S E P U L U H

101 14 0
                                    

Profesor Herman adalah kakak kelas Arion ketika masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Saat itu Profesor Herman sudah kelas 3 dan akan segera mengikuti ujian. Mereka berdua cukup akrab karena keduanya pernah aktif dalam organisasi OSIS. Setelah Profesor Herman lulus, mereka tidak pernah bertemu lagi.

Mereka kembali bertemu pada saat Arion mengantar Rein ke kampus. Di sana mereka tidak sengaja bertemu. Ternyata Profesor Herman sudah berhasil menyelesaikan S3-nya di usianya yang sudah hampir menginjak 30 tahun. Dari sanalah Arion mengetahui bahwa Profesor Herman merupakan dosen di kampus Rein sekaligus dosen pembimbing gadis itu. Dan sejak itu, Arion meminta Profesor Herman untuk mengawasi seluruh kegiatan kampus Rein. Baik akademik, maupun non-akademik. Bahkan ketika Rein berulah dan mulai bertingkah ceroboh, Profesor Herman akan melaporkannya pada Arion.

Entah ini yang ke berapa kalinya Arion masuk ke ruangan Profesor Herman. Dan dari sekian banyak pembicaraan mereka tentang Rein, hampir semuanya merupakan kabar buruk. Dimulai dari Rein yang sering mangkir dari kuliahnya, ketiduran di kelas, nilai akademiknya yang naik-turun, hingga Rein yang hobi mengobrol dalam kelas dengan suara keras ketika dosen sedang mengajar. Arion dibuat pusing dengan masalah-masalah yang gadis itu buat. Kalau bukan karena Rein adalah adik kecil kesayangannya dan yah, istrinya, sudah pasti gadis itu akan habis dihukum olehnya.

Arion kini duduk di sofa sambil menunggu Profesor Herman. Punggungnya bersandar pada sofa. Dia menegakkan tubuhnya ketika Profesor Herman menghampirinya.

"Jadi kali ini apa lagi?" tanyanya dengan ekspresi lelah.

Profesor Herman terkekeh. Diletakkannya minuman kaleng di atas meja yang segera disambut Arion dan dihabiskannya dalam beberapa kali teguk. Pria itu menyandarkannya tubuhnya lalu menghela napas panjang sebelum menceritakan maksud dirinya menyuruh Arion datang.

"Istri lo itu—" Profesor Herman menggantung kalimatnya saat mendengar desahan frustasi Arion. Pria itu tersenyum kecil. "Kenapa tiap gue nyebut Rein itu istri lo, lo selalu protes, Are? Bukannya dia memang istri lo?"

Arion tersenyum masam. "Dia cuma gue anggap adik gue kali, Kak."

Profesor Herman hanya bisa menggelengkan kepalanya dan meneguk minumannya. Ia tidak pernah bisa mengerti jalan pikiran adik kelasnya saat SMA itu. Tapi seperti biasa, ia tidak ingin ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain.

"Rein mulai mengerjakan tugas kuliahnya dengan baik. Tapi, dia masih suka ketiduran di kelas." Profesor Herman menjelaskan niat awalnya memanggil Arion ke tempatnya.

Dahi Arion mengernyit. "Gitu doang?" Profesor Herman mengangguk. "Nggak ada kabar buruk kayak biasanya?"

Pria yang kini berumur 32 tahun itu berdecak kesal. "Lo ngarepin kabar buruk?" Arion hanya menyeringai lebar. "Hari ini gue masuk kelas Rein. Sepanjang gue ngajar tadi, dia cuma nunduk. Entah dia ketiduran apa gimana. Tapi pas dia mau keluar gue sempat lihat wajahnya. Pucat banget, Are. Dia lagi sakit ya?"

Arion tertegun. Ia teringat wajah pucat Rein pagi tadi dan perasaan bersalah itu kembali menyerangnya. Tapi lidahnya terlalu kelu untuk sekedar mengucapkan kata maaf pada gadis itu.

"Are?" panggil Profesor Herman membuyarkan lamunan Arion.

Arion hanya menggeleng sambil tersenyum tipis. "Nothing. Cuma yah, sedikit bertengkar. As always, dia buat masalah lagi," jawabnya enteng seolah seluruh masalah yang ia hadapi disebabkan oleh Rein.

.......................

Arion berjalan cepat diikuti Rein yang menyusul di belakangnya. Dirinya hendak masuk ke dalam mobil tapi diurungkan ketika melihat Rein yang berdiri terpaku di depan mobil. Matanya menatap kosong ke depan. Seperti tidak berniat untuk pulang bersama Arion.

"Masuk," perintahnya tidak ingin menerima bantahan. Membuat Rein memberengut lalu dengan terpaksa masuk ke dalam mobil.

Arion menghidupkan mesin mobil, menoleh ke samping, dan melihat Rein yang masih memandang kosong ke depan dengan kepala bersandar pada jendela di sampingnya. "Kamu sakit, Rein?"

Rein tidak menjawab. Lama gadis itu terdiam hingga dia membuka mulutnya dengan bertanya, "Mas, Rein orangnya bodoh dan malu-maluin banget ya?"

Arion mengernyit bingung tapi menjawab, "Yah, menurut kamu aja, setelah kejadian kemarin gimana?" Nadanya terdengar santai tanpa beban, tapi menusuk hati Rein. Tanpa melanjutkan kalimatnya, pria itu menjalankan kendaraannya.

o000o

14 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang