10

740 80 10
                                    

Rara POV.

Aku mendeham keras-keras menarik perhatian mereka. Aku tahu ini akan berhasil, karena suaraku tidaklah berat—tentu karena aku perempuan, mereka serentak menolehkan kepalanya kearah pintu, kearahku berdiri lalu menatapku heran.

"Nugu?" kata Seungcheol sambil berdiri meletakkan bungkus makanannya diatas meja.
Hoshi menekan tombol pause pada stick, semua menghentikan kegiatan mereka masing-masing.

Aku membungkukkan badanku dihadapan mereka. "Selamat malam, maaf menggangu," ucapku sambil membungkukan badan memberi salam pada mereka.

Joshua menghampiriku dan berdiri bersebelahan. "Dia Rara, temanku dari Indonesia," ujarnya, "apa kalian keberatan?"

Mereka terlihat bingung sejenak, lalu Seungcheol menghampiriku. "Perkenalkan namaku Seungcheol," katanya.

Aku terkekeh, "ya, leader Scoups."

"Kau pasti mengenal kami," ujarnya sambil tersenyum. Aku tertawa mendengar apa yang ia katakan.

"Dokyeom disini," teriaknya sambil melambaikan tangannya ditempat ia duduk.

"Hoshi," suaranya memperkenalkan diri sambil tersenyum, matanya menghilang saat ia tersenyum. Sungguh ciri khas seorang 10:10.

"Halo nuna, Lee Chan," Dino tersenyum manis kearahku. Seungkwan masih berbicara ditelepon tak ikut menyapaku.

Aku berkata menghentikan mereka semua sebelum mengenalkan diri mereka masing-masing lebih lanjut. "Sudah-sudah, aku hapal nama kalian sampai tanggal lahir kalian, tenang saja," jawabku spontan. Aku menutup mulutku dan menundukkan wajahku merasa malu, mereka tertawa mendengar dan melihat apa yang baru saja aku lakukan.

Bagus, aku mempermalukan diriku sendiri. Hah Rara, yang benar saja.

"Kau mau makan malam?" tanya Joshua.

"Boleh," jawabku.

"Hubungi delivery ahjussi saja," kata Seungcheol.

"Okey," Joshua pergi mengarah ke telepon rumah yang tergeletak sembarangan diatas meja.

"Silahkan duduk," kata Minghao menawarkan. Aku tersenyum dan duduk disebelahnya—mataku masih mengekor memperhatikan Joshua. Joshua berjalan mondar-mandir menanyakan satu persatu pesanan anggota lain. Yang terakhir, ia menanyakan apa yang aku ingin makan. "Jjajangmyun," kataku bersemangat mencoba makanan yang belum pernah kucoba langsung dari negara asalnya.

Setelah Joshua selesai memesan dan menutup telepon, ia berlari ke lantai atas. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan.

Aku duduk diam, ikut menyaksikan pertandingan Soonyoung versus Seokmin yang masih berlangsung seru.

"Kau harus mentraktir makananku malam ini kalau kalah," kata Hoshi sambil menyeringai lebar.

"Belum garis finish hyung, kalau kau yang kalah belikan aku tteokbokki," katanya memiringkan badannya seraya mobil dilayarnya bergerak kearah kanan.

Tak lama kemudian Joshua turun kembali menghampiriku, "kau mau mengganti bajumu?" tanyanya. Aku mengangguk, "biar aku bawakan barangmu ke kamarku," katanya.

Ia meraih koper dan tasku yang tergeletak diatas lantai. "Tak usah, biar aku saja," aku menahan tangannya.

"Tak apa," ia langsung mengangkatnya dan berlari menaiki anak tangga—aku mengekor dibelakang.

"Maaf kalau berantakan, aku sudah coba bereskan sedikit tadi," katanya sambil meletakkan barangku diatas kasur. Mataku menjelajahi kamar itu, berputar mengelilinginya, pengharum ruangannya menyebarkan vanili lembut.

Aku tertawa, "tenang saja, ini bukan pertama kalinya aku melihat ruanganmu berantakan," jawabku. Ia menutup mukanya dengan sebelah tangan sambil tertunduk. "Jangan bilang begitu, aku sudah berusaha," katanya sambil tersenyum malu.

"Boleh aku berganti pakaian sekarang?" tanyaku.

"Ah, silahkan," ia berbalik badan dan keluar menutup pintu dibelakangnya.

Aku membuka koperku, mencari pakaian yang santai tetapi tetap hangat. Pilihanku jatuh pada kaus tangan panjang berbahan tebal dan sweater berwarna abu-abu kesayanganku.

Aku membuka jeansku, menendangnya malas karena terlalu sempit diujung, lalu memasang legging hitam tebal. Aku sudah setengah membuka bajuku sebelum pintu tiba-tiba terbuka, menampakkan laki-laki yang tingginya hampir sama denganku.

"Omo!" teriak kami bersamaan. Aku langsung menutup lagi badanku yang hampir terbuka dan terduduk diatas kasur mengamatinya yang masih sama terkejutnya denganku.

"Maaf," katanya sambil menunduk lalu menutup pintu.

Mataku berkedip-kedip seperti kelilipan, apa aku salah lihat? Itu benar Lee Jihoon kan? Wah, aku diintip oleh biasku sendiri. Haruskah aku senang, atau malu?

Aish, yang benar saja Rara.

A/n:
Sampai jumpa👋😂
Next? Jangan lupa ⭐️, juseiyyo.

I Married My Bias. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang