4

1.1K 99 0
                                    

Author POV.

Rara dan Joshua sama-sama tidak sadar orang yang mereka maksud–yang berada dirumah sakit–adalah orang yang sama.

Dipikiran Josh saat ini hanya mengkhawatirkan Jane, sementara Rara bingung harus bersikap seperti apa saat bertemu dengan biasnya.

"Dia tinggal sendiri? Pantas saja berantakan sekali. Ah, apa aku harus membersihkannya? Hitung-hitung Star-Service," batin Rara.

Ia menuju dapur dan mulai mencuci peralatan masak dan makan—tapi hanya sedikit yang kotor, kebanyakan hanya bekas bungkus makanan yang sudah basi.

"Ew, benar-benar cowok," dengusnya.

Ia juga mengambil pakaian yang berhamburan di sofa, meja, dan lantai.
Juga pakaian yang ada dalam tumpukan kotor—memasukkannya kedalam mesin cuci.

Rara mengambil vacuum cleaner dan mulai bergerak dari ujung ruangan ke ujung yang lain.

"Ah, capek," ia menyapu keringat di kening dengan punggung tangannya.

Klik. Suara pintu terbuka.

Saat Joshua keluar dari kamar, ia terlihat kaget, "apa yang sedang kau lakukan?"

Rara tak kalah terkejutnya dengan Joshua, "tak ada," Rara tersenyum bodoh, lupa kalau ia masih memegangi vacuum cleanernya.

"Benarkah? Jadi bisa jelaskan apa yang terjadi disini? Dan kemana semua pakaian kotorku?"

"Hm? Menghilang?" jawab Rara polos.

Joshua tertawa. Matanya tertutup saat tertawa, inilah hal yang membuat Rara makin panik tiap kali melihat Joshua. Entah di televisi, bahkan langsung seperti ini.

"Terimakasih banyak, aku berhutang padamu," ucap Joshua.

"Tak masalah, aku hanya melakukan Star—" Rara langsung menutup mulutnya, lupa kalo ia harus berpura-pura tidak mengenal Josh.

"Star apa?" Josh bertanya.

"Star-thing, seperti melakukan hal baik cuma-cuma untuk orang lain," jawabnya asal.

"Kau sungguh baik hati."

"Memang," jawabnya sambil menyengir, ia bernafas lega.

"Mau pergi sekarang?"

"Boleh, kaja," Rara menjawab.

Mereka keluar dari apartment dan langsung menuju parkiran.

----

Rara POV.

Selama diperjalanan kami hanya mendengarkan beberapa lagu di radio dan ber–karaoeke–ria.

"Wow, suaramu bagus," aku memujinya.

"Benarkah? Aku tidak yakin, suara temanku jauh lebih bagus," jawabnya.

"Siapa temanmu?" aku memberinya umpan, berharap dia mau jujur kali ini tentang siapa dirinya. Untuk beberapa saat, ia hanya diam, terlihat jelas sedang berpikir akan menjawab apa.

"Kau tak akan mengenalnya lagipula," ia menjawab sambil tertawa.
Aku terpaksa ikut tetawa, "ah kau benar."

Dia masih belum mau jujur ternyata.

Kenapa dia bohong? Apa dia takut kalau aku akan memberitahu semua orang kalo dia sedang berada disini karna pacarnya kecelakaan? Ah, sepertinya benar begitu.

Tiba-tiba ponselku berbunyi.

Mama.

Astaga aku lupa memberitahu ia kalau aku sudah pergi bersama Josh.

I Married My Bias. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang