1.2

355 19 1
                                    

Tiga gadis berjalan di koridor memakai baju seragam berwarna merah dan rok berwarna hitam. Mereka adalah murid dari Akademi Ras Human. Akademi Ras Human adalah tempat dimana para manusia mengembangkan bakatnya dalam mengolah tenaga dalam berupa cakra, dan sebagai pelatihan bagi Ras Human untuk menghadapi ancaman dari ras lainnya.

"Fiuh... aku rasa mulai sekarang aku harus mencatat matahari sebagai salah satu musuhku."

Gadis berambut lurus hitam sebahu itu mengusap dahinya yang berkeringat lalu menulis sesuatu di buku catatan kecil yang ia genggam.

Sementara gadis berambut hitam sepunggung yang bergelombang diujung rambutnya, berjalan di sebelahnya melihat dan tak kuasa menahan rasa heran.

"Eliana, apa memang harus dicatat hal kecil seperti itu? Kau merasakannya tidak sendirian tapi aku tidak menganggapnya sebagai musuh."

Eliana menutup bukunya dan berdecak beberapa kali sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Kau tidak tahu apa-apa Charlotte. Semua yang merugikanmu harus kau ingat selalu dan apabila ada kesempatan untukmu segeralah tikam balik dia."

Eliana dengan samangat mempraktikkan gerakannya mencoba menusuk-nusuk menggunakan buku yang ia genggam.

Charlotte tersenyum kecut melihat tingkah temannya.

"Masa? Kalau begitu tunjukkan padaku bagaimana kau melakukannya. Cepat keluar dan tikam matahari sana."

"Mustahil!"

Eliana manatap tajam Charlotte, sementara Charlotte membuang wajahnya dengan lirikan mata merendah.

"Pastinya."

"Tidak, tidak, tidak. Itu bukan seperti apa yang kau pikirkan. Yang ku maksud sekarang ini mustahil bagiku untuk keluar tanpa perlindungan dari teriknya sinar matahari langsung. Bisa-bisa aku jadi mayat hidup."

"Ah jangan khawatir. Aku pasti segera membunuhmu untuk meringankan penderitaanmu itu."

"Jahatnya."

Eliana cemberut dan menggembungkan pipinya. Melihat reaksi Eliana, Charlotte tersenyum kecil.

"Tapi ya selama kau berada di air bukankah kau tidak akan mengering. Misalnya seperti tempat tujuan kita saat ini."

Mendadak Eliana menyeringai seakan ia telah melupakan dari rasa kecewanya.

"Benar juga. Baiklah, sekarang adalah waktu yang tepat untuk menunjukkan keahlianku kepadamu."

Eliana mempercepat laju kakinya hingga melewati seorang gadis berambut pirang panjang dihiasi bando merah melingkar dikepalanya yang berjalan satu langkah didepannya.

"Nathania, aku akan kesana duluan, dadah."

Nathania hanya mengangguk tanpa ekspresi seakan tak peduli dengan apa yang ingin dilakukan Eliana.

Eliana sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu. Ia sepertinya telah terbiasa dengan sikap Nathania. Eliana tersenyum sembari melambaikan tangan lalu bergegas berlari ketempat tujuannya.

Charlotte berjalan disebelah Nathania sambil terus memandang Eliana yang semakin menjauh.

"Eliana bertebaran semangat seperti biasanya tapi tetap saja dia selalu berisik."

Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Nathania. Dia kembali hanya mengangguk.

Charlotte memandang sikap sikap membisu Nathania. Ketika itu juga Charlotte tak sengaja melihat tangan Nathania yang penuh dengan luka gores.

"Nathania, apa kau tidak terlalu keras berlatih?"

Nathania mengangkat tangan dan memperhatikan luka-luka itu. Ia mengepalkan tangan seolah meyakinkan bahwa luka itu bukan masalah baginya.

Senjata Pembunuh TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang