5

980 85 2
                                    

Jeonghan POV.

"Vernon, minta jemput saja pada Joshua, kita tidak tahu jalan disini."

Aku membuka kacamataku, cuacanya sangat panas siang ini.

"Hyung, kalau nanti ia marah bagaimana?"

"Tidak, dia tidak akan marah. Tapi jangan bilang kalau aku juga ikut denganmu, kalau dia tahu aku ikut, mungkin dia baru akan marah," jawabku.

"Kenapa begitu?" tanyanya terdengar penasaran.

"Kemarin aku mengomelinya."

Ia tertawa sambil mengeluarkan ponselnya.

"Ayo kita beli minum, aku haus sekali," aku menarik koperku, lalu pergi menuju salah satu coffee-shop.

"Hyung tolong pesankan aku latte, aku mau mencari tempat duduk."

"Alasan, bilang saja kau tidak mau mengantri."

Ia menyeringai lalu memberikan selembar uang dan pergi mencari tempat duduk.

"Sudah kau telfon Joshua?" tanyaku sambil duduk diseberangnya.

"Belum, aku baru dapat sinyal."

"Cepat, aku capek sekali, rasanya ingin merebahkan badanku," protesku lalu menyesap minuman dingin yang kugenggam.

"Sabar, sabar," jawabnya.

Ia menempelkan ponsel ke telinganya, "hyung? Kau ada dimana?" tanyanya lalu mengaktifkan loudspeaker.

"Di apartment, ada apa?" jawabnya dari seberang sana.

"Bisakah kau menjemputku?"

"Apa? Memangnya kau ada dimana?"

"Hehe aku di Indonesia sekarang," jawab Vernon sambil menyeringai.

"Apa yang kau lakukan? Dengan siapa kau kesini?" sembur Joshua.

"Bersama Jeonghan hyung, bisakah kau menjemput kami sekarang? Tolonglah hyung."

Aku melemparkan tatapan sinis ke Vernon, lalu berkata tanpa suara.
"Kenapa kau memberitahunya?!"
"Tidak apa-apa tenang saja," balasnya.

"Baik, tunggu disana," jawab Joshua.
Aku menghela napas lega.
"Oke, terimakasih hyung," jawab Vernon bersemangat.

"Hya, untung saja ia mau menjemput kita. Kalau tidak, pulang saja kita ke Korea."

Ia hanya tertawa lalu menyisip lattenya.

-----

Joshua POV.

Setelah sampai, aku memakirkan mobil lalu menghubungi Vernon.

"Aku sudah sampai, kalian dimana?" tanyaku sambil memasang kacamata hitamku.

"Moonbucks," jawabnya.

"Oke," aku keluar dari dalam mobil lalu melangkahkan kaki kedalam bandara.

Aku tidak tau apa tujuan mereka kesini. Tapi yang aku tau pasti—manajer mungkin—mengirim mereka agar media tidak curiga dengan apa yang aku lakukan disini.

Vernon melambaikan tangannya kearahku, aku bergegas menuju tempat mereka duduk.

"Mau langsung pergi atau masih ingin disini?" tanyaku sambil duduk.
"Sebentar lagi, kopiku belum habis hyung," jawab Vernon.

Jeonghan hanya diam, sibuk dengan ponselnya, tak menghiraukan kedatanganku. "Jeonghanie, ada apa denganmu? Harusnya aku yang bersikap seperti itu," kataku ketus.

I Married My Bias. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang