Eleven

38 3 0
                                    

Dia terlihat tidak main-main dengan perkataannya. Semua itu semakin jelas terpancar dari matanya bahwa dia masih menyayangi Melissa. Apa dia gagal move on dari Melissa? Entahlah. Aku merasa tidak enak jika menanyakannya langsung. Aku saja baru mengenalnya dan baru pertama kali mengobrol dengannya, tidak pantas rasanya jika aku terlalu banyak bertanya mengenai hal-hal pribadinya, apalagi mengenai perasaannya. Hmm, tapi tetap saja aku penasaran.

"Ah ya, tentu saja. Lalu mengapa kamu dan Melissa putus?"

"Ada sesuatu yang menjadi penyebabnya, maaf aku belum bisa menjelaskannya padamu"

"Ya, aku mengerti. Maaf jika aku terlalu banyak tanya. Dan maaf juga bukannya aku tidak mempercayaimu tadi, aku hanya bingung dengan ini semua"

"Ya tidak apa-apa, aku mengerti bagaimana perasaanmu. Aku juga bingung. Sebagai sahabat, kamu pasti menginginkan yang terbaik untuk Melissa"

"Ya begitulah. Ngomong-ngomong kamu pasti melihatku di pemakaman kemarin kan?"

"Ya, aku datang ke acara pemakaman Melissa kemarin meski aku tidak mendekat dan bergabung bersama kalian"

"Lalu mengapa kau tidak bergabung bersama para pelayat yang lain?"

"Entahlah, aku tidak bisa menjelaskannya. Semua ini terlalu sulit untuk dijelaskan. Tidak semua rasa sakit bisa dijelaskan dengan kata-kata, El"

"Ya, kau benar. Aku tahu kau punya alasan tersendiri namun ya.. kau tidak bisa menjelaskannya. Aku mengerti"

"Terimakasih sudah mau mengerti. Eh tunggu sebentar, aku ke kelas dulu. Nanti aku kembali lagi"

"Oh iya"

Richard pun berjalan memasuki kelasnya. Tak lama, dia kembali dengan membawa secarik kertas di tangannya, entah apa isinya.

"Itu apa?" Tanyaku seraya menunjuk kertas yang dibawa Richard

"Ini nomor telepon ku, jika butuh sesuatu, hubungi aku ya"

"Oh baiklah terimakasih, aku masuk ke kelas dulu ya"

"Oke"

***
Hari ini adalah hari kedua aku bersekolah. Seperti biasa, aku pun berangkat ke sekolah diantar oleh papa. Sesampainya di sekolah, aku mengobrol dengan Cindy sambil duduk di bangku yang berada di depan jendela kelasku.

"Eh El, itu si anak baru ituloh, Richard, baru datang tuh dia" ucap Cindy tiba-tiba sambil menunjuk ke arah Richard

Aku pun membalikkan badan dan memutar mata untuk melihat Richard yang baru datang dan sedang berjalan memasuki kelas. Seperti kemarin, kedatangan dia disambut tatapan kagum dan heran berpuluh-puluh murid yang ada di koridor sekolah. Mungkin dia cukup menarik perhatian karena dia tampan? Mungkin saja. Richard hanya membalas tatapan-tatapan tersebut dengan senyuman. Aku pun menatapnya aneh, ya aneh. Pipi Richard yang kemarin baik-baik saja dan tampak mulus, hari ini terlihat memar dan membiru. Apa yang terjadi padanya? Apa dia baru saja menabrak dan terbentur sebuah benda? Atau dia baru saja ditampar atau dipukul dan menjadi korban kekerasan? Ah tapi masa saja dia dipukul atau ditampar? Tapi jika benar, siapa yang melakukan itu kepada dirinya ya? Entahlah, aku pun bingung.

Ketika jam istirahat tiba, aku pun menghabiskan bekal yang kubawa dari rumah sambil duduk di bangku depan kelasku bersama Cindy. Aku pun melihat Richard yang baru saja kembali dari kantin dan akan memasuki kelas, aku pun segera menghapirinya.

"Elena mau kemanaa?" Tanya Cindy sedikit berteriak

Aku tidak menghiraukan perkataannya. Aku terus saja berjalan menghampiri Richard

"Richard!"

"Eh Elena, ada apa?"

"Hmm maaf kalo boleh tau itu pipi kamu kenapa ya? Kok memar gitu?"

"Oh..mmm..ini.."

"Kenapa?"

"Ini terbentur pintu, ya terbentur pintu kemarin pas pulang sekolah hehe. Memangnya kenapa?"

"Oh gituya hmm tidak apa-apa sih. Baiklah. Aku mau menghabiskan bekalku lagi ya"

"Oh iya silakan. Aku masuk kelas dulu ya"

"Iya"

Aku pun kembali memghampiri Cindy dan duduk di bangku yang tadi aku tempati

"Tadi kamu nanya apa ke Richard?" Tanya Cindy

"Aku nanya kenapa pipinya memar seperti itu"

"Lalu?"

"Dia bilang terbentur pintu sewaktu pulang sekolah kemarin"

"Terbentur pintu? Tapi kok bisa sampai memar gitu ya? Memangnya apa yang dia lakukan? Menurutku kalau terbentur pintu tidak akan memar seperti itu juga, memarnya kelihatan sangat jelas menurutku"

"Iya juga ya, ah tapi aku juga tidak tahu, kan dia sendiri yang berkata begitu"

"Iya sih"

Aku dan Cindy pun kembali menghabiskan bekal kami sambil sedikit berbincang-bincang. Masih ada kesedihan dan luka yang kurasakan dihatiku. Biasanya yang menemaniku makan dan berbincang-bincang denganku seperti ini Melissa, sayangnya dia sudah tidak ada. Aku jadi semakin merindukannya. Seandainya saja dia masih ada, bagaimana ya reaksi Melissa kalau tahu bahwa Richard yang notabene nya adalah seseorang dari masa lalu Melissa, pindah ke sekolah ini dan belajar di kelas yang berdekatan dengan kelas kami dan mungkin saja Richard bisa kembali ke kehidupan Melissa jika Melissa masih ada. Tapi apa mau dikata? Tidak ada yang bisa melawan takdir kan?

Hmm, aku jadi kembali terpikirkan ucapan Cindy tadi. Mungkin Cindy ada benarnya juga ya. Kalau terbentur pintu memarnya tidak akan sebesar dan sejelas itu. Aku jadi semakin penasaran dibuatnya, apa benar dugaanku tadi kalau Richard baru saja menjadi korban kekerasan? Dan kalau benar, siapa yang tega melakukan itu ya?

***
Maaf kalo gaje wkwk. Lagi mumet otak ini, minggu depan UKK dan tiba-tiba tugas berdatangan gitu aja, pfftt :( jadi maaf ya kalo chapter selanjutnya mungkin late update? Hehe. Yasudahlah abaikan aja curhat tidak bermakna ini, jangan lupa vote dan comments aja kalo baca yaa :)

MelissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang