empat - pelukan terima kasih

121 13 7
                                    

PART KEEMPAT : pelukan terima kasih

***

Ira mengerjapkan matanya. Lalu duduk di pinggir ranjang. Matanya menyisir ruangan Rumah Sakit ini. Luas. Pasti ini ruangan VIP.

Darimana nanti bapak dan ibu nyari uang untuk biaya administrasi kamar? Batinnya bertanya.

Ira mengambil ponselnya. Terdapat banyak pesan dari ibu dan bapaknya. Inti dari pesan itu ; bapak dan ibu sudah berangkat ke rumah sakit.

Pesan itu dikirim oleh orang tuanya sekitar jam setengah tujuh. Dan sekarang sudah jam tujuh pas. Dari rumah Ira ke Rumah Sakit ini jaraknya lumayan dekat kok. Tapi kok bapak dan ibunya belum datang juga, ya?

Tok.. tok... tok...

Akhirnya.

"Masuk," ucap Ira.

Ia duduk di pinggir ranjang, menunggu yang mengetuk pintu.
"Ira!!!" Teriak Ibunya sambil memeluk anak semata wayangnya itu.

Ira tersenyum dan membalas pelukan Ibunya. "Ibu, Bapak!" Serunya.

"Kamu dianter sama siapa ke sini?" Tanya Bapaknya.

Ira menunjuk sofa, di sana terdapat Rama sedang tidur pulas, dengan wajah polosnya.

Ibu dan Bapaknya menoleh ke arah yang ditunjuk Ira.

"Itu... siapa, Ra?" Kali ini Ibunya yang bersuara.

"Orang yang nyelamatin Ira," jawab Ira.

"Dia orang baik-baik, 'kan, Ra?" Tanya Bapaknya sambil melihat Rama dengan tatapan maut.

Sekarang Ira merasa diinterogasi oleh orang tuanya.

Ira mengangguk ragu, "ehm, ba--"

"Wahem," tiba-tiba saja Rama bangun dan meregangkan otot-ototnya. "Masih ngantuk gue, wahem," ia duduk dan mengucek mata dengan kedua tangan.

Sementara, Ira, Ibu dan Bapaknya melongo melihat adegan itu.

Rama menoleh ke arah ranjang, ia membuka matanya, sedetiknya ia melotot dan berdiri.

Konyol.

"Eh? Ehm... maaf, gu-- maksudnya saya nggak tau ada tamu, om, tante." Rama tersenyum masam dan menggaruk tengkuknya.

Bapak Ira yang bernama Adi hanya bisa tersenyum, Kina, Ibu Ira juga tersenyum maklum.

Sementara Ira menahan tawa.

"Iya, tidak apa. Jadi... kamu yang menolong anak saya?" Tanya Adi sambil mendekat ke Rama.

Rama mengangguk.

"Siapa nama kamu?"

"Rama, om."

Adi mengangguk. "Makasih banyak ya, kalau nggak ada kamu, kita semua nggak tau gimana keadaan Ira sekarang."

Rama nyengir, memperlihatkan giginya. "Iya, gak apa om. Jugaan saya ikhlas."

"Oh iya, kamu kelas berapa?"

"Saya baru kelas sebelas SMA om," jawab Rama.

Ibu Ira menyahut, "lho? Kamu gak sekolah, Nak Rama?"

Ditanya seperti itu, Rama bingung harus menjawab apa. Ia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. "Eum, sa-saya kasian sama Ira sendirian disini, om, tante. Jadinya... saya temenin deh dia, hehe."

"Oh begitu. Sekali lagi makasih banyak ya, Rama." Ucap Adi seraya menepuk pundak Rama pelan, "om mau keluar sebentar."

"Makasih ya, Nak Rama. Tante jadi nggak enak lho, kamu jadi nggak sekolah." Kina tersenyum merasa bersalah.

Kedai IramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang