"Happy birthday, Mas Arion!" seru Rein sambil menyodorkan sebuah kado berupa kotak kecil yang dibungkus dengan kertas kado.
Arion melirik sekilas sambil tetap fokus dengan jalanan di depannya. Keningnya berkerut. Pikirannya mulai berusaha mengingat tanggal berapa hari ini dan menyadari bahwa hari ini benar-benar hari ulang tahunnya. Dia mengambil kadonya dari tangan gadis itu.
"Makasih ya." Arion tersenyum sekilas dan hal itu sudah cukup membuat Rein merasa senang. Pria itu mengguncang kotak kecil itu di dekat telinganya kemudian bertanya, "Ini apa isinya?"
"Jangan kayak gitu," protesnya dengan mata melotot. Rein merebut kotak itu dan membukanya. Sebuah jam tangan. "Tada! Rein beliin Mas jam tangan. Mulai sekarang Mas Are harus pakai jam tangan walaupun Mas nggak suka. Biar Mas ingat jam pulang. Kan kasihan Rein kalau mesti ketiduran di sofa mulu setiap nungguin Mas pulang," celotehnya panjang lebar.
Arion tertegun mendengar celotehan gadis itu. Perasaan bersalah mulai menyerang dirinya. Dia memang selalu pulang larut malam untuk menghindari Rein, dan ketika dia pulang dia akan mendapati gadis itu selalu ketiduran di sofa. Dia berdeham, tersenyum sekilas, dan mengulurkan tangan kirinya.
"Kalau begitu, pakaikan." Rein tersenyum senang. Dengan cepat dia memakaikan jam tangan itu di pergelangan tangan kiri pria itu. "Sekali lagi makasih ya."
Rein mengangguk dengan mata berbinar yang membuat Arion tersenyum geli. Diacaknya rambut gadis itu dengan gemas. Rein merengut dan Arion tertawa. Sejenak gadis itu tertegun. Ini pertama kalinya Arion kembali tertawa untuknya. Bukan tawa paksa yang selama ini didengarnya. Itu tidak termasuk hitungan.
Arion kembali menatap ke jalanan di depannya. Tapi tiba-tiba saja seorang laki-laki bersepeda melintas tepat di depan mobilnya dan hal itu sontak membuat Arion menginjak rem mendadak. Ren yang tidak memakai sabuk pengaman terlonjak ke depan dan hampir membentur dasbor kalau saja Arion tidak menahan tubuh gadis itu dengan sebelah tangannya.
Napas Arion memburu. Hampir saja, pikirnya. Ia menoleh pada Rein dan mendapati gadis itu juga terlihat syok.
"Kamu nggak papa, Rein?" tanyanya khawatir. Hari ini untuk kedua kalinya Arion menanyakan hal yang sama pada Rein. Belum lega perasaannya setelah melihat luka di kaki gadis itu, kali ini dia hampir membuat mereka berdua bertemu malaikat kematian.
Arion kembali menatap ke depan. Dengan tergesa ia melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil untuk menghampiri lelaki bersepeda itu. Dibantunya lelaki itu berdiri dan menegakkan kembali sepedanya.
"Kamu nggak papa? Apa ada yang terluka?" tanyanya dengan raut wajah menyesal.
Rein mengamati Arion dari dalam mobil. Tersenyum ketika melihat raut wajah panik sekaligus penyesalan yang campur aduk di wajahnya. Kepalanya menunduk dan melihat selembar foto di pangkuannya yang sepertinya jatuh dari atas ketika rem mendadak tadi. Dia mengambil foto itu dan tersenyum melihat dirinya dan Arion di foto itu.
Lama dia menatapnya lalu menyadari Arion yang sudah hendak kembali masuk ke mobil. Dengan cepat ia memasukkan kembali foto itu beserta kertas-kertas yang juga ikut jatuh ke tempatnya yang ada tepat di atas kepalanya.
.....................
Basement
"Kok bisa kamu tinggalin di mobil, sih?" tanya Arion gusar dengan tangan kanan memegang ponsel di telinganya. "Gimana kalau yang nemuinnya itu Rein, huh? Di mana kamu taruh? Di kaca?"
Arion mengapit ponselnya dengan bahunya sementara kedua tangannya membuka kaca lipat yang ada di kursi penumpang depan. Seluruh kertas yang terselip di sana berjatuhan. Matanya tertuju pada amplop kecil berwarna coklat yang dimaksud. Dibukanya amplop itu dan tersenyum ketika melihat isinya.
"Gimana, kamu suka? Itu curahan isi hati aku yang paliiiingg dalam." Terdengar suara kekehan dari seberang. "Aku udah pesan meja di restoran kesukaan kamu untuk nanti malam. Masih ada kejutan buat kamu, Are. Kamu bisa, kan?"
Arion tersenyum lebar. "Terima kasih, Sayang."
"Aku yang seharusnya berterima kasih karena kamu lebih memilih aku daripada istri kamu. I love you."
Arion membalas ungkapan cinta itu lalu memutuskan panggilan tersebut. Wajahnya masih dipenuhi dengan senyum lebar. Sejenak dia melupakan rasa khawatirnya pada Rein. Dia segera membereskan kertas-kertas yang berjatuhan di pangkuannya tadi. Matanya kemudian tidak sengaja tertuju pada foto polaroid dirinya dan Rein yang terselip di antara kertas-kertas itu. Tanpa bisa dicegah, ingatannya langsung tertuju pada hari ketika foto itu diambil.
Berhati-hatilah dengan air.
o000o
KAMU SEDANG MEMBACA
14 Days
RomanceBagi Rein, Arion terlalu sulit untuk digapai. Hingga sekuat apapun Rein berlari untuk menggapainya, Rein tidak akan bisa meraih pria itu. Karena ketika Rein berlari, maka saat itu pula Arion akan berlari. /// Rein dan Arion saling mengenal sejak kec...