PART KELIMA : kedai irama buka
***
***Mobil silver milik Rama mengarungi jalan kota yang padat. Suara radio yang sedang memutarkan lagu History milik One Direction di mobil itu terus mengalun indah.
Ira ingin sekali bernyanyi mengikuti lirik lagu itu, mengingat dirinya sangat suka grup band asal Inggris-Irlandia itu akhir-akhir ini. Tapi, ia masih malu karena kejadian tadi. Mengapa ia berani-beraninya memeluk Rama dengan tiba-tiba?
Dimana ditaruh muka Ira sekarang?
Dimana Ira yang malu-malu?
Dimana Ira yang...
Ah, pertanyaan-pertanyaan di pikirannya itu membuatnya semakin bingung.
Ira hanya melihat ke kiri. Tidak berani menghadap kanan, dimana di kanan Rama yang sedang menyetir.
Ira pikir, Rama pasti akan mengiranya jalang yang seenaknya saja memeluk orang yang baru saja dikenal beberapa hari.
Dipikiran Ira juga pasti Rama mengira dirinya perempuan yang suka modus, seperti kata-kata remaja jaman sekarang.
Huh, padahal aslinya Ira kebalikan dari itu semua.
Rama melirik Ira sekilas melalui ekor matanya. Gadis itu terlihat gelisah. Sedari tadi ia menghadap ke jendela sebelah kiri. Apa tidak sakit lehernya terus mereng begitu?
Lagi-lagi Rama bingung. Harus bagaimana dirinya sekarang? Memecahkan keheningan yang sudah tercipta sejak tadi? Itu bukan Rama banget.
Rama memegang stirnya erat-erat.
"Lo sekolah di mana?" Bagaimana bisa pertanyaan itu yang meluncur keluar dari mulutnya? Untung masih pertanyaan normal. Jika Rama bertanya seperti... ngapain lo meluk gue tadi? Mungkin itu pertanyaan yang bisa dibilang abnormal.
Lupakan tentang pertanyaan normal dan abnormal. Lanjut ke topik.
Ira akhirnya menoleh, "hmm..., aku di SMA Mentari. Bukannya aku udah kasi tau kamu ya kemarin?"
Mampus, deh.
Ternyata pertanyaan lo sekolah di mana? termasuk ke pertanyaan abnormal.
Sekarang Rama yang diam. Rama harus bagaimana? Argh! Sangat menyebalkan! Mulutnya aneh, padahal dalam otak Rama sudah menyuruh mulutnya untuk lebih baik diam. Tapi mulutnya mengeluarkan pertanyaan seperti itu.
Mulut dan otaknya itu seperti televisi dan remote. Otaknya sebagai remote yang bisa mengatur apa yang diinginkan, sedangkan mulutnya sebagai televisi yang rusak dan malahan menampilkan yang tidak diinginkan.
Kira-kira seperti itu.
Rama tersenyum dalam hati ketika dari mobilnya sudah terlihat jelas spanduk kedai irama. Artinya, ia akan bebas dari suasana yang menurutnya mencekam di mobilnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kedai Irama
Teen FictionRama suka kopi hitam, tetapi kulitnya tidak hitam. Rama dulu suka ke kafe, tetapi semenjak ke Kedai Irama, ia lebih suka ke Kedai itu daripada ke kafe langganannya dulu. Menurut Ira, Rama itu seperti riddle. Sulit ditebak. Menur...