Tujuh Belas

36 2 1
                                    

Saat itu, hari dimana Ana pindah rumah untuk sementara. Ku pikir semua akan berubah, ternyata tidak sama sekali.

Bahkan dirinya masih saja melihat ke satu arah dan tak pernah melihat arah lain.

Ku pikir setelah Ana pergi, dia bisa berubah dan mulai melupakan gadis itu. Tapi perasaannya malah semakin kuat. Sekeras apa pun aku berusaha mendapatkan hatinya, itu selalu gagal.

Dia selalu mengedepankan Ana, selalu Ana yang dipikirkannya. Ana, Ana, Ana, dan selalu Ana.

Aku muak dengan hal itu.

****
Sudah dua hari semenjak kejadian itu dan sepertinya gosip itu pun sudah lenyap. Hal ini membuat Ana merasa lebih senang.

"Kalian boleh makan sepuasnya deh gue yang traktir," kata Ana di barengi oleh senyum merekah.

"Lo yakin? Perut gue kan perut karet, ntar uang lo abis sama gue doang lagi," kata Dio sambil mengelus perutnya.

"Iya juga sih.... tapi gak apa apa lah sekali sekali,"

"Ana sesama anak kos kita tahu kalau kita ini wajib berhemat jadi gak usah lah," kata Dino.

"Iya Na, emangnya dalam rangka apa sih? tumben tumbenan," tanya Febi sambil duduk disalah satu bangku kantin.

"Kan gosip tentang gue dan Dino dah ilang jadi gue seneng aja, anggep lah ini sebagai rasa syukur gue," kata Ana lagi dibarengi senyum.

"Gak usah lah.... lag-" perkataan Febi terpotong oleh suara gelas yang terjatuh.

PRAAANG!

Sebuah gelas jatuh tepat di samping meja kantin yang mereka tempati. Mereka semua kompak melihat pecahan gelas yang berserakan di lantai dan bersama sama melihat kearah orang yang berdiri disamping Febi.

"Rani," kata mereka kompak. Orang yang dipanggil hanya tersenyum.

****
"Maaf ya," kata Rani yang kini ikut duduk bersama mereka.

"Gak apa apa kok, tapi kenapa bisa jatuh?" Tanya Febi.

"Hari ini gue ngerasa lemas banget, kurang enak badan kayaknya," kata Rani kalem sambil memegang pelipisnya.

Mereka mengangguk lalu saling bertatapan. Febi menatap Dio dan Dio menggeleng, Dio menatap Dino dan Dino juga menggeleng, dan saat Dino menatap Ana, Ana mengangguk.

"Mmm.... Rani lo kalau kurang sehat kenapa gak pulang aja?" Tanya Ana. Rani menggeleng.

"Gak bisa Na, hari ini terakhir kumpul tugas dan gue juga ada urusan penting di kampus," kata Rani lagi.

Mereka mengangguk bersamaan lagi.

Ana, Dino, Febi dan Dio saling bertatapan lagi.

Aduh ngomong apa lagi?! Batin Ana.

Terserah lo deh ngomong apa aja, gue cuma ngangguk aja lah, Batin Dino.

Nih anak ngapain coba kesini? Nyasarnya jauh banget, huh... batin Febi.

Kalian pada mikir apa sih? Kok gue gak konek ya? Batin Dio.

Huuuu.... dasar lola sih, batin Ana, Dino dan Febi bersamaan.

"Kalian pada ngapain sih? Kok kalau gue liat dari mukanya kayaknya seru," tanya Rani.

Ana, Dino, Dio dan Febi kembali pada dunia nyata.

"Hehehe gak kok," kata Febi disertai senyum terpaksa.

"Oh iya lo-" perkataan Dio terpotong karena kehadiran seseorang ke meja mereka. Dengan kompak mereka menoleh kearah orang tadi.

"Kak Bima? Ada apa?" Tanya Ana.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Dino ketus. Rani memerhatikan perubahan sikap Dino.

Oh jadi ini yang nama nya Bima, keren juga. Jangan jangan Dino cemburu lagi, batin Febi sambil memasang pose berfikir.

Gak salah lagi! Ini pasti seru, gue harus singkirin orang nyasar ini, waah pasti seruuuu batin Febi lagi.

"Hahahahahaha," tawa Febi menggelegar disaat suasana canggung yang sedang berlangsung.

"Kenapa lo Feb?" Tanya Dino.

Febi hanya menggeleng sambil memberikan cengiran nya.

"Gue bisa pinjem Ana sebentar?" Tanya Bima tiba tiba.

Semua orang di meja itu melirik kearah Bima.

"Ngapain lo? Kalau gak boleh-" perkataan Dino terpotong oleh kalimat Febi yang langsung menyerobotnya.

"Boleh kok, boleh,"

"Makasih, ayo!" Ajak Bima sambil menggenggam tangan Ana dan membawanya pergi dari kantin.

Ana yang dibawa hanya bisa mengikuti saja.

Dino terlihat kesal, dilain sisi Rani yang memerhatikan perubahan sikap Dino hanya tersenyum penuh arti.

****
To Be Continue

Halooo... kita ketemu lagi. Pertama tama saya minta maaf jika ada kesalahan, mohon maaf lahir dan batin.

Selamat idul fitri 1437 H :-)

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang