Kevin berdiri dan bersolek didepan cermin memperhatikan rambutnya. Berputar-putar kanan kiri terus menerus begitu teliti seakan tidak ingin ada kesalahan.
"Bagaimana?"
Nadine mempertanyakan sikap Kevin yang masih sibuk melihat rambutnya.
"Lumayan. Lebih baik dari pa-"
"Kyuuyukk kruyyukk kyuuuuttt"
Perut Kevin berdendang keras menyerukan hasrat kelaparan yang ia derita. Mendengar itu wajah Nadine menjadi kusut. Kevin memegang perutnya sambil menahan rasa malu. Ia mengangkat tangan dan mengutarakan permohonan.
"Boleh aku minta makanan. Jujur aku lapar sekali."
Nadine menghela nafas panjang lalu melihat Patricia yang hampir selesai memungut berkas-berkas.
"Patricia tinggalkan itu dan tolong kau ambil makanan di kantin. Bilang saja nanti aku yang membayarnya."
"Hm? Kenapa? Apa kepala sekolah masih lapar?"
"Sudahlah cepat ambil saja jangan banyak omong!"
"B-baik!"
Patricia meletakkan berkas-berkas yang ada ditangannya diatas meja dan segera pergi melaksanakan perintah Nadine yang kesal seakan tak ingin menunggu lebih lama lagi.
"Terima kasih ya."
Kevin tersenyum lebar sambil mengacungkan jempolnya.
"Aku tidak perlu itu. Gantikan pekerjaannya, jangan berpikir aku akan memberimu makan secara gratis."
"Siap bos!"
Kevin mengangkat tangan memberi hormat lalu bergegas menggantikan pekerjaan Patricia. Satu persatu kertas Kevin pungut. Ia sedikit membaca kertas-kertas itu yang penuh dengan tulisan.
"Apa yang kau pikirkan Nadine? Menjadi kepala sekolah dan berurusan dengan laporan-laporan seperti ini bukanlah gayamu."
"Kau benar."
Nadine duduk di kursi meja kerjanya. Ia menyandarkan tubuhnya dan menengadahkan kepala melihat langit-langit.
"Sebenarnya aku tidak ingin tapi mau bagaimana lagi? Siapa yang dapat mengerjakan semua ini selain aku. Lagi pula aku menjadi kepala sekolah seperti ini bukan tanpa tujuan."
"Memangnya apa yang kau harapkan?"
"Seperti yang kau tahu aku tidak muda lagi. Sudah saatnya aku memberikan senjata pembunuh Tuhan ini untuk generasi muda selanjutnya."
Tiba-tiba cahaya berwarna merah keluar dari tangan Nadine dan muncullah pedang berwarna merah menyala. Itu adalah senjata pembunuh Tuhan miliknya. Pemilik senjata pembunuh Tuhan dapat menyimpan senjata miliknya didalam tubuh karena senjata itu telah menyatu kedalam jiwa pemiliknya.
"Kau juga menyadarinya bukan? Aku tidak sekuat dulu. Itu karena sirkulasi cakra didalam tubuhku tidak dapat beredar dengan baik sejak aku menderita luka fatal setelah melawan penjaga gerbang langit. Walaupun membutuhkan waktu yang lama namun akhirnya aku bisa disembuhkan kecuali luka dalamku dan seperti inilah hasilnya."
Kevin mengambil kertas terakhir lalu berjalan menuju meja kerja Nadine dan meletakkannya.
"Walaupun begitu aku rasa kau masih lebih baik dibandingkan yang lain."
"Tidak Kevin, semakin lama manusia semakin rapuh. Sekuat apapun manusia, manusia akan terkalahkan oleh umur. Hal itu tidak dapat dihindari. Aku harus cepat memberikan ini kepada generasi selanjutnya sebelum aku mati."
Nadine memandangi pedangnya yang mengkilap terkena sinar matahari yang menerobos dari jendela.
"Karena kau berkata seperti itu aku jadi semakin yakin kalau kau sudah jadi nenek-nenek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senjata Pembunuh Tuhan
FantasyDi suatu dunia dimana wilayah yang dihuni oleh 7 ras yang terus saling berperang dengan tujuan memperluas wilayah mereka. Disaat perang terus berlangsung tanpa pernah menemui sebuah perdamaian, disaat itu juga Tuhan menurunkan sebuah senjata disetia...