Three

42 4 3
                                    

Hari mulai pagi. Aku pun beranjak dari tempat tidurku untuk mandi dan sarapan. Aku menghentikan langkahku sesaat, melihat cermin dan refleksi diriku yang ada di cermin tersebut. Aku memperhatikan mataku, ya tentu saja mataku bengkak, merah dan sakit karena menangisi kepergian sahabatku semalam. Aku masih tidak percaya bahwa dia telah pergi dan tidak akan kembali lagi. Aku pun kembali melanjutkan langkahku ke kamar mandi untuk mandi, lalu ke meja makan untuk sarapan. Ketika aku melewati ruang keluarga, televisi menyala dan hampir seluruh berita di televisi menyiarkan berita penembakan Melisaa semalam. Ternyata setelah aku pulang dari kantor polisi tadi malam, tak lama orangtua Melissa juga pulang. Dan ketika keluar gedung mereka dikerubungi banyak wartawan dan reporter yang ingin mewawancarai merwka tentang kasus ini. Berita ini menyebar sangat cepat. Tadinya aku ingin mematikan televisi karena aku tidak mau melihat semua berita tersebut yang membuatku menjadi semakin sedih. Namun aku ingin tahu apakah ada kabar terbaru mengenai kasus itu, jadi aku tetap membiarkan televisi menyala. Aku pun sarapan dengan orangtua dan adikku. Suasana di meja makan sangatlah hening, nafsu makanku juga tidak ada. Namun jika aku tidak makan, aku takut sakit. Dan jika aku sakit, nanti aku tidak diperbolehkan ke kantor polisi jika ada kabar terbaru tentang kasus Melissa. Ya, mau tidak mau aku terus melanjutkan makanku sampai habis.

"Di tv kok banyak foto Kak Melissa sama Kak Elena sih ma?" Pertanyaan adikku memecah keheningan

"Iya sayang, ada suatu kejadian tadi malam yang membuat foto-foto mereka masuk tv" jawab mamaku

"Kejadian apa ma?"

"Sudahlah nanti kamu juga mengerti" jawab papaku

Mungkin tadinya papa ingin menceritakannya, tetapi mungkin juga papa berpikir kejadian itu terlalu sadis jika diceritakan kepada adikku. Lagipula dia juga belum tentu mengerti karena masih kecil, masih kelas 4 SD.

"Oh" jawab adikku singkat

Sedangkan aku yang baru menghabiskan makanku hanya diam dengan tatapan kosong.

"Melissa, seandainya kita tidak pergi, seandainya kamu gak ngambil senter, mungkin semua gakbakal begini" batinku, mataku kembali berkaca-kaca

"Sayang kamu jangan nangis lagi ya, nanti mata kamu makin sakit kalo kamu terus-terusan menangis" bisik mama yang duduk disampingku

Aku hanya mengangguk. Sakit mata ini tidak sebanding dengan sakit hati yang kurasakan. Dia satu-satunya tempat yang tepat untuk mencurahkan segala isi hatiku. Orang yang selalu mengerti aku dan menerimaku apa adanya. Dan sekarang, aku kehilangan sosok itu. Ingin rasanya aku menumpahkan segala kemarahan dan kesedihanku terhadap pelakunya. Apa salah Melissa? Kenapa harus berbuat sekejam itu?

Setelah makananku habis, aku kembali ke kamar. Aku mengecek hp ku yang tergeletak di atas meja belajar. Ada whatsapp masuk, ternyata dari Mama Melissa

"Elena, kamu lagi sibuk gak? Kalo lagi gak sibuk, bisa kerumah tante? Tolong, ini penting. Tante menemukan sesuatu. Tante harap kamu bisa bantu, terimakasih"

Aku segera membalas pesan tersebut

"Memang ada apa tante? Apa yang penting?"

Penting? Tiba-tiba perasaanku jadi tak menentu. Ada apa ini? Apa ini ada hubungannya dengan penembakan Melissa semalam?

***
Maaf kalo terlalu pendek hehe, semoga suka :D

MelissaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang