2.1 Keturunan Darah Iblis

350 13 11
                                    

Saat hari menjelang siang, terdengar langkah dua pasang kaki berjalan berdampingan menyusuri koridor yang sunyi. Kaki yang kurus memakai rok selutut, memperlihatkan betisnya menggunakan sepatu hak tinggi berjalan dengan elegan nan anggun memaparkan wajah tegas. Sementara yang satunya berjalan dengan hati-hati sembari terus mengedarkan matanya melihat sekeliling.

Dinding berwarna coklat gelap dengan ukiran batik mengiringi langkah mereka layaknya pemandu sorak. Di dinding sebelah kanan terdapat kaca-kaca besar yang memaparkan keindahan taman akademi ras human. Sementara di dinding sebelah kiri berjejer pintu-pintu besar ruang kelas.

Sekarang ini para murid akademi human sedang melaksanakan aktifitas belajarnya di dalam kelas. Wajar apabila di koridor saat ini hanya ada Nadine dan Kevin.

Beberapa kali Kevin mengintip dibalik jendela ruang kelas yang ia lewati. Setiap melihat apa yang ada didalamnya, Kevin selalu bergumam sendiri. Hal itu membuat Nadine bertanya-tanya.

"Apa kau gugup, Kevin?"

"Hm? Tidak juga."

"Yang benar? Lantas apa yang membuatmu tidak bisa tenang."

"Bukan begitu, aku hanya ingin melihat bagaimana cara guru mengajar secara formal."

Apa yang Kevin katakan tidaklah salah. Namun apa yang Kevin tampilkan dari segi penampilan membuat Nadine merasa ragu. Pakaian yang dikenakan Kevin menarik perhatian Nadine akan hal itu.

Nadine menaikkan sebelah alisnya, lalu berkata:

"Nah, kau mengerti itu. Tapi mengapa seragam guru yang seharusnya berwarna putih menjadi gelap seperti itu."

Kevin memperhatikan seragam yang ia kenakan seraya menarik sedikit seragamnya.

"Ah, aku tidak suka warnanya. Itu bukan gayaku."

Nadine menghela nafas berat mendengar hal itu dan mengeluh.

"Sejujurnya aku tidak melarangmu melakukan apapun yang ingin kau lakukan, dengan syarat tetap mematuhi peraturan. Jadi, jangan mengubahnya sesuka hatimu."

"Ayolah ini hanya warna, tidak ada sangkut pautnya dengan proses belajar mengajar. Aku pastikan itu."

"Lakukan sesukamu. Aku sudah tidak ingin mendapat masalah lagi."

Nadine pun menyerah sembari memijat kepalanya.

"Terima kasih."

Kevin tersenyum puas penuh kemenangan.

"Lalu, apa kau suka tempat tinggalmu yang baru? Dari wajahmu yang ceria sepertinya tidak ada keluhan apapun."

"Aku percaya kau tahu bagaimana seleraku. Jika itu tak layak, aku sudah merengek dari awal, tahu?"

"Sudah kuduga."

Nadine tersenyum getir membayangkan bagaimana jika Kevin mulai merengek kepadanya. Baginya, walaupun Kevin telah berumur banyak, ia masih memiliki sifat kekanak-kanakan.

"Tapi, ada sesuatu hal yang menggangguku."

"Apa itu?"

"Bukan masalah besar, hanya saja..."

Nadine menjadi penasaran ketika Kevin meletakkan tangan di dagu seolah sedang berpikir. Bagaimana Kevin terlihat serius memikirkan apa yang mengganjal dibenak pikirannya. Dan Kevin mulai bertanya.

"Bisa kau beritahu aku, Nadine. Apakah ada manusia yang pernah pergi ke neraka sebelumnya?"

Nadine begitu terkejut mendengarnya dan tanpa sadar ia pun menghentikan langkah kakinya.

Senjata Pembunuh TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang