12

843 75 6
                                    

Rara POV.

Mereka tergeletak tertidur diatas sofa, sebagian sudah kembali ke kamarnya. Tapi Joshua masih duduk memainkan ponselnya. "Kau tak tidur?" tanyaku memperhatikan wajahnya yang terlihat sempurna tanpa cela. Hanya kantung matanya yang menggantung mengganggu keindahan itu.

"Tidak, belum mengantuk," jawabnya sambil terus mengetikan sesuatu di ponselnya.

Aku bangkit berdiri, memasukkan bekas sisa kotak makanan para anggota kedalam plastik besar lalu mengikatnya.

"Dimana aku harus membuangnya?"
Ia menolehkan kepala lalu bangkit berdiri.
"Biar aku saja," katanya sambil mengambil plastik yang sedang kupegang.

Aku memungut bekas piring dan gelas yang kotor menuju bak cuci piring.

"Mau apa kau?"

Tiba-tiba ada suara orang bertanya, aku berjingkat terkejut, untung saja tak ada yang jatuh. Aku menengokkan kepala. "Ah Woozi-shi," kataku menyapa. Aku tidak tahu kalau dia sedang duduk dimeja persegi kecil dalam dapur.

"Formal sekali," katanya masih menatap layar laptopnya. Aku melihat banyak sekali aplikasi yang sedang terbuka.

"Maaf Woozi, aku mau mencuci piring," kataku.

"Ah jangan, Woozi-shi saja."

Aku menggigit bibirku menahan kesal lalu pergi kearah bak cuci piring. Aku mulai mencucinya satu-satu, Joshua menghampiriku dan berdiri disebelah membantu membilasnya.

"Terimakasih," kataku.

"Harusnya aku yang bilang begitu," balasnya.

"Haha, tak perlu, aku yang menumpang disini."

"Selesai," katanya. "Duduklah dulu dikursi, aku akan mengambilkan minuman."

Aku menurut dan dengan canggung menatap Woozi yang masih bergelut dengan macbooknya, lalu duduk dikursi disebelahnya.

"Siapa yang menyuruhmu duduk?" tanya Woozi ketus tiba-tiba. Aku menggaruk kepalaku, "Joshua yang menyuruhku."

Joshua duduk diseberangku, mengulurkan minuman soda. "Kau tak minum soju kan?" tanyanya. "Tidak, terimakasih," jawabku.

"Joshua-shi, lirikmu sudah selesai kukerjakan. Besok kita mulai berlatih," kata Woozi.

"Baik, aku mendapat banyak part?"

"Lumayan, lagu yang ini khusus dinyanyikan vocal team."

Joshua menganggukkan kepalanya, "baiklah," jawabnya.

Woozi menengok kearahku. "Jangan bocorkan informasi apapun yang kau dengar," katanya ketus.

"Informasi apa? Lagipula aku malas membocorkan hal yang tak penting," kataku lalu menenggak minuman dari dalam kaleng.

"Aku tak yakin," balasnya.

"Hya, simpan saja sendiri informasi itu dan umumkan di media sosial atas namamu. Pasti mereka lebih percaya dibanding aku yang bukan siapa-siapa."

Joshua hanya tertawa melihat aku dan Woozi beradu mulut. "Sudah cukup, Woozi, kenapa harus curiga seperti itu?"

"Tau, aneh sekali," kataku ketus.

"Hya, apa katamu tadi?" balasnya tak kalah ketus.

"Aneh, a-n-e-h," aku memperjelas. Ia menutup macbooknya lalu berjalan meninggalkan dapur. Aku memperhatikan bingung. "Dia benar-benar aneh," kataku sambil menggelengkan kepala dan mendecakkan lidah.

I Married My Bias. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang