Tiga Puluh

29 3 0
                                    


'Yang dikatakan Dio benar. Aku harus segera mendapatkan jawaban dari Ana. Kalau pun ditolak aku sudah siap. Aku sudah siap dengan segala kemungkinannya,'  batin Dino.

Dia berjalan dikoridor kampus dengan kecepatan diatas rata rata.

'Tekat ku sudah bulat. Aku sudah memikirkan hal ini selama dua hari dan apa pun yang terjadi aku sudah siap,'  batin Dino yakin.

Akhirnya dia sampai dikelas Ana. Dino menarik nafasnya dan menghembuskan nya berulang ulang sampai dirinya lumayan tenang.

Dibukanya pintu kelas dan diacarinya orang yang menjadi sumber dari gundah gulananya.

"Ana nanti setelah kelas mu selesai aku mau mengatakan sesuatu. Datanglah ke halaman belakang kampus. Aku menunggu mu disana,"

Ana mengangguk. Setelah mendapat jawaban, Dino langsung keluar dari kelas dan meninggalkan tanda tanya besar kepada Ana.

'Itu anak kenapa ya? kok buru buru banget,'  batin Ana bingung.

****

Sementara itu Dio dan Febi sedang melatih kekuatan mereka. Sudah tiga mangkok mereka habiskan. Febi tiga dan Dio tiga. Keduanya tidak ada yang mau mengalah.

"Hmm....liatmh sajma amkum akman menggalammmkan mu," kata Febi sambil mengunyah baksonya.

Dio yang tak mau kalah mempercepat makannya. Dan mereka pun berlomba lomba memakan bakso sebanyak mungkin.

Tiga menit kemudian.....

"Gue mual Pfff....," Febi langsung berlari ke Wc terdekat. Sementara Dio hanya bisa menyandarkam kepalanya dimeja kantin yang penuh demgan mangkok bakso mereka.

"Hahaha.... gitu aj- hik! A gak kuat. Gue dong- hik! gak kenapa kenap-hik! A tuh," kata Dio sambil cekukan. Tak lama sesuatu bergejolak diperutnya.

"Uweekh... gue mau muntah!" secepat kilat Dio menuju Wc terdekat.

****

Sesuai janji Ana datang ke halaman belakang kampus. Di lihatnya Dino sedang duduk di bawah salah satu pohon smabil memejamkan matanya.

Ana mendekat dan memerhatikan Dino. Angin membawa beberapa helai rambut pria itu. Melambai lambai bagai rumput tertiup angin.

"Akhirnya datang juga tuan putri," kata Dino sambil membuka mata dan memandang Ana.

"Ah hehehe maaf kalau lama," kata Ana kikuk. Bahkan dia tidak bisa tersenyum.

'Ada apa dengan nya?  Sepertinya ada sesuatu yang membebaninya,'  batin Dino.

"Ada apa Ana sepertinya ada hal yang mengganggumu?" Tanya Dino.

"Ah itu bukan hal penting. Jadi... apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Ana mengalihkan pembicaraan.

"Itu tidak penting. Sekarang kau harus ceritakan dulu apa masalah mu. Akan ku dengarkan. Ya itu terserah mu saja," kata Dino sambil memandang mata Ana.

Ana bimbang, 'haruskah aku ceritakan?' 

"Hmmm... baiklah. Instingmu masih tajam saja seperti dulu, hahaha," Ana diam sejenak. Dia menyandarkan punggungnya pada pohon itu.

"Sebenarnya itu hak sepele. Kk Bima bilang beberapa hari lagi dia akan pergi dari sini untuk menjalankan program beasiswa nya ke Jepang. Harusnya aku senang kan saat mendengar kabar ini dari... teman mu,"

Dino terdiam,'jadi tentang orang itu?' 

"Lalu?"

"Lalu entah kenapa aku malah... menangis dan tak mau berhenti, aku bahkan pernah berpikir untuk menghalangi nya agar tidak pergi. Tapi aku kan bukan siapa siapa nya dan juga bukankah kalau aku melakukan itu aku akan menjadi orang jahat karena menghalangi keinginan orang lain untuk belajar ditempat lain,"

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang