21

575 40 5
                                    


"Josh,"

Mukanya tak menunjukan ekspresi marah, atau kesal.

Bagus? Tidak juga, justru sekarang aku malah sibuk menebak-nebak kenapa ia tak menunjukan satu saja, apa yang sedang ia rasakan.

Tapi, berdasarkan apa yang baru saja aku dengar saat ia mengoceh sendirian di dalam kamar mandi, pasti dia masih shock.

Hm, mungkin.

Setelah aku menjawab panggilannya, ia terlihat melamun sedari tadi. Aku mencoba memanggilnya lagi untuk yang kedua kali. Ia mengerjap sesaat lalu memalingkan muka dan melepas tangannya yang sedaritadi memegangi sebelah tanganku. "Anyi, aku lapar."

Ah, aku pikir ia akan mengatakan tentang apa yang terjadi hari ini. Kini gantian aku yang menarik tangannya menuruni pijakan anak tangga satu persatu menuntunnya menuju dapur.

"Pakai ini," celemek berwarna ungu pastel milik Hyun Rim kuberikan pada Rara. Aku mengenakan warna hitam milikku.

"Untuk apa?" tanyanya bingung tapi tetap mengikat tali celemek dipinggangnya.

Aku membuka pintu kulkas, mencari sesuatu yang mudah dimasak, beberapa bungkus ramyeon terlihat menggoda. "Memasak, memangnya apalagi?"

"Ck, kau saja yang masak, aku tak bisa."

"Yasudah duduk saja," ucapku sambil mulai menuang air kedalam panci dan meletakannya diatas kompor yang menyala. Rara melepas lagi celemeknya dan duduk dikursi tinggi dipinggir meja marmer. Ia menopang dagunya memperhatikanku.

Aku meliriknya sesekali, dan ia masih terus memperhatikan. Aku mencoba fokus untuk memasak, tapi rasanya ada yang salah jika ia terus melakukan hal itu.

Untuk sesaat ia hanya duduk diam seperti orang melamun, mungkin pikirannya sedang mengembara sekarang. Pikiranku juga sama kacaunya, kalau mungkin bisa membelah isi kepalaku menjadi dua, isinya pasti gumpalan awan mendung yang siap tumpah kapan saja.

"Josh,"

"Hm?" aku tak menengok kearahnya, aku masih terlalu sibuk membuka bungkus ramyeon lalu membuka bungkus bumbu dan menuangnya kedalam mangkuk.

"Apa," ia mendeham terdengar ragu melanjutkan kalimatnya, "apa kita benar-benar akan, hm, menikah?"

Deg.

"Kau berpikir apa yang terjadi tadi sungguhan?"

"Tidak, maksudku bukan aku berharap terlalu banyak. Aku cuma memastikan kau tak terlalu gila akan melakukan hal itu sungguhan."

Aku mematikan kompor dan memutar tubuhku menghadapnya.

"Kenapa kau matikan kompornya?" tanyanya.

"Aku ingin bicara sebentar," aku mengelap tanganku diatas celemek.

"Rara,"

"Ya?"

"Apa, kalau hal itu sungguh terjadi, kau mau menerima tawaranku?"

"Apa?!" suaranya menggelegar terdengar terkejut, "maksudku, apa kau yakin?"

Aku menggidikan bahuku, "Ya, setidaknya tak ada cara lain agar aku bebas dari Mye Jin."

"Bagaimana kalau hanya berpura-pura?"

"Maksudmu?" kali ini aku yang tak mengerti apa yang ia maksud.

"Aku hanya berpura-pura menjadi istrimu. Jadi selama disini, aku akan melakukan apapun drama yang akan kuperankan. Bagaimana menurutmu?"

----

"Menginaplah disini," tawar amma pada Rara. Aku mengangguk dengan senang hati, lagipula ada banyak kamar kosong yang bisa ia tempati disini.

"Tapi koper dan barang-barangku ada di dorm seventeen," ucapnya, "mungkin lain kali saja."

"Eonni, tak boleh, kau bisa pakai bajuku kalau mau," Hyun Rim terus menerus merengek meminta Rara untuk tetap tinggal. "Baik, baik, aku akan menginap malam ini."

Ya, Hyun Rim berhasil merayunya. "Yeay!" teriaknya semangat.

"Hyun Rim ayo kita beli cemilan, bagaimana movie marathon malam ini?"

Aku menengok ke si asal suara, ternyata Hoshi duduk diujung sofa sedari tadi. Aku sampai tak sadar keberadaannya. "Kau tak kembali ke dorm?" tanyaku padanya.

Hoshi menggeleng mengaitkan tangannya di pinggang Hyun Rim, "aku masih rindu dengan si kelinci."

Ucapannya membuatku menggidik geli tapi tertawa melihat tingkahnya yang menjijikan itu pada adikku. Aku yakin kalau Hoshi tak akan mungkin menyakiti adik satu-satunya yang kumiliki itu.

Aku tahu aku salah menyembunyikan Hyun Rim dari awak media, tapi aku tak mau ia terjun ke dunia entertainment sepertiku. Ia juga lebih memilih sekolah untuk melanjutkan cita-citanya seperti eomma, menjadi seorang dokter.

"Iya, oppa Hoshi akan menginap disini," tambah Hyun Rim yang membalas pelukan Hoshi.

"Tidak, tidak boleh, pulang saja sana," usirku padanya.

"Ah, hyung, ayolah, kau tampak tampan mengenakan kaus dan celana panjang itu."

Matanya mengerjap-ngerjap genit mencoba menggoda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya mengerjap-ngerjap genit mencoba menggoda. Mana mungkin aku terpedaya oleh gombalan seorang laki-laki?

"Ah, baiklah, malam ini saja," jawabku akhirnya.

Seisi ruangan berteriak, walaupun hanya kami berempat—karena eomma sudah kembali ke kamarnya—rasanya seperti berisikan lusinan orang.

Aku tak tahu apa yang akan terjadi besok, tapi untuk malam ini, aku ingin menghabiskannya tanpa rasa khawatir apapun.

I Married My Bias. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang