Suasana hotel bintang lima itu tampak ramai sekaligus mencekam dengan bunyi sirine mobil polisi yang baru datang. Polisi berlalu-lalang keluar masuk. Bahkan beberapa wartawan baik dari media cetak maupun televisi sudah berkumpul di depan hotel. Mengingat Arion adalah salah satu pengusaha terkenal membuat berita seperti ini tentu saja tidak luput dari santapan media.
Di ruang keamanan hotel, Arion duduk termenung. Matanya yang memerah dan sembab memandang kosong. Dalam hati dia berulang kali mengumpat. Mengumpat pada dirinya sendiri. Kemudian mengumpati pembunuh gila yang telah berani menculik Rein darinya.
Di sana juga ada Alex. Pria itu langsung datang begitu dikabari oleh Arion. Sekaligus membawa beberapa anak buahnya untuk datang ke hotel tersebut. Pria itu terlihat kalut, tapi walaupun begitu, pria itu tetap berusaha terlihat profesional menangani kasus penculikan adiknya yang juga menyangkut kasus pembunuhan yang sedang dia tangani. Dia duduk di samping Arion. Di hadapannya ada Sena yang duduk dengan wajah datarnya.
"Gue cuma antar dia nyetopin taksi, setelah itu dia pergi," jelas Sena.
"Selang berapa lama antara dia pergi sama telepon tadi?" tanya Alex.
"Sekitar... setengah jam?" Sena memiringkan kepalanya seolah sedang berpikir. Tak lama dia mengangguk. "Bener, Lex, setengah jam," ujarnya lagi yakin.
Arion mengembuskan napasnya lelah. Dia menundukkan kepalanya. Suara Rein di telepon tadi terus terngiang di telinganya membuat kepalanya pusing dan semakin didera perasaan bersalah.
"Maafin gue, Lex," ucap Sena terlihat menyesal. "Seharusnya gue sendiri yang antar dia pulang." Dia turut merasa bersalah ketika dilihatnya wajah murung Alex.
Alex tersenyum tipis. "Don't need to sorry, Sen. Bukan salah lo." Dia menghela napas panjang sebelum bangkit dari duduknya menuju beberapa monitor yang merupakan layar CCTV. "Mas, coba lihat CCTV di pintu hotel antara jam tujuh sampai setengah delapan," ujarnya pada pria yang bertugas memantau CCTV hotel tersebut.
Alex menatap layar CCTV yang menampilkan suasana di depan pintu hotel. Dia menegakkan tubuhnya ketika Sena dan Rein muncul bersamaan dengan taksi datang. Taksi tersebut rupanya datang untuk mengantar penumpangnya sebelum taksi itu dinaiki oleh Rein dan melaju meninggalkan hotel.
"Stop. Putar ulang," suruh Alex yang segera dituruti. "Stop," ujarnya lagi ketika layar menampilkan saat taksi itu baru datang. Dia lalu memanggil anak buahnya. "Catat plat nomer taksinya dan hubungi perusahaan taksi itu. Cari tahu siapa supir taksinya dan di mana kita bisa temui dia."
.........................
Terra datang setengah jam setelah dihubungi oleh Arion. Pria itu langsung menghampiri atasannya itu yang duduk dengan Sena di hadapannya. Dia tersenyum singkat pada Sena sebelum mulai bicara dengan Arion.
"Saya sudah melakukannya sesuai dengan perintah Anda, Pak," lapornya. "Anak buah kita sudah saya suruh untuk menyebar dan mencari Nona Rein."
Arion hanya menanggapi laporan Terra itu dengan anggukan. Selanjutnya dia diam sementara Terra masih berdiri di sana, berjaga-jaga kalau masih ada sesuatu yang harus dilakukannya. Sesekali matanya melirik atasannya itu yang tampak kehilangan arah. Matanya yang memandang kosong turut membuat Terra merasa prihatin. Atasannya yang biasa terlihat dingin dan angkuh itu kini terlihat rapuh.
"Harusnya gue nggak ngerelain dia buat lo, Are," ujar Sena tiba-tiba membuat Arion memalingkan wajah ke arahnya. Terra yang mendengarnya tidak bergeming dan berlagak tidak mendengar pembicaraan kedua pria itu.
"Apa maksud lo, Sen?" tanya Arion tidak mengerti.
Sena menggedikkan bahunya. "Iya, harusnya yang jadi suami Rein sekarang itu gue," dia memajukan tubuhnya dan melanjutkan dengan berbisik, "bukan lo, Are. Lo nggak pantas buat Rein."
Rahang Arion mengeras. Keduatangannya mengepal, berusaha menahan dirinya untuk tidak meninju wajah di depannya. Dia tidak ingin membuat kegaduhan di ruangan ini.
"Dan—ah, lo mesti siap-siap, Are," Sena tersenyum miring, "karena setelah Rein ketemu, gue akan buat dia minta cerai dari lo."
Arion menggeretakkan giginya geram. "Gue sama Rein nggak bakal bercerai," desisnya tajam.
Sena tertawa. "Are you kidding me, Are? Setelah Rein ngeliat lo sama cewek lo di taman, gue yakin dia bakal minta pisah dari lo."
Arion terkejut bukan main mendengar perkataan Sena barusan. Rein melihatnya di taman tadi? Dia berusaha menepis kenyataan yang keluar dari mulut Sena, tetapi yang ada dirinya semakin didera ketakutan. Rein melihatnya. Dan pernyataan Sena yang akan membuat Rein meminta cerai darinya membuat kepalanya terasa sakit. Dia tidak pernah sedikitpun membayangkan akan bercerai dengan Rein. Sedikitpun tidak pernah walaupun dia tidak menyukai pernikahan ini.
Sena yang melihat raut wajah kalut Arion tersenyum sinis. "Gue nggak sabar menunggu Rein jatuh ke pelukan gue. Jadi siapin mental lo, Are." Usai mengatakannya, pria itu bangkit dan meninggalkan Arion yang masih duduk terpaku dengan tangannya yang terkepal erat.
Berengsek. Arion tidak akan membiarkan Rein meminta cerai darinya. Tidak akan pernah.
o000o

KAMU SEDANG MEMBACA
14 Days
RomansaBagi Rein, Arion terlalu sulit untuk digapai. Hingga sekuat apapun Rein berlari untuk menggapainya, Rein tidak akan bisa meraih pria itu. Karena ketika Rein berlari, maka saat itu pula Arion akan berlari. /// Rein dan Arion saling mengenal sejak kec...