Chapter 3: Kirana

91 5 0
                                    


Pasir waktuku berjatuhan lebih cepat, secepat air hujan yang bergemuruh di luar sana. Entah sampai kapan pasir-pasir itu akan bergulir jatuh hingga benar-benar habis.

Ada lima tingkatan dalam hirarki masyarakat vampir. Di tingkat teratas sudah pasti adalah golongan origin, vampir-vampir tulen dengan umur yang tidak terkira, para pendiri klan yang sudah sangat tua dan memiliki kekuatan besar untuk memerintah kelas-kelas di bawahnya. Lalu golongan scion, golongan vampir tulen dibawah origin yang bangga akan garis keturunan mereka. Jumlah origin dan scion sangat sedikit dan hanya merekalah yang memiliki kekuatan untuk mengubah manusia menjadi vampir. Selanjutnya adalah golongan halfblood atau raven. Pada urutan terbawah ada wraith dan aphra. Wraith adalah manusia yang diubah menjadi vampir, bisa dikatakan bahwa mereka hanyalah budak dan mainan bagi pureblood seperti origin dan scion. Wraith tidak punya daya hidup seperti pureblood atau raven, terutama saat mereka kehilangan darah masternya, cepat atau lambat mereka akan 'terkikis' hingga menjadi zombie haus darah, aphra.

Detak jam dinding yang bergema mengisi keheningan malam membuatku gelisah. Saat aku mengingat diriku yang dulu dan melihat diriku yang sekarang, aku kembali menghitung detik-detik yang mengubah takdirku. Detik-detik yang singkat bila dibandingkan dengan detik-detik yang kulalui sebagai entitas yang seharusnya bukan diriku. Bahkan kini aku mulai meragukan manakah yang sesungguhnya adalah aku, diriku yang manusia atau diriku yang vampir. Lalu aku mulai menghitung kira-kira berapa detik lagi yang kumiliki sebelum akhirnya berubah menjadi seonggok abu.

Saat masih kecil, aku berangan-angan menjadi bermacam-macam orang. Satu saat aku mengatakan ingin jadi arsitek, seperti ayahku. Di saat yang lain aku bertekad ingin jadi astronot. Kemudian aku tersadar, bahwa bagaimanapun pada akhirnya aku akan menjadi pemburu – melakukan pekerjaan yang dilakukan ayahku di sela-sela kehidupan normalnya – karena beliau pastilah mengharapkan demikian, terlepas dari profesi apapun yang akan kujalani kelak. Kurasa ini adalah takdir dari anak-anak yang memiliki orang tua pemburu.

Walau demikian, orang tuaku – terutama ibu yang hanya orang biasa – mengharapkan sesuatu yang lebih baik, agar kelak aku menjadi seseorang yang lebih nyata di masyarakat, tidak seperti pemburu yang hanya seperti bayangan. Orang tuaku menginginkanku menjadi orang hebat dalam masyarakat pada umumnya, seperti diplomat, pengacara, dokter – apapun yang keren menurut orang-orang. Aku menyambut dukungan ini dengan antusias, karena aku tidak ingin berhadapan dengan makhluk seram bertaring panjang yang sering muncul di film horror.

Ada banyak hal yang sulit terjelaskan dalam hidupku. Semua begitu samar-samar dan tidak jelas. Mungkin karena tidak banyak detail-detail kenangan – pada waktu sebelum aku berubah – yang kuingat. Atau mungkin semuanya jadi terasa buram karena sesungguhnya aku berharap untuk tidak melihatnya. Hanya beberapa hal saja yang kuingat dengan cukup jelas, meskipun sulit kupahami – kenangan-kenangan yang tidak menyenangkan.

Hidup keluargaku tidak sebahagia keluarga iklan pasta gigi di televisi, dengan begitu banyak perbedaan pendapat – terutama yang menyangkut pekerjaan ayah – dan ketidakpahaman, tapi kami baik-baik saja. Ayah orang yang keras dan rasional. Ini sangat bertolak belakang dengan ibu yang emosional. Kupikir pasti perbedaan inilah yang sering membuat mereka ribut. Walau demikian, kami tetap sanggup bertahan.

Hingga suatu saat ayah pergi dan tidak pernah pulang lagi. Sebelum itu, ayah bertengkar dengan ibu. Ibu berteriak sambil terisak, sedangkan ayah terdiam. Ini pemandangan yang sudah akrab di mataku. Aku tidak lagi merasa amat terganggu dengan adegan itu, kecuali suara berisik isak tangis yang membuatku tidak nyaman. Setelah itu, ayah benar-benar pergi. Sementara ibu tampaknya masih menyimpan amarah, perasaan penuh tekanan yang seringkali dilimpahkan padaku. Aku tidak akan pernah lupa ekspresinya, tatapan matanya dan pukulannya yang menyiratkan betapa dalam danau kelam di hatinya. Cintanya pada putra-putrinya tidak akan pernah berakhir, aku yakin itu sebagaimana aku menghafal dengan lancar syair lagu kanak-kanak tentang ibu. Namun perasaannya padaku tidak akan terlepas dari bayang-bayang ayah.

Shattered MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang