ke belakang dan teryata ada Farell di dalam mobilku.

"Farell?" Ucapku sambil menepuk-nepuk pipiku dengan kedua tanganku. "lo kok bisa masuk? Terus kok lo bisa ada disini? Tadikan lo masih dirumah pohon itu." Tanyaku dengan menatap Farell bingung.

"Makanya mobil itu dikunci. Untung gue yang masukin mobil lo, lo bisa liatin wajah ganteng gue. Lha kalau orang gila kasihan orang gilanya ketemu cewek tengil, penakut, dan gampang ngambek kaya lo." Ucap Farell sambil terkekeh.

"Farell!! Lo bilang gue tengil, penakut, dan gampang ngambek. Kalau lo ngatain gue kaya gitu. Terus lo apa? Hah? Lo itu-" Ucapku terpotong oleh perkataan Farell.

"Gue itu cowok ganteng, lucu, cerdas perhatian, dan mempesona." Ucap Farell dengan tersenyum lebar.

"Hah? Ganteng? Lo itu orang jelek yang pernah gue temuin. Lucu? Lo itu orang yang paling ngebosenin. Cerdas? Cerdas modus maksud lo, huh? Perhatian? Lo itu orang yang gak bisa ngertiin siapapun. Mempesona? Seantero SMA pun gak banyak yang kenal lo." Ucapku berbohong.

Mana mungkin aku memuji Farell di depannya. Bisa-bisa dia terbang. Farell memang ganteng. Dia juga lucu tapi kadang sifat humornya keterlaluan. Mungkin dia juga cerdas, cerdas bermain basket. Kalau perhatian sih mungkin enggak, dia itu lebih tepatnya peduli. Dia mempesona cuma saat main basket. Saat dia gak main basket dia kembali ke jati dirinya, sebagai cowok tengil.

"Mendingan lo keluar, daripada gue tambah marah sama lo." Ucapku sambil menujuk Farell.

"Gue akan keluar. Oh, ya gue kasih tahu sama lo. Lo gak mungkin bisa marah sama gue." Ucap Farell yang setelah itu pergi keluar dari mobilku.

"Gue emang gak bisa marah sama lo rell." Ucapku setelah Farell pergi dari mobilku yang tak mungkin didengar oleh Farell.

Aku heran, Kenapa Aku gak bisa marah sama dia? Dia itu sahabat baru aku yang paling nyebelin. Tapi seketika juga sifat dia dapat berubah menjadi manis. Hal yang bikin aku jadi betah deket-deket sama dia. Aku pun juga salut sama rasa pedulinya dia. Dia juga membuat kehidupanku yang kemarin begitu pahit menjadi sediki lebih pudar. Dia juga udah buat aku tersenyum kembali setelah kehidupanku yang pahit. Dan aku terlalu gengsi buat mengakuin semua kelebihan yang dia miliki.

-,-

Sesampai di rumah aku langsung disambut oleh tante Kate. Tante Kate berdiri di depan pintu rumahku dengan tangan kacak pinggang dan ia juga menatap ke arahku dengan tajam. Matanya memancarkan amarah yang begitu dalam.

The Endless Journey [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang