Arion terus mengurung dirinya di kamar Rein. Setiap hari dia hanya akan duduk sambil memandangi foto pernikahan mereka yang terpajang di salah satu dinding kamar. Dia melamun selama beberapa saat lalu mulai menangis seraya meracau menyebut nama Rein dan kata maaf berulang kali.
Terkadang saking lamanya dia menangis, dia akan jatuh pingsan. Hampir tidak ada satupun makanan ataupun minuman yang masuk ke perutnya membuat daya tahan tubuhnya mulai melemah—kalau saja Nadya tidak memaksa Arion membuka mulutnya untuk sekadar menelan makanan. Setiap dia diajak makan, ia akan mengusir semua pelayan—bahkan seluruh keluarganya hingga melempar nampan yang berisi makanan.
Tepat tujuh hari setelah pemakaman Rein, orangtua Rein dan Arion sepakat untuk menyumbangkan seluruh barang-barang peninggalan Rein seperti baju, sepatu, dan barang lainnya yang masih layak dipakai. Tapi rencana itu tinggal rencana karena Arion mengamuk hebat dan tidak mengizinkan mereka masuk ke dalam kamar Rein. Arion mengusir mereka semua dan berakhir dengan pria itu menjadi penghuni tetap di kamar tersebut agar dia tidak kecolongan oleh orang-orang yang mencoba membuang semua barang-barang Rein.
Keadaan Arion yang seperti ini membuat seluruh keluarga besar Mandala resah. Akibat tingkah Arion yang seperti orang depresi berat ini, perusahaan keluarga Mandala terbengkalai. Untung saja Sena yang sementara ini diminta tolong untuk mengambil alih tugas Arion dapat diandalkan.
Pernah terpikir oleh mereka untuk membawa Arion ke psikiater, tapi ide itu ditentang keras oleh Nadya. Wanita itu beranggapan Arion tidak gila. Arion masih memiliki kewarasan, pria itu hanya sedang berkabung karena kehilangan Rein secara tiba-tiba. Walau bagaimanapun, hampir seumur hidup Rein dihabiskan bersama Arion. Tidak pernah satu haripun dalam hidup Rein yang tidak ada nama Arion di dalamnya.
Entahlah, Nadya hanya berharap keadaan Arion segera membaik karena memang tidak baik terlalu larut dalam kesedihan.
.................................
Sudah 39 hari sejak kematian Rein. Besok adalah peringatan 40 hari meninggalnya Rein. Itu berarti sudah saatnya bagi Arion untuk mulai mengikhlaskan kepergian Rein. Tapi dia tidak bisa. Bagaimana bisa dia ikhlas jika semuanya terjadi karena dirinya. Dia penyebab dari hilangnya Rein yang akhirnya berujung pada kematian gadis itu.
Hari ini Arion sudah rapi dengan pakaian kasualnya. Dia berencana pergi ke danau tempat Rein ditemukan tidak bernyawa. Hanya sekedar mengenang sesuatu.
Arion mematut dirinya di depan kaca. Tatapannya berubah sendu ketika menyadari perubahan yang begitu kentara pada tubuhnya. Wajahnya yang menirus dan pucat, matanya yang sembab dan ada lingkaran hitam di bawahnya, tubuhnya juga terlihat kurus dan ringkih. Ah, Arion sekarang seperti seorang yang tidak makan berhari-hari. Well, itu memang benar.
Dia menghela napas panjang. Dipaksakannya seulas senyum. Setidaknya dia harus terlihat baik-baik saja ketika turun dari kamarnya—kamar Rein, sebenarnya. Semenjak kepergian Rein, kamar itu sudah seperti menjadi kamar Arion sendiri. Setidaknya dengan dia tidur di kamar itu, dia dapat merasakan kehadiran Rein.
Arion sangat merindukan Rein sampai ingin mati rasanya.
Setelah memastikan penampilannya terlihat rapi dan tidak mengerikan, dia turun ke ruang makan untuk sarapan dan melihat ada ibunya dan Nadya di sana. Yah, sejak kepergian Rein juga, ibunya dan Nadya bermigrasi ke rumah ini. Ingin menjaga Arion, katanya. Ingin mengawasi Arion agar tidak melakukan hal-hal yang di luar dugaan. Bunuh diri, misalnya.
"Selamat pagi, Are," sapa Nadya sambil mengulas senyum lebar.
Arion hanya membalas sapaan kakaknya itu dengan sebuah senyum terpaksa. Dia mengambil tempat di hadapan Nadya dan mulai menyantap nasi goreng seafood di depannya. Dia makan dalam diam. Dikunyahnya nasi goreng tersebut lamat-lamat dan seketika dia teringat sesuatu. Gerakan mengunyahnya terhenti. Nasi goreng seafood adalah salah satu makanan kesukaan Rein. Ah, ingatannya akan Rein masih sangat bagus ternyata.
Nadya sepertinya menyadari gerakan Arion yang terhenti melihat dari ekspresi wajahnya yang berubah mendung. Kepala pria itu menunduk dalam, tapi kemudian dia melanjutkan kegiatan makannya dengan kembali mengambil satu suapan nasi goreng. Gerakan Arion terlihat lambat seolah sedang menghayati setiap detik waktu makannya.
"Arion," panggil Nadya akhirnya. Lama-lama dia tidak tahan juga melihat keadaan Arion yang seperti itu.
Kepala Arion terangkat. Dia hanya membalas tatapan Nadya sebagai jawaban dari panggilan Nadya. Gadis itu menghela napas panjang kemudian bibirnya mengukir senyum.
"Nggak, nggak papa. Kamu lanjutin makannya," ujarnya sambil menggelengkan kepalanya.
Arion kembali menunduk. Dia bangkit dari duduknya tak lama kemudian. "Aku akan pergi sekarang." Tanpa menunggu jawaban dari ibunya dan Nadya, dia berjalan keluar menuju mobilnya yang sudah disiapkan.
Di sana sudah ada Pak Tomo yang membukakan pintu belakang untuknya. Arion menengadahkan tangannya yang dibalas Pak Tomo dengan tatapan kebingungan. Arion melengos malas.
"Kunci mobil," ujarnya masih dengan tangan terangkat.
"Ta-tapi, Mas, Nyonya bilang—"
Jengah dengan larangan tidak langsung dari Pak Tomo, Arion langsung merampas kunci mobil yang ada di tangan pria paruh baya itu. Tanpa menghiraukan panggilan Pak Tomo, ia masuk ke dalam mobil dan menjalankan kendaraan itu keluar pekarangan rumah.
o000o

KAMU SEDANG MEMBACA
14 Days
RomanceBagi Rein, Arion terlalu sulit untuk digapai. Hingga sekuat apapun Rein berlari untuk menggapainya, Rein tidak akan bisa meraih pria itu. Karena ketika Rein berlari, maka saat itu pula Arion akan berlari. /// Rein dan Arion saling mengenal sejak kec...