Nyaris seminggu aku mencari kabar tentang Harris Prasetyo, namun aku belum juga menemukan sosoknya. Aku bertanya pada Putri, tapi gadis itu juga kebingungan. Aku juga mendatangi tempat tinggalnya – ternyata dia tinggal dengan kakek dan neneknya sejak ayahnya yang sudah menduda menikah lagi – yang kudapat hanya informasi bahwa Harris pamit pergi bekerja di pulau lain.
"Sepuluh hari yang lalu Harris pamit akan bekerja. Kenalannya menawarinya pekerjaan di pertambangan....," ujar neneknya.
Sementara itu, gadis yang pingsan tempo hari – yang tiba-tiba ambruk lagi di halaman kampus kemarin – juga tidak bisa memberikan informasi yang kubutuhkan, karena jawaban yang kudapat darinya adalah dugaan bahwa dia terlalu lelah dan bekas luka di lehernya itu mungkin bekas gigitan serangga atau semacamnya.
Ah, mana ada serangga yang bisa meninggalkan bekas seperti itu, pikirku. Aku sudah nyaris frustasi.
Jam dinding di depan kelas menunjukkan pukul sembilan tepat. Matahari yang tengah dalam perjalanan mencapai puncak tahtanya di langit memancarkan cahaya teriknya melalui jendela yang menghadap ke timur. Sinar matahari yang terik membuat mataku berair, meski aku telah berusaha menghindarinya dan menutup kepalaku dengan tudung jaket.
Kubenamkan wajahku diantara lengan. Seperti biasanya, kantuk sudah mulai menyerangku. Suara Eva dan Violet yang sedang mempresentasikan Nasionalisasi Budaya timbul tenggelam dalam kesadaranku.
"Perang Dunia II telah menunjukkan bahwa konsep budaya dalam masyarakat telah gagal dalam mempertahankan perdamaian....." Terdengar suara mantap Eva. Kata-kata yang diucapkannya selanjutnya tidak begitu terdengar jelas di telingaku.
"Dimulai dengan munculnya Nazi di Jerman dan Fasisme di Italia. Kedua faham tersebut menganggap isu ras dan budaya saling berkaitan....." Terdengar suara Violet yang lantang. "Pada tahun......." Kata-kata Violet jadi terdengar seperti bahasa asing. Entah bahasa apa yang dikatakannya. Mungkin dia sedang merapal mantra yang membuat seisi kelas tidak akan mengajukan pertanyaan tentang materi yang dipresentasikannya.
Dimas si Ketua Kelas yang duduk di bangku di sebelahku menyenggol lenganku. "Lagi-lagi kau tidur di kelas. Semalam kau nonton bola ya?" komentarnya.
"Iya. Biarkan aku tidur," jawabku asal-asalan.
Kantuk merongrong kesadaranku. Sementara itu, Harris Prasetyo tetap memenuhi kepalaku, dengan mudah berebut ruang untuk memenangkan perhatian dan menggeser materi pelajaran hari ini yang memang tidak menarik perhatianku. Kemana sebenarnya dia? Pada akhirnya, aku lebih memilih untuk menyerah dan tenggelam dalam kelelapan.
Entah sudah berapa menit aku tertidur. Ada seseorang yang mengguncang bahuku. Aku mengangkat wajahku sambil mengerjapkan mata beberapa kali. Aku masih berusaha mengumpulkan kesadaranku saat mengedarkan pandangan dan mendapati kelas nyaris sepi. Putri yang berdiri di depan mejaku, mengawasi. Pasti dia yang membangunkanku.
"Ah, aku belum absen," gumamku saat mendapati dosen sudah tidak ada. Aku teringat Galih tidak mengambil kelas ini, jadi tidak ada yang membangunkanku saat dosen mengabsen satu-persatu isi kelas atau saat buku absensi dengan sampul warna merah itu beredar ke seluruh penjuru kelas untuk ditandatangani.
"Hebat. Ternyata kau ingat tentang absenmu. Padahal hampir setiap pelajaran kerjamu hanya terkantuk-kantuk," ujar Putri.
Aku terkekeh. "Ya sudahlah. Toh aku masih punya jatah membolos," kataku. Kursiku berderit saat aku mendorongnya ke belakang dan bangkit.
"Santai sekali hidupmu," komentar Putri.
Aku meregangkan lenganku dan menguap. Lalu mengambil ransel yang tergantung di samping meja. "Tidak sesantai yang kaupikir," jawabku sambil melangkah pergi. "Terimakasih sudah membangunkanku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Moon
VampireSeorang pemuda pemburu vampir. Seorang gadis halfblood yang menawan. Dan seorang gadis manusia yang tulus. Kegelapan mengikis nurani. Menenggelamkan harapan. Prasangka dan keputusasaan terjalin menjadi satu. Akankah masa lalu diabaikan? Sementara da...