D E L A P A N

96 13 0
                                    

Hari itu entah ada angin apa Arion memutuskan untuk pulang lebih awal. Jam baru menunjukkan pukul dua siang ketika dia sampai di rumah dan mendapati suasana rumahnya yang terasa sepi. Setidaknya biasanya akan ada suara televisi yang terdengar keras hingga ke luar rumah.

Arion langsung menuju dapur. Di sana masih ada Bi Wiwit yang sedang mencuci piring. Dia menyapa perempuan itu sambil membuka lemari es dan menenggak air dingin langsung dari botolnya.

"Rein udah pulang, Bi?" tanyanya.

"Sudah, Mas. Nak Rein ada di kamarnya," jawab Bi Wiwit sambil menoleh sekilas pada majikannya itu.

Arion menganggukkan kepalanya dan langsung menuju lantai dua. Ketika hendak membuka pintu kamarnya, matanya tanpa sengaja melihat ke kamar yang letaknya berseberangan dengan kamarnya. Kamar Rein. Kakinya tanpa sadar melangkah mendekati pintu kamar gadis itu. Sebuah kertas yang menempel di sana menarik perhatiannya.

Lagi belajar buat kuis besok, jangan diganggu!

Arion tersenyum geli. Timbul niatnya ingin mengganggu Rein. Perlahan dia membuka pintu, kepalanya melongok ke dalam. Sepi. Tidak terdengar suara apapun. Arion membuka pintu lebih lebar dan keningnya mengernyit ketika mendapati kamar itu kosong. Tidak ada Rein di sana.

Arion melangkah masuk. Matanya tertuju pada laptop gadis itu yang menyala di atas meja belajar, menampakkan halaman Twitter yang kemudian diketahui kalau itu Twitter fanbase Rizky Fabian. Dibacanya beberapa tweets di sana. Ia meng-scroll ke atas dan membaca tweet terbaru.

Rizky Fabian at Halaman Parkir Mall X, Performance.

...................

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, silakan tinggalkan pesan setelah nada berikut."

Arion menghela napas gusar. Dia menjauhkan ponselnya dan mengerang frustasi, tidak mempedulikan Sena yang sedang menyetir di sampingnya. Dia memang mengajak pria itu untuk mencari Rein. Selain karena dia tidak bisa menyetir mobil dalam keadaan emosi, dia juga butuh seseorang yang dapat mencegahnya melakukan hal-hal yang tidak diinginkan ketika menemukan gadis itu. Membunuh, misalnya. Argh, kenapa gadis itu tidak bisa berhenti menyusahkannya?

"Ponselnya mati, Sen. Selama ini dia nggak pernah matiin ponselnya," ujarnya cemas.

"Mungkin ponselnya lowbat. Selow aja kali, Are. Khawatir banget sih. Nggak kayak lo yang biasanya," komentar Sena sambil tetap fokus menyetir dengan kecepatan sedang. "Lagian ini bukan pertama kalinya dia kabur buat ngeliat penampilan si Rizky-Rizky itu."

Arion melirik sepupunya itu sekilas. "Ada sesuatu yang lagi ganggu pikiran gue, Sen."

Dahi Sena mengernyit. "Mengganggu? Apa?" Tumben sekali pria itu merasa terganggu. Biasanya pria itu hanya akan bersikap cuek dan tidak peduli.

Arion tidak menghiraukan pertanyaan Sena. Perasaan cemas itu kembali menggerayanginya ketika teringat kata-kata Rizaldi.

Berhati-hatilah dengan air.

...................

Suasana halaman parkir tempat acara musik itu diadakan tampak ramai oleh para penggemar. Suara musik yang menghentak menambah semaraknya acara tersebut. Teriakan dari para penonton serta suara musik berbaur, membuat kepala Arion seketika terasa pusing.

Arion dan Sena memutuskan untuk berpencar. Keduanya menyusuri setiap sudut tempat itu. Arion menerobos kerumunan penonton, berpikir kalau mungkin saja Rein ada di antara mereka. Tapi nihil, dia tidak menemukan gadis itu di manapun.

14 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang