Lima

78 4 0
                                    

"Jadi kak saya mau minta maaf soal yang kemarin" kata Ana mantap.
Bima hanya memandang Ana.

"Lalu apa untungnya aku kalau memaafkan mu?" Ana sekarang bingung, dia tidak mengira bahwa Kak Bima akan mengajukan pertanyaan tersebut.

"Hmmm... kak Bima bisa dapet pahala dan hidup tentram?" Ana menjawab dengan ragu. Tetdengar suara Bima tertawa kecil.

"Ok, kamu saya maafin tapi..."

waduh kok ada tapi nya, perasaan gue jadi gak enak nih. Batin Ana. Dia menanti kelanjutan perkataan Kak Bima dengan perasaan was was.

"...tapi kamu harus jadi wakil OSIS dan asisten pribadi saya selama satu bulan, karena wakil OSIS di sekolah kita sedang izin. Bagaima?" Tanya kak Bima. Ana yang mendengar itu seperti tersambar petir.

DUUUAARR!

Kan perasaan gue bener! Ada yg gk beres, terima gk yah... kalau gk pasti gue yang sengsara karena bersalah. Tapi kalau diterima gue juga yang sengsara. Ana sekarang tambah bingung. Kak Bima masih saja memperhatikan Ana santai, padahal sekarang Ana sedanv menimbang nimbang.

"Tapi hanya sebulankan?" Pertanyaan Ana dijawab anggukan Bima.

"Aku terima," itulah keputusan final seorang Ananda Octadiani.

"Mulai sekarang kamu jadi wakil OSIS dan asisten pribadi saya dan saya sudah memaafkan kamu. Oh iya kita belum berkenalan, Kenalin saya Bima Anta" kak Bima ngulurkan tangan nya dan dibalas jabat tangan dari Ana.

"Saya Ana."

Semoga saja ini tidak terlalu sulit!

***

Setelah pertemuan itu, Ana langsung kembali kekelasnya dan langsung disambut oleh kedua sahabatnya.

"Gimana? Kak Bima maafin kmu gak?" Tanya Intan.

"Iya gimana, Na? Lancar kan?" Tanya Nina.

"Ok... pertama  aku di maafin sama Kak Bima tapi... huh.... aku harus jadi wakil osis dan asisten pribadi kak Bima." Kata Ana sambik memasang ekspresi tak jelas maksudnya antara sedih, kesal dan senang?

"Asisten ya?" Gumam Intan.

"Berapa lama kamu harus menjalani ini" tanya Nina.

"Cuma sebulan kok" kata Ana pasrah.

"Ana yang sabar aja ya kami pasti dukung kamu" tak lama bel masuk pun berbunyi fan pelajaran selanjutnya dimulai.

****
Teeet....teeet....
Bel pulang sekolah berbunyi semua siswa berhamburan keluar dari kelas masing masing.

"Kami duluan ya Na," kata Nina dan Intan lalu pergi dari kelas, meninggal kan Ana sendirian dikelas.

"Kenapa cuma aku sendiri aja yang piket? Kemana tiga orang itu? Dasar pemalas" lalu Ana mulai menyapu kelasnya hingga bersih. Sebenarnya sih ada tiga orang lagi yg harus nya piket tapi memang dasarnya malas. Tinggal lah Ana sendiri.

****
"Dah selesai," kata Ana sambil menutup pintu kelasnya. Lalu Ana segera pergi dari sana dan menuju kerumahnya.

Namun saat di Ana sampai di gerbang sekolah, dia melihat seseorang yg sedang duduk di atas motor sportnya. Dan saat Ana mempertajam lagi pengelihatannya, Ana melihat bahwa orang itu adalah kak Bima!

Ana berpikir sejenak,bagaimana menghadapi orang ini. Dia sedang pemgen cepat cepat pulang kerumahnya.

Aaha.. criiing!

Sebuah bohlam lampu muncul di atas kepala Ana. Lalu Ana mulai melangkah kembali dan berpura pura tidak melihat kak Bima. Hampir sedikit lagi Ana keluar dari area sekolah, kak Bima sudah memergokinya.

"Hei, Ana!" Panggil kak Bima. Dengan berat hati Ana melangkahkan kaki nya kearah kak Bima.

"Ada apa kak?"

"Saya minta nomor telp kmu" dengan cepat Ana menyebutkan nomor telp nya.

"Kalau begitu bersiaplah untuk hari esok," kata kak Bima sebelum meninggal kan Ana didepan gerbang sekolah. Sebelum pergi tadi kak Bima pun menampilkan senyum misterius dan penuh arti.

Kira kira maksud dari senyumnya apa ya? Udah lah mending  aku pulang aja dari pada mikirin hal itu. Batin Ana. Ana pun pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki dan sampai di rumah dengan selamat.

****

To Be Continue

Mind to vote? Comment?

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang