S A T U

185 15 0
                                    


"Telah ditemukan sebuah mayat perempuan di dalam bak sampah yang ada di belakang salah satu pusat perbelanjaan. ...."

Rein menatap layar televisi di hadapannya dengan penuh konsentrasi. Benaknya sedikit dipenuhi dengan kengerian ketika berita itu menunjukkan gambar mayat perempuan yang ditemukan tadi pagi tersebut. Di hadapannya, sebuah laptop dibiarkan terbuka, menampilkan halaman sebuah blog. Ketika berita tersebut sudah terganti dengan iklan, ia segera mencari berita tentang penemuan mayat perempuan itu di mesin pencarian bernama Google.

Jangan heran ketika kalian melihat Rein yang seperti terobsesi dengan berita seperti ini. Dia memang bercita-cita menjadi detektif. Jika ditanya kenapa ia ingin menjadi detektif, Rein akan menjawab karena ia ingin mengikuti jejak kakak sulungnya yang kini bekerja di kepolisian sebagai salah satu detektif. Masa bodoh dengan ayahnya yang ingin ia meneruskan perusahaan keluarganya.

Bibir mungil Rein membulat ketika membaca artikel tentang penemuan mayat perempuan tersebut. Seperti yang telah dikatakan di berita televisi tadi, mayat itu ditemukan di dalam bak sampah di salah satu pusat perbelanjaan dalam kondisi yang mengenaskan. Dress merah yang dikenakannya terlihat robek di beberapa bagian, leher perempuan itu terlihat menghitam—terlihat seperti bekas setelah terikat oleh tali, dan yang membuat Rein kembali bergidik ngeri, darah di bagian perut perempuan itu. Robeknya dress di bagian perut membuat Rein dapat melihat dengan jelas luka akibat tikaman benda tajam.

Saking asyiknya ia membaca artikel tersebut, Rein tidak menyadari kehadiran seorang pria yang berdiri bersandar pada sofa, mengamati Rein yang tengah asyik dengan laptopnya. Mengintip sedikit ke layar laptop gadis itu, sang pria mendengus ketika mengetahui apa yang dilihat oleh Rein. Apalagi ketika melihat bahu gadis itu naik berjengit ngeri. Gadis itu benar-benar, pikirnya sambil menggelengkan kepalanya.

Menurut pria itu, Rein terlihat sangat bodoh dengan obsesinya yang ingin menjadi detektif itu. Bayangkan saja. Seorang detektif akan lebih sering turun ke lapangan. Seperti kejadian yang sedang dilihat oleh Rein ini. Bukankah seorang detektif akan ikut melihat secara langsung mayat tersebut di lokasi kejadian? Sedangkan melihat dari layar laptop dan televisi saja gadis itu sudah bergidik ngeri! Dan satu lagi, Rein tidak mempunyai otak yang memadai untuk menjadi seorang detektif. Setidaknya begitulah pemikiran pria itu.

"Sudah sarapan?" tanya pria itu akhirnya, mengejutkan Rein.

Rein menoleh dan mendapati seorang pria bernama Arion Putra Mandala sedang berdiri di belakang sofa dengan kedua tangan terlipat di dada. Gadis itu menunjukkan cengirannya. Dengan gerakan pelan dan diam-diam, ia menutup laptopnya.

"Nggak usah ditutup. Mas udah tau kamu habis lihat apa." Arion melengos dan berbalik menuju meja makan.

Rein terkekeh sumbang. Ia segera berdiri dari duduknya dan menyusul pria itu. "Mas mau sarapan apa?"

"Nggak usah berlagak kayak kamu bisa masak. Panggil Bi Wiwit." Ketika ia tidak melihat Rein bergerak dari tempatnya, ia melotot. "Sana cepat."

Rein langsung melesat memanggil Bi Wiwit yang merupakan pembantu yang sudah mengabdi di keluarga Mandala sejak Arion masih berumur tiga tahun. Tak lama kemudian, gadis itu kembali dengan Bi Wiwit di belakangnya.

"Mas Are mau makan apa?"

o000o

14 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang