26: Putus dan pupus

8 0 0
                                    

Tuhan itu jahat atau baik sih? Ia tak pernah mengerti. Rasanya ingin hidup jauh lebih lama dari yang ia pikirkan. Namun ia mengerti hembusan nafasnya selalu menjadi beban untuk orang lain.

...

Sekelebat bayangan hitam hadir dalam pengelihatannya. Bukan ininyang mau ia lihat. Ia mau melihat sesuatu yang lebih nyata. Wujud manusia misalnya.

Karena itu ia membuka matanya walau terasa sulit. Ia mengerjapkan matanya berusaha terbiasa dengan cahaya yang terang.

Bau ini, bau rumah sakit yang sudah sering ia cium. Ia memperhatikan sekitarnya dan menemukan berbagai alat di sampingnya. Lagi dan lagi, ia selamat dari maut.

Tuhan itu jahat atau baik sih? Ia tak pernah mengerti. Rasanya ingin hidup jauh lebih lama dari yang ia pikirkan. Namun ia mengerti hembusan nafasnya selalu menjadi beban untuk orang lain.

"Kakak!"

Ditandai dengan pekikan itu, seorang bocah perempuan memeluknya erat dan menangis di bahunya. Tangannya bergerak pelan ingin membalasnya, namun sadar tak mampu ia hanya mengeus rambut perempuan itu.

"Mika ga sekolah?" Tanya Gery dengan nada yang pelan dan sangat lemas. Ia melihat disitu ada mamanya sedang menangis terpukul namun tersenyum melihat Gery siuman.

"Mika ga mau sekolah. Kakak kemarin ga ada di rumah. Mika takut, jadinya Mika pengen disini aja sama kakak." Ucap Mika masih memeluk erat tubuh Gery.

Gery jadi terbayang ini pernah terjadi padanya dulu sekali. Ayahnya pernah dalam posisi hidup tak hidup seperti dirinya. Dan Gery yang masih kecil menangisinya.

Namun ayahnya bisa bertaham hingga umur berkepala empat. Dan ia yang masih muda harus mengakhiri hidupnya secepat ini?

"Mika ga boleh gitu. Kakak bilang apa Mika harus rajin sekolah. Belajar yang bener katanya Mika mau jadi dokterkan? Bahagiain mama." Ucap Gery tetap mengusap rambut anak kecil yang memeluknya. Mika hanya mengangguk mengerti dan mengusap air matanya.

"Kalau kakak cita citanya apa?" Tanya Mika yang mulai berhenti menangis.

"Bertahan hidup."

Mika mengangguk mengerti. Ia pergi ke arah mamanya dan bercerita betapa ia ingin menjadi dokter. Memecahkan penyakit yang menamatkan riwayat hidup ayahnya, dan mungkin sekarang kakaknya.

Mamanya hanya bisa mendengarkan dengan air mata yang menangis. Sungguh pemandangan ini membuat Gery tersayat. Ia benar benar ingin hidup, namun bukan dengan keadaan yang seperti ini.

"Gery, mama sama Mika ke kantin dulu ya beli makanan." Ucap mamanya bangun menggandeng tangan Mika dan berjalan keluar kamar. Gery membalasnya mengangguk.

"Jangan tinggalin gue, bodoh." Ucap seseorang diambang pintu membuat Gery menoleh dan tertawa hambar.

"Lo yang ninggalin gue di rumah makan kemaren." Ucap Gery menatap Aldi yang lebih kuyu duduk di bangku sebelah tempat tidurnya.

Seharusnya kemarin Gery tak tahu mengenai pertengkaran hebat antara Aldi dan Farel. Namun saat mereka sedang makan tiba tiba Aldi menghilang karena mereka memang sedang membicarakan Farel.

Dan Gery juga merasa ia tak akan menjadi sahabat yang baik bila membiarkan mereka berdua bertengkar sampai salah satu dari mereka tak sadarkan diri.

SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang