11

816 81 10
                                    

Woozi POV.

Aku terbangun ketika mendengar suara Jeonghan yang membuka pintu secara kasar.

"Kau sudah pulang," sapaku masih menutup mata. "Ya," jawabnya singkat.

"Perjalanan melelahkan?" tanyaku sambil mengeratkan pelukanku pada guling kesayangan.

"Tidak juga, Joshua tidak banyak membuat masalah. Sebentar lagi pasti beritanya segera hilang," jawabnya sambil mengeluarkan isi koper.

Aku menarik lagi selimutku, udara dingin membuatku ingin terus berada dibaliknya.

"Joshua membawa seseorang kesini," katanya tiba-tiba. "Siapa?" jawabku setengah bergumam.

"Fansnya," Jeonghan berjalan mondar-mandir sedari tadi meletakan kembali isi kopernya ke tempatnya semula.

"Untuk apa? Dia mau membokar rahasia kita, kalau sebenarnya kita sungguh pemalas dan jarang membersihkan rumah?" kataku sambil meregangkan badan.

Mataku masih terasa perih dan berat, aku baru sampai dorm beberapa jam yang lalu setelah pulang dari tempat latihan. Aku berada disana semalaman. Aku menendang selimut mencoba untuk bangun dari kasur yang terus menarikku seperti magnet.

"Kau mau kemana?" tanya Jeonghan.

"Mencari Joshua," jawabku melangkahkan kaki keluar pintu.

Kamar Joshua terletak diujung koridor, ia tidur sendirian disana. Sisanya mengisi tiap kamar masing-masing berisi tiga orang.

Tadinya Joshua berbagi kamar dengan Jeonghan, tapi semenjak mereka sering berbeda pendapat, kurasa Jeonghan lebih memilih untuk tidur sekamar denganku dan Seungcheol.

Tanpa mengetuk pintu, aku membukanya ingin segera masuk mencari Joshua. Tapi yang berdiri disana terlihat asing oleh mataku. Aku mengucek pelan mataku. Ia mengangkat wajahnya, membuatku bisa melihat dengan jelas—dia seorang wanita.

"Omo!" teriakku bersamaan dengan perempuan itu. "Maaf," aku menunduk dan langsung menutup pintu.

Aku memijat keningku karena kaget, pabo, harusnya benar aku ketuk dulu sebelum membukanya. Aku membalikkan badanku berjalan menuju tangga untuk turun.

"Hyung! Kau sudah bertemu wanita cantik diatas?" pertanyaan Dino tiba-tiba menyerangku yang baru menginjak lantai satu.

"Belum," kataku berbohong.

"Kau harus melihatnya, baru kali ini aku melihat Carat yang berasal langsung dari negara yang aku belum pernah kunjungi," katanya semangat. Aku membuka isi kulkas mencari susu cokelatku. "Nanti saja kalau dia sudah turun," jawabku.

Mataku naik-turun meneliti isi rak didalam kulkas. "Hya! Siapa yang meminum susuku?!"

Aku memutar badan dan menemukan Wonwoo yang asik menyedotnya sambil membaca buku disofa tanpa merasa bersalah. "Wonwoo! Kau sudah berhutang lima susu sekarang padaku," teriakku. "Catat saja," jawabnya santai. Aku mendecakkan lidah.

"Coupse, siapa yang pesan makan malam tadi?" tanyaku.

"Joshua yang memesankan, tenang, aku sudah bilang kau pasti mau kimchi dan Jjajangmyun," jawabnya.

"Ah, terimakasih," balasku.

Akhirnya aku hanya mengambil air putih dan menegaknya dalam sekali napas.

Ting. Tong.
Bel pintu berbunyi.

"Sebentar," teriakku.

"Dino-ya, tolong lihat siapa yang datang," perintahku.

"Hyung, aku sedang dalam battle penting sekarang, melawan rajanya," jawabnya.

"Aish," aku mengalah dan berjalan melihat siapa yang menekan bel. Aku mengintip dari lubang kecil di pintu siapa yang berada dibalik pintu. "Oh ahjussi, sebentar," kataku sambil membuka kunci pintu.

"Ini pesanannya," katanya. Aku menggapai bungkus plastik yang ia ulurkan. "Silahkan masuk dulu ahjussi, udaranya dingin," kataku menawarkan.nIa mengangguk dan ikut masuk kedalam.

"Cepat bayar!" teriakku ke seisi ruangan, mereka semua oberlarian menuju ahjussi melihat bill.

Aku meletakkan bungkusnya diatas meja, lalu mengeluarkan isi kotaknya satu persatu. "Aku makan," teriakku mengumumkan.

"Hya Jihoon! Bayar!" Hoshi berteriak kearahku.

Aku berdiri dan berlari kekamarku mengambil uang didalam dompet, lalu berlari turun lagi untuj memberikannya pada ahjussi.

"Biar aku yang bayarkan punya Rara," kata Joshua disebelahku.

Siapa Rara?

Ah sudahlah lagipula aku tidak peduli. Aku berjalan ke meja dan mulai memakan makananku.

"Hai Rara, makanannya sudah sampai," Joshua berbicara pada seseorang. Aku membalikkan badanku melihat perempuan berbadan mungil yang baru turun dari atas tangga.

"Ah iya, ayo makan," jawabnya.

Aku memperhatikan perempuan itu sejenak, ia melirik kearahku, lalu kami sama-sama membuang muka—malu karena ingat kejadian yang terjadi sebelumnya.

Saat makan, semuanya sangat tenang, tidak ada suara teriakan atau tawa yang keluar kencang-kencang. Sepertinya mulut kami hanya diam kalau sedang mengunyah makanan.

A/n:
Woozi stan mana suaranya🙌
Halo aku mau hiatus dulu ya, silahkan menikmati FF ku yang lain. Maaf kalau ceritanya mulai kurang seru:')
Jangan lupa ⭐️, juseiyyo.

I Married My Bias. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang