13

809 74 0
                                    

Joshua POV.

Aku membuka kotak yang kuterima dari Dino. Ah, dari wanita itu ternyata. Aku pikir ia sudah bisa melupakanku dan pertunangan yang batal terlaksanakan.

-----

Flashback.

"Kau mau pergi kemana?" teriaknya dibelakangku.

"Jauh, jauh darimu. Aku tak mau dijodohkan sepihak hanya karna orangtuaku mempunyai janji yang tak pernah aku mengerti," jawabku sambil terus berjalan.

Aku meninggalkan tempat makan malam yang sedang terlaksana di sebuah restoran bersama orang tuaku dan orang tua Mye Jin.

"Lalu apa yang harus aku katakan nanti pada orangtua kita?"

"Terserahmu, aku hanya ingin menemui Jane."

Aku bergerak keluar menuju parkiran dan masuk kedalam mobilku, menancap gas menuju rumahku. Aku mengepak beberapa pakaian dan pergi lagi menuju mobil—kali ini mengendarainya ke bandara.

Aku tau Jane pasti sudah mendengar tentang pertunangan ini dari Mye Jin yang selalu saja mencari celah agar aku dan Jane berpisah. Kali ini ia mampu membuatku dan Jane bertengkar hebat, menyebabkannya mengalami kecelakaan itu. Aku harus segera sampai ke Indonesia, sebelum aku terlambat.

-------

Aku terbangun diatas kasur, Rara masih tertidur disebelahku. Setelah perdebatan panjang semalam, kami memutuskan untuk tidur bersama—maksudku masih terpisah guling sebagai batas teritorialnya. Aku tersenyum mengingat kesepakatan konyol yang kami buat.

Selimut di badannya melorot turun, aku menariknya lagi sampai menyentuh dagunya. Ia bergerak merespon sentuhan selimut yang menyentuhnya. Aku meninggalkannya menuju kamar mandi.

"Hyung, aku duluan yang mengantri."

Dokyeom berteriak dibelakangku, aku menoleh kearahnya, "silahkan," kataku, ia menyengir dan langsung masuk kedalam kamar mandi.

Aku pergi menuju dapur dan melihat isi kulkas, masih ada roti dan kardus susu yang belum terbuka milikku. Sebenarnya ada banyak makanan di dalam kulkas, tapi itu milik member lain. Mana mungkin aku menggunakannya untuk tamu ku?

"Mau memasak sesuatu hyung?" tanya Minghao yang menyelinap kebawah lenganku ikut melongok kedalam kulkas dan mengambil selai cokelat untuk rotinya.

"Sepertinya hanya ada roti, mungkin aku akan membuatkan ia roti bakar saja," jawabku.
"Biar sekalian aku saja," tawarnya.
"Terimakasih banyak, biar aku yang membuat teh hangat untuk kalian."

Ia mengangguk dan kami mulai melakukan tugas masing-masing.bAku menuang teh kedalam cangkir dan menaruh roti yang dibuat Minghao ke nampan—lalu membawanya kedalam kamar untuk Rara.

Saat aku masuk, ia masih belum bangun juga. Aku menyeringai, meletakkan nampannya diatas meja disamping kasur.b"Ra, bangun," aku menggoyangkan tangannya.

"Iya ma, sebentar lagi," jawabnya masih dengan mata terpejam. Aku terkekeh mendengarnya memanggilku eomma.

"Hya, bangun, anak perempuan tidak boleh bangun siang," aku membuat suaraku terdengar seperti perempuan. "Aku libur maaaa," jawabnya lalu membuka mata. Ia mengerjap kaget dan menarik selimut sampai menutupi mukanya, aku tertawa melihatnya.

"Joshua-shi! Bisa berhenti mengagetkanku tidak?" tanyanya terdengar kesal.

"Maafkan aku, kau tak pernah bangun sendiri memangnya?"

"Ish, aku kan sedang libur. Kalau tidak juga aku pasti bangun pagi," jawabnya tak mau kalah.

"Haha sudahlah, cepat makan ini. Aku mau mandi dan bersiap untuk pergi ke studio. Kau mau ikut?"

Ia menarik selimutnya turun, lalu terlihat seperti menimbang-nimbang.n"Kalau aku disini saja bagaimana?" tanyanya.

"Semuanya pergi ke studio, kau yakin mau diam sendirian di dorm?" balasku.

"Ah yang benar saja, masa liburan masih harus bangun pagi juga."

Aku tertawa mendengar ocehannya, "yasudah, nikmati saja dulu sarapannya," kataku.

"Terimakasih," jawabnya.

Aku pergi mengambil pakaianku didalam lemari dan pergi menuju kamar mandi. Saat sudah selesai mandi, aku baru sadar kalau aku lupa membawa celanaku juga.

Hong Jisoo, kenapa harus saat ada perempuan dalam kamarmu? Kau pasti disangka laki-laki cabul.

Aku menggerutu merasa bodoh. Aku melilit handuk disekitar pinggangku, dan mengintip keluar dari balik pintu kamarku. Takut Rara melihatku yang sedang dalam kondisi menyedihkan.

Ah, dia tertidur lagi ternyata. Aku mengendap masuk dan langsung menuju ke lemari pakaian, lalu kabur lagi ke kamar mandi untuk mengenakannya—aku menghela napas lega.

Suara ketukan pintu mengagetkanku, "siapa di dalam?"

Oh, Wonwoo. "Sebentar," balasku.

Aku membuka pintu kamar mandi, dan pemandangan yang kulihat adalah baris antrian; Wonwoo, Dino, Jeonghan dan Jun.

"Hyung, aku kebelet pipis," Dino bergerak seperti cacing kepanasan. "Ah, maaf," aku keluar dari kamar mandi dan menggaruk kepalaku. Bukankah baru kurang dari semenit yang lalu aku masuk kesana? Ah, sudahlah.

Aku kembali ke kamarku untuk membangunkan Rara. Ah, aku punya ide. Aku berbaring disebelahnya dan menarik guling yang sedang ia peluk perlahan, tak lama ia meraba mencari dimana gulingnya—ia bergeser dan mulai memukul-mukul badanku, lalu memeluknya. Aku hanya diam tak bergerak, ikut memejamkan mata—aku juga tersenyum haha.

"Jisoo, ayo sarapan. Mobil jemputannya sudah datang." Seungcheol berteriak dari luar, membuat Rara ikut terbangun.

"Hyaaa, Joshua. Selalu saja kau," ia membalikkan badannya terlihat kesal.

"Maaf, sepertinya kami sudah mau berangkat. Tapi pasti Jun dan Seungkwan menyusul. Aku akan mengirimkan alamat studionya lewat pesan," kataku sambil bangun dan mulai bersiap.

"Hm," ia hanya menggumam. "Sampai jumpa," balasku lalu menutup pintu dibelakangku.

"Dimana Rara?" tanya Mingyu setelah aku sampai di ruang tamu.

"Masih tidur."

"Hyung tak ajak dia?" kali ini Vernon.

"Nanti ia menyusul."

"Sudah kau buatkan sarapan?" sekarang Seungcheol.

"Sudah tadi aku bawakan roti yang Minghao buat dan teh, kalian sudah sarapan?"
Mereka mengangguk bersamaan.

"Jun, aku titip Rara ya. Kalau dia masih belum bangun, biarkan saja, aku sudah mengirim alamatnya lewat pesan."

Ia mengangguk sambil mengunyah roti, pasti dia belum mandi—dia mendapat giliran terakhir karna membutuhkan waktu lama baginya untuk mandi.

"Dimana Seungkwan?" tanyaku.

"Masih dikamar, matanya terlihat sembab," Seokmin menjawab. Aku menganggukan kepala. Aku tahu pasti semalam ibunya yang menelepon.

"Ayo berangkat," Woozi mengumumkan. Kami semua keluar menuju mobil van yang terparkir berjajar didepan dorm. Ah, rasanya aku belum mau berpisah dengan dia.

A/n:
Halooo, bonus chapter karna ku ga tahan mau post(?)
Next nya hari Sabtu ok, gabisa besok aku lembur:"
Jangan lupa ⭐️, juseiyyo.

I Married My Bias. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang