dua belas - jangan katakan lagi

55 4 2
                                    

PART KEDUA BELAS : jangan katakan lagi

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

"Apa, Ram ...?" Tanya Ira lemas, entah kenapa firasatnya mengatakan kalau kabar ini adalah kabar buruk.

Suasana mobil Rama hening. Rama hanya diam dan sesekali membuang napasnya dengan berat melalui mulut.

"Rama?" Panggil Ira pelan.

"Sebelumnya gue minta maaf." Ucap Rama, datar.

Ira mengernyitkan keningnya, heran dengan jawaban Rama. "Apaan sih?"

"Kita ke kedai lo dulu, mau?" Rama berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

Ira mengangguk. "Iya. Tapi, gak ada ibu sama bapakku di kedai. Mereka ke Jakarta."

Muka Rama berubah muram. "Ya. Gue tau."

Ira tahu. Ada yang ingin dibicarakan oleh Rama tentang 'suatu kabar' itu. Dan Rama belum siap memberitahukan hal itu ke Ira. Ira tahu itu.

Di perjalanan, Ira hanya diam. Banyak pikiran yang memenuhi otaknya. Begitu pun Rama yang sangat sulit untuk membicarakan tentang suatu kabar itu ke Ira.

Rasanya bibir Rama terkunci.

Terkunci dengan tatapan memelas Ira yang membuatnya tak ingin memberitahu sekarang kabar itu.

Rama tak kuat melihat Ira nantinya menangis karena kabar itu, mengingat gadis pendiam itu sangat cengeng.

Dan pada akhirnya, Rama dan Ira hanya diam diselimuti keheningan sampai mereka tiba di Kedai Irama.

Ira turun dari mobil Rama setelah lelaki itu memarkirkan mobilnya di samping Kedai Irama. Ira segera berlari-lari kecil ke Kedainya. Gadis itu sangat bersemangat. Di dalam pikirannya, ia harus bisa mengurus Kedai Irama walaupun tidak ada orang tua di sampingnya. Ya, hari ini hanya ada Mbak Juni-pegawai baru di Kedai Irama yang mengurus Kedainya, dengan Ira tentunya.

"Siang Mbak Juni!" Sapa Ira ceria. Walaupun saat ini hatinya tak seceria mukanya, ia berusaha menampilkan yang terbaik untuk pegawai orang tuanya itu.

Namun, Mbak Juni malah memandang Ira dengan tatapan kasihan. Ira bingung. Ada apa sih? Apa ada yang salah dengan Ira hari ini? Ira menyisir pandangannya ke meja dan kursi di Kedainya, ramai. Seperti biasa. Tapi mengapa Mbak Juni malah memandangnya seperti itu? Apa wanita berumur tiga puluhan itu tidak bisa mengurus Kedai Irama sendiri?

"Ra, M-Mbak..."

"Mbak, saya kopi hitam satu. Ira, ayo, ikut gue." Ucapan Mbak Juni dipotong oleh Rama yang baru saja memasuki Kedai Irama. Rama sengaja memotongnya. Karena ia tahu, wanita itu pasti akan memberi tahu kabar itu ke Ira. Dan Rama tak mau. Harus dirinya yang menjelaskan.

Ira dan Rama pun duduk di meja nomor tujuh. Rama berdeham. Ira memainkan jarinya di atas rok abunya.

Merasakan suasana canggung, Ira ingin segera bicara. Jika bersama Rama, Ira tak takut lagi untuk memecahkan keheningan terlebih dahulu. "Ram, aku ganti baju dulu, ya."

Kedai IramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang