Tadi pagi sebelum aku berangkat ke kampus mama kembali mengingatkan untuk membawa calonku—lebih tepatnya calon menantunya.Aku ini memang bodoh, seharusnya aku tidak mengatakan kalau aku mempunyai gadis yang bersedia menikah denganku. Dan sekarang aku terjebak antara mama dan perkataan ku sendiri.
Bagaiamana caranya meminta Shilla untuk melakukan hal bodoh seperti ini, berpura-pura menjadi calon istriku dan akhirnya terjebak dalam permainan konyol bin aneh ini.
Bagaimana kalau Shilla tidak mau?
Dan tidak mungkin kalau aku harus mencari gadis lain saat ini, sial! seharusnya aku memikirkan resikonya terlebih dahulu sebelum berucap.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Berpikir sebentar sebelum mendapatkan ide "kenapa aku tidak mencoba dulu sebelum membuat persepsi sendiri" tanganku bergerak mengambil ponsel dimeja nakas, dengan cepat aku mengetikkan sebuah teks dan mengirimnya pada Shilla, bagaimanapun aku harus mencoba kalaupun nanti gagal aku harus menerima resikonya.
+ + +
Di cuaca yang cerah ini, ada seorang gadis dengan hati mendung tengah duduk memandang langit cerah di balkon kamarnya.
"Kau tau langit, dewasa ini hidupku rasanya sangat menyedihkan. " ujarnya pada langit biru bersih tanpa awan, suaranya terdengar menyedihkan tertiup angin.
Matanya tak lepas dari langit biru cerah, seolah langit adalah kutub utara dan matanya kutub selatan. Saling menarik seperti magnet.
"Shilla" panggil seseorang dari arah pintu mengejutkan gadis bernama Shilla.
Gadis itu menoleh, dan mendapati ibunya berjalan kearahnya sambil tersenyum.
"Ada apa bu?" Tanya Shilla sambil menatap wajah cantik ibunya.
"Kamu baik-baik saja nak?" tanya wanita dengan tatapan teduh itu pada gadis di hadapannya. Ia tahu dan mengerti betul apa yang tengah mengusik pikiran gadis cantiknya itu, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa dibawah kuasa suaminya.
"Maafkan ibu," lirihnya "ibu ga bisa ngelakuin apapun untuk bantu kamu" lanjutnya dengan mata berembun.
Shilla mengalihkan pandangannya ke atas, kembali menatap langit biru cerah dengan matahari yang menyilaukan matanya.
"Shilla gapapa kok bu" ujarnya, "lagi pula Shilla juga ga bisa nentang kemauan ayah. Shilla bakal jalanin perjodohan ini, walau terpaksa" lanjutnya sambil menatap ibunya yang juga menatapnya dengan pandangan iba.
Farah menunduk, menarik tubuh putri cantiknya itu kedalam pelukannya. Berusaha memberikan sedikit energi positif agar putri kecilnya lebih tenang.
+ + +
Cakka duduk dengan perasaan gelisah di sebuah bangku taman yang berada di samping kantornya. Ia sedang menunggu Shilla yang ia kirimi pesan dari satu jam yang lalu.
Otaknya sedari tadi bekerja keras memikirkan apa yang harus ia katakan saat Shilla datang nanti. Yang jelas sekarang ia sedang bingung.
Untuk yang ke lima kalinya ia mengecek ponsel dan belum menemukan balasan dari Shilla. Bosan, Ia lantas berdiri dan mulai mondar-mandir sambil berbicara sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Menikah atau Dinikah Kan?" (Cakshill)
FanficKata-kata yang selalu saja terlintas setiap menit di kepalanya. Menikah atau dinikahkan? Kata-kata itu bagaikan Hantu. Melayang-layang di pikirannya seolah-olah terperangkap disana dan tidak bisa keluar dari sana selamanya.