Prolog

10.3K 304 5
                                    

Author POV'S

Langit yang gelap tidak segan-segan menjatuhkan ratusan bahkan ribuan butiran-butiran air hujan membasahi anchorage, kota terbesar di negara bagian Alaska dengan penduduk dua perlima dari seluruh penduduk negara bagian ini. Angin berhembus bersama jatuhnya butiran air hujan ke bumi. Udara dingin diluar sana memang tidak dapat diragukan lagi. Hampir semua orang mengeratkan pakaian hangat yang membalut tubuh mereka.

Tetapi hal itu sama sekali tidak berpengaruh bagi orang-orang yang sedang bercengkrama ria di salah satu cafe yang sudah tak asing ditelinga bagi para penduduk kota ini, cafe starlight. Terlihat beberapa orang tersenyum dan bahkan tertawa bahagia bersama para keluarga atau kerabat dekat sembari menikmati secangkir cofee hangat. Kehangatan mengalir begitu saja seolah rasa dingin itu tidak ada. Begitu pula bagi para waitters masih tampak semangat meskipun tanpa henti melayani para pembeli dalam jumlah yang tak sedikit dengan memberikan pelayanan terbaik mereka masing-masing.

Seorang gadis yang tampak sudah cukup kelelahan menyeka keringat yang mengucur dari dahinya. Kemudian dia mengikat asal brunette hair-nya. Pekerjaan melelahkan hari ini baru saja selesai. Sebuah tepukan kecil tepat dibahunya membuatnya menoleh.

Pria itu tersenyum. "Kau terlalu berusaha keras hari ini, am." Ujarnya dengan senyum lebar dibibirnya.

Am hanya tertawa kecil dengan tatapan kosong. "Kau berkata seolah-olah ini hari pertamaku kerja disini." Cibirnya sembari melepaskan apron biru.

Lelaki itu membalas dengan mengangkat bahunya. "Entahlah kau menyebutnya apa. Tapi Kau terlalu banyak mengerjakan pekerjaan hari ini. Bagaimana bisa kau menggantikan pekerjaan 2 karyawan yang tidak bisa hadir hari ini dalam waktu yang bersamaan sekaligus?" nada suaranya sedikit mengomel.

"Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang wanita, alas." Balas am dengan tawa kecill yang dipaksakan.

Alas tidak tertawa sama sekali. Ia hanya mematung sembari menatap am dengan tajam."Hentikan lelucon payahmu. Come on, I know that, Aku merasa ada yang berbeda dari sorot matamu hari ini. Dengarkan baik-baik, Jika kau ada kesulitan dan butuh bantuanku, jangan sungkan untuk mengatakannya, am." Tutur katanya mulai serius.

Am menaikkan alisnya sehingga membentuk kerutan kecil diantara dua alisnya. "Everything was fine, alas. Jangan terlalu memaksakan otakmu untuk memikirkan hal tidak penting." Ucapnya dengan nada lemah.

"It's been 3 years since i've seen you that day. I know you better than you know your own self. Dan kau masih saja berbohong dengan cara yang sama padaku." Tutur alas seraya memegang kedua bahu am dengan tangannya.

Am menjatuhkan tubuh lemah tanpa ada kekuatan tersisa pada sisi meja didekatnya. "Victoria." Panggilnya lemah dengan lidahnya yang kelu. "...She left alaska yesterday. i . Dia pergi tanpa berpamitan, tanpa jejak dan tanpa memberi alasan apapun." Tanpa sadar butiran bening dari mata indahnya mengalir begitu saja.

"Kau sudah tahu."

Am menghapus air mata dipipinya. "Maksudmu kau sudah lebih dahulu mengetahui hal ini, dan sama sekali tidak memberi tahuku apa-apa." Suara am sedikit bergetar.

"It's not my fault. Dia yang memutuskan untuk pergi dan dia juga yang menyuruhku untuk tidak mengatakan apapun padamu. Kau pikir aku senang dengan keputusan konyolnya." Alas sedikit meninggikan suaranya dikalimat terakhirnya. Am hanya bisa membalas dengan terdiam. "..em, am, it's getting close to midnight, see u tomorrow." Alas pergi dengan wajah penuh penyesalan. Sepertinya ia terlalu kecewa.

Am menatap ke arah meja-meja dan kursi-kursi yang sudah kosong. Cafe ini sudah sepi, hanya ada beberapa karyawan yang sedang bersiap-siap untuk pulang. Kehenigan ini seolah melukai dirinya lebih dalam bagi am.

ObstacleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang