Bab 22

560 28 9
                                    

H-10 pernikahan.


Sung Jae terdiam. Memandang lantai 1 kamar Soo Young, tumpukan kertas dimana-mana, cup bekas kopi beberapa buah, dan seonggok manusia dibelakang laptop yang menyala. Hampir tidak ada ruang disana.

"Soo Young?"

Gadis itu menoleh, rambutnya berantakan dengan kacamata yang bertengger diwajah. "Eoh?"

Astaga. Mungkin keputusan memajukan sidang akhir Soo Young agak berlebihan melihat situasi Soo Young yang sudah seperti berandal entah berantah seperti ini. Sung Jae jadi sangsi gadis itu dapat selesai 4 hari lagi.

Sung Jae mendekat, duduk di sofa. Sementara Soo Young berselonjor di karpet. Menoleh memperhatikan gerak-gerik Sung Jae, matanya yang sudah menyerupai panda berkedip pelan. Hahh. Sung Jae menghembus nafas kasar.

"Bangun, bersihkan dirimu. Kita cari udara segar."

"Tidak mau! Kau tau tiap detikku berharga sekarang!" Soo Young memicing tak terima.

"Astaga. Setidaknya berkacalah sebentar! Kau sangat berantakan sekarang." Sung Jae memijit pelipisnya sedang Soo Young langsung memeriksa keadaan dirinya. Ya. Dia memang kacau. Sangat.

"Ini salahmu!"

"Baik. Iya. Ini salahku, jadi berbenahlah, kita cari udara segar sebentar, aku tidak ingin mempelai wanitaku pingsan di acaranya sendiri."

"A-apa?"

"Aku tunggu dibawah." Sung Jae berbalik, meninggalkan Soo Young yang masih mencoba menerka hal gila apa lagi yang akan Sung Jae lakukan kali ini. Pria itu memang sudah gila sebenarnya namun ia tetap tak bisa menebak segila apa sebenarnya Sung Jae hingga dirinya hingga saat ini tak bisa menebak apapun isi pikiran pria itu.

Soo Young tiba di ruang tamu sekitar 20 menit kemudian dengan tampilan jauh lebih baik, menghampiri Sung Jae yang masih sibuk mengobrol dengan ibunya. Mengabaikan keadaan, gadis itu duduk disebelah ibunya, mengambil orange juice yang tersedia dimeja tanpa bertanya atau mengatakan satu katapun. Ia terlalu Lelah dan itu baru saja ia rasakan sesaat setelah beranjak dari posisinya sejak---dia lupa kapan.

"Hey, gimana laporan kamu?"

"Aman, ma."

"Laporannya sih aman, ma. Keadaan Soo Young saja yang sepertinya berbahaya." Sung Jae bergumam keras, sengaja mengprovokasi calon mertua nya.

"Yak. Aku baik-baik saja. Ma, lain kali jangan biarkan orang aneh ini masuk kamarku lagi."

"Hush. Gaboleh gitu sama calon suami." Hana yang logat nya telah jauh terpengaruh Indonesia menegur putri semata wayangnya tenang.

"Ish."

Sung Jae tertawa pelan, memberi tatapan mencemooh pada Soo Young. Ia menang lagi.

"Kami pergi dulu ya ma, kasian Soo Young."

"Aku baik-baik saja!" Soo Young bersikeras, namun ia tetap berdiri mengikuti Sung Jae berpamitan, keduanya tetap melempar argumen disepanjang jalan. Sung Jae yang tidak mau memberitahu tujuan mereka, dan Soo Young yang kesal setengah mati.

Pertama Sung Jae sudah mengganggu waktunya yang sangat berharga untuk skripsi.

Kedua Sung Jae membawanya ke tempat entah berantah.

Bahkan Sung Jae jadi beribu lebih mengesalkan karena tak membiarkan Sooyoung tahu kemana tujuan mereka. Ia jadi tak bisa memperkirakan jam berapa ia sampai kembali dirumah dan bergelut lagi dengan laporan nya. Mungkin ia tak akan tidur malam ini untuk mengganti waktu yang ia habiskan dengan manusia disebelahnya.

Soo Young terdiam setelah bisa menebak dimana mereka, Villa masa kecilnya. Jaraknya sekitar 2 jam dari pusat kota. Pantas saja badannya serasa lelah diperjalanan, ah sebenarnya dari rumah juga sudah lelah.

"Bagaimana?"

"H-hah? Ah, harusnya aku yang bertanya. Kau tau darimana tempat ini?" Soo Young menoleh, mendapati wajah Sung Jae yang tersenyum tenang.

"Aku bisa tahu apa saja jika kau lupa." Balasnya, membuat Soo Young ingin menenggelamkan pria itu saja kedasar bumi. Menghancur suasana saja, tidak bisa ya lebih romantis sedikit? Pikir Sooyoung.

"Terserahmu saja."

"Soo Young, tunggu!" Sung Jae setengah berteriak, pasalnya Soo Young langsung berlari kearah kebun teh sedetik setelah membuka pintu mobil. Kebun itu tak jauh dari posisi mereka parkir. Tepat disebelah kiri bagian belakang villa, terhampar diseluruh sisi yang sama.

"Woahh! Tempat ini masih menakjubkan." Soo Young berlarian kecil mengitari kebun Bersama Sung Jae yang berjalan agak cepat dibelakangnya. Enggan ikut berlarian.

"Sesenang itu?"

"Tentu! Aku sudah lama sekali tidak ketempat ini!"

"Well, kita akan disini beberapa hari nanti."

Soo Young berbalik, "Apa?"

"Orangtua kita sepakat mengadakan resepsi disini, Mama bilang kau suka tempat ini. Ternyata benar?"

Sung Jae mensejajari Soo Young, gadis itu berhenti berlarian sejak tadi. Memungkinkan Sung Jae menyusulnya.

Sementara Soo Young hanya mengangguk lugu dengan Sung Jae yang semakin mendekat. Jarak mereka hanya terpaut 1 langkah. Sangat memungkinkan untuk menyentuh satu sama lain.

"Jangan sakit." Ujar Sung Jae, tangannya memungut helai rambut yang jatuh diwajah Soo Young lalu menyelipkannya dibelakang telinga sang empu.

Soo Young refleks mendongak, melihat mata dalam Sung Jae yang selalu berhasil melumpuhkan akalnya sendiri. Bunuh diri memang.

"Aku tidak sakit." Balas Soo Young, ia mengernyit.

"Baguslah, kalau begitu kau akan baik-baik saja kan?"

"Apa maksudmu Yook Sung--"

Sung Jae mendadak mengikis jarak mereka, menyatukan bibir keduanya. Menekan bibirnya diatas bibir gadis yang belum sempat menyelesaikan pertanyaannya. Sung Jae menarik pinggang Soo Young mendekat, berhasil mengikis jarak yang tersisa diantara keduanya. Ia bisa merasakan tubuh gadisnya menegang, dan ia senang akan hal itu. Soo Young belum tersentuh, setidaknya dalam waktu yang sangat lama.

Berbeda dengan Sung Jae, Soo Young rasa ia sudah gila. Kakinya lemas sekarang. Awalnya Sung Jae hanya menempelkan bibir mereka namun lelaki itu sudah melumat bahkan menggigit bibir bawahnya. Membuatnya refleks membuka sedikit ruang di mulutnya dan ia tak pernah tahu Sung Jae sangat lihai bermain lidah. Maksudnya, dalam arti sebenarnya. Pria itu menelusuri seluruh hal yang ada di mulut Soo Young. Membuat gadis itu merasa pening akan luapan perasaan aneh.

Yook Sung Jae benar-benar gila.

Soo Young mendorong Sung Jae perlahan setelah merasa ia akan mati saat itu juga, pasokan udaranya sudah diraup habis oleh Sung Jae. Ia terengah sebelum melahap sebanyak-banyaknya oksigen, tangannya masih merangkul Sung Jae dileher, efek gerak refleks nya. Wajah mereka masih sedekat---err. Kalian bayangkan sendiri saja.

"Kau benar-benar gila, Mr. Yook."

"Yeah, but i'm pretty sure that you like that. Right?"

Bibirnya lagi-lagi habis dilahap lelaki itu sebelum sempat ia menyanggah. Dikeadaan ini ini terpaksa pasrah. Garis bawahi, terpaksa.

tbc.

Aku baru sempet revisi dan ada beberapa perbaikan part karena menurutku ada yang ga nyambung dari satu kejadian ke kejadian lain hehehhe jadi lebih diperjelas aja. Thanks!!

Nextpart masi abu-abu, masih aku kerjain. Udah semester 2 kelas XII jadi susah minta ampun buat sekedar buka wattpad apalagi ngetik. Hope you guys can understand and thanks for always support me. Seeyaaa!!!

Ma BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang