Dara memacu motornya kearah gerbang belakang kampus. Tapi ternyata di gerbang ada antrian beberapa mobil dan motor yang menunggu untuk diperiksa STNKnya sebelum diijinkan keluar, jadi Dara menghentikan motornya tanpa mematikan mesinnya. Selagi motornya merayap di antrian, Dara menoleh padaku sambil menggumamkan sesuatu yang tidak bisa kutangkap karena di sekitar kami bising dengan deru kendaraan atau entah karena helm yang dipakainya.
Dara mengembalikan pandangannya sejenak ke depan, sambil mendorong maju motornya, sebelum dia memutar kembali kepalanya ke kiri dan membuka kaca penutup helmya.
"Jadi seperti itu sekarang hubunganmu dengannya?" tanya Dara keras untuk meningkahi kebisingan.
Aku tidak menyahut. Aku enggan membicarakan topik itu dengan siapapun.
"Apa yang kaubilang padanya tadi? Dia tampaknya nyaris menangis. Sudah berapa banyak gadis yang kaubuat menangis?" kata Dara keras.
Aku tahu dia hanya ingin meningkahi deru mesin di sekitar kami, tapi ucapannya membuatku merasa tidak enak.
Aku membuka kaca penutup helm. "Aku tidak mengatakan apa-apa," jawabku tanpa bersusah payah mengeraskan suara. Dara tampaknya berusaha membaca bibirku.
"Mestinya kau mengatakan sesuatu. Aku merasa diantara kalian masih ada sesuatu. Kau juga....... Dan Mentari sangat....." Dara tidak melanjutkan kata-katanya. "Astaga, ini jadi pelik sekali. Siapa yang patut disalahkan disini.....," erangnya.
Antrian tadi sudah lenyap. Sekarang giliran kami. Tapi Dara tampaknya tidak memperhatikan. Sementara satpam yang menjaga gerbang telah membuka mulut dan menegur.
Dara tersadar apa yang dilupakannya dan segera menunjukkan STNKnya pada satpam.
"Kalian membiarkan ini berlangsung terlalu jauh," gumam Dara sebelum memacu motornya menuju kompleks perumahan tempat tinggalku.
.Aku mendesah tak berdaya. Apa yang dikatakan Dara ada benarnya. Kami berdua, atau mungkin hanya aku saja, membiarkan semua hal ini berlarut-larut. Aku bahkan menyeret Mentari untuk terlibat dalam kepelikan ini.
Kurasa tidak benar bahwa Kirana masih menyimpan perasaan terhadapku. Aku yakin itu tidak mungkin. Kecanggungan sikapnya tadi mungkin hanyalah kecanggungan biasa mengingat kami pernah punya hubungan yang tidak biasa di masa lalu.
Kalaupun semua kata-kata Dara benar, tidak ada apa pun yang bisa dilakukan. Keadaan tidak akan berubah. Sudah terlambat bagiku untuk meraih angan indah apa pun yang pernah kumiliki dulu.
Aku sedikit tersentak saat Dara memacu motornya lebih cepat. Dara lumayan jago ngebut. Dengan lihai dia menghindar dan melaju di sela kendaraan lain.
Kecepatan motor Dara menurun saat dia berbalik arah ke sisi kanan jalan raya dan berbelok ke kiri menuju daerah perumahan. Namun tidak lama kemudian gadis itu kembali menambah kecepatan karena jalanan sudah lebih lengang.
Dara terus ngebut hingga aku khawatir dia akan menabrak seseorang yang lengah saat menyeberang jalan. Dia hanya mengurangi kecepatan saat berbelok. Saat aku membuka mulut hendak menegurnya, Dara sudah melaju di blok rumahku, lalu mengerem motornya tepat di depan pagar rumahku. Hentakan itu membuat helm kami beradu.
"Aww," erang Dara.
Tanpa mempedulikannya, aku turun dari motor dan melepas helm.
"Cewek ugal-ugalan. Kau bisa membunuh seseorang dengan cara berkendaramu," semburku sambil melepas helm.
Dara membuka kaca penutup helmnya dan nyengir padaku sebagai jawaban.
Aku berbalik memunggunginya, lalu merogoh tas ranselku untuk mencari kunci. Entah mengapa aku merasa ada yang aneh dengan rumahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shattered Moon
VampiroSeorang pemuda pemburu vampir. Seorang gadis halfblood yang menawan. Dan seorang gadis manusia yang tulus. Kegelapan mengikis nurani. Menenggelamkan harapan. Prasangka dan keputusasaan terjalin menjadi satu. Akankah masa lalu diabaikan? Sementara da...