Aku pergi meninggalkan Sivia sendirian. Sungguh aku bosan. Aku ingin pulang saja, tapi kalau aku pulang yang ada aku di maki oleh Sivia nanti.
Aku memutuskan untuk berjalan mengitari swalayan ini, sesekali tebar pesona.
Saat aku melewati rak yang berisikan sayuran, aku melihat dua orang gadis yang sepertinya aku kenal dan satu orang pria.
Aku berjalan menghampiri mereka, aku dapat melihat ekspresi tegang disalah satu wajah gadis itu.
Ternyata salah satu dari gadis itu adalah Shilla.
Aku mengerti bahwa sekarang Shilla sedang menahan sesuatu dari dirinya, terlihat jelas di wajah gadis itu. Aku tidak tahu apa itu, mungkin ada hubungan nya dengan dua orang yang ada dihadapannya.
Aku merasa kalau aku harus membantu nya.
"Udah selesai belanjanya sayang?". Ujarku sambil memeluk pinggang nya.
"Cakka?". Shilla terlihat heran dengan perlakuan ku. Shilla berusaha melepaskan tangan ku tapi aku malah mempererat pelukan ku.
"Kalau belanja nya udah selesai kita pulang ya. Nanti keburu hujan". Ujar ku sambil mengedipkan sebelah mata pada Shilla dan mempererat pelukan dipinggangnya.
Karena tak ada respon dari Shilla, segera saja aku menariknya pergi dari sini.
Shilla meneriakiku dari belakang. Aku berjalan didepannya dengan tangan yang menggenggam tangan Shilla.
Akhirnya aku sampai di sebuah cafe yang tak jauh dari swalayan. Aku melepaskan tangan Shilla dan duduk di kursi yang ada didepanku ini.
Saat ini shilla sedang berkacak pinggang, sama seperti Pak Duta —dosen mata kuliah bisnis di kampusku— kalau ingin menghukum ku.
"Kenapa kau membawaku ke sini, dan apa maksud dari kata sayang dan kedipan matamu tadi?" Shilla mengoceh seperti burung.
"Menyelamatkan kau dari masalah". Ucapku santai.
Shilla memberengut, semakin tidak mengerti dengan Sikap ku.
"Maksudnya?" Tanyanya.
"Sudah lah, tidak usah dipikirkan lagi. Duduk lah" Suruh ku.
Aku memanggil pelayan cafe ini. Setelah berkeliling dan bertemu Shilla energi ku terkuras habis, alhasil cacing diperutku memberontak meminta makan.
Seorang pelayan memberikan sebuah buku menu padaku. Aku mencari makanan apa yang akan membuat cacing-cacing ini tidak memberontak lagi.
"Kau mau makan apa?" Tanya ku mata ku masih menatap lekat pada buku menu.
"Aku tidak lapar" jawabnya. Aku dapat merasakan ada nada kesal di suara Shilla.
Memutar bola mataku jengah. Dasar wanita! Kalau marah dunia pun harus tunduk padanya.
"Saya pesan dua nasi goreng dan lemon tea" Kataku pada pelayan itu. Kemudian pelayan itupun pergi.
Shilla masih saja ditempatnya, hanya saja tangannya kini dilipat di bawah dadanya.
Aku menahan tawa melihat wajah Shilla sekarang persis seperti anak kecil yang tidak dibelikan ice cream.
"Apa yang lucu?" Tanya Shilla
"Wajahmu" tuturku, mendengar hal itu Shilla semakin kesal dan berbalik ingin meninggalkanku. Dengan cepat aku menahan lengan nya.
"Lepaskan" bentak Shilla, aku tidak menanggapinya, aku bawa Shilla ke kursi yang berada didepanku. Awalnya dia menolak tapi karena tangan ku mencengkram tangannya erat yang membuat Shilla tidak bisa pergi lagi.
Pelayan tadi datang dengan makanan ditangan nya.
"Terima kasih"ucap ku pada pelayan tersebut.
"Ayo makan" suruh ku.
Shilla diam. Baiklah kalau ini yang kau mau batin ku, aku menyendok nasi goreng dan mengarahkan ke mulut Shilla sambil sesekali mendorongnya.
Dia masih saja diam. Baiklah dia menguji kesabaran ku sekarang.
Aku memajukan wajah ku sehingga jarak kami sangat dekat.
"Mau makan dengan sendok atau lewat mulut ku?"Aku berbisik tepat ditelinganya.
Dan kalian tau apa respon nya?....
Bersambung~

KAMU SEDANG MEMBACA
"Menikah atau Dinikah Kan?" (Cakshill)
FanfictionKata-kata yang selalu saja terlintas setiap menit di kepalanya. Menikah atau dinikahkan? Kata-kata itu bagaikan Hantu. Melayang-layang di pikirannya seolah-olah terperangkap disana dan tidak bisa keluar dari sana selamanya.