Sin2x + 2sinx-1 – cos2x.
"Kim Jongin, kamu mau berdiri di situ sampai kapan?" tanya Pak Kibum tajam.
Jongin tidak menjawab. Kepalanya sudah pusing dan keringat dingin mulai bercucuran. Perutnya mual, sepertinya tinggal menghitung mundur sampai dia benar-benar muntah di depan papan tulis.
"Sudah! Kembali ke tempat dudukmu," gerutu Pak Kibum tidak sabar. "Sehun, coba kamu yang jawab."
Akhirnya... Jongin menghela napas lega. Dia memang payah kalau sudah berurusan dengan angka.
"Bagaimana?" tanya Ravi, teman sebangku Jongin begitu cowok ini menyandarkan diri di kursi.
"Parah," jawab Jongin sambil memelorotkan bahu. "Aku hampir mati berdiri di depan tadi."
Ravi terkikik pelan. "Masa depanmu kayaknya bakal suram."
"Berisik!" dengus Jongin. "Nggak usah kamu bilang juga, aku sudah tahu!"
"Bagus sekali Sehun, seperti biasanya," kata Pak Kibum sambil bertepuk tangan.
"Gila! Cuma lima menit," decak Ravi kagum. "Bukan manusia."
Jongin menatap Sehun yang sedang berjalan ke tempat duduknya. Dia balik menatap Jongin sekilas tanpa ekspresi, lalu mengalihkan tatapannya lagi. Jongin mengerutkan kening lalu mencoba menerka apa yang dipikirkan cowok itu saat ini.
"Emang, batas antara genius dan gila cuma setipis kertas," kata Jongin kemudian.
Ravi meringis. "Ah, kamu cuma sirik aja."
Jongin menghela napas sambil menggaruk-garuk kepala. "Apa katamu aja, deh."
Bagi Jongin, selama pelajaran sains, entah kenapa waktu berjalan begitu lambat. Dua setengah jam terasa seperti dua setengah abad. Akhirnya, bel penyelamat itu berbunyi juga.
"Baik," kata Pak Kibum sambil membereskan bukunya. "Kita sudahi sampai di sini saja. Selamat siang."
Jongin menghela napas lega. Terima kasih, Tuhan.
Sebelum siswa kelas X itu sempat keluar, Soojung—sang ketua kelas—maju ke depan dan memukul-mukulkan penghapus papan tulis ke meja.
"Teman-teman, aku minta waktu sebentar!" katanya tegas. Seisi kelas langsung membeku mendengarkannya.
"Sebentar lagi akan diadakan perayaan ulang tahun sekolah kita," lanjut cewek itu. "Setiap kelas diminta menampilkan suatu pertunjukan dan wajib mengikuti bazar. Nggak ada ketentuan akan apa yang harus ditampilkan dan dijual, semua terserah kelas masing-masing. Jadi, ada yang punya usul tentang apa yang akan kita tampilkan?"
Tidak ada satu pun yang menjawab.
"Baik," kata Soojung lagi. "Kalau nggak ada, aku sudah membuat kuisioner untuk diisi. Tolong diisi dengan benar karena kalian jugalah yang akan melaksanakannya. Tapi, sebelumnya, kita harus terlebih dahulu memilih koordinator pelaksana. Aku minta yang bersedia menjadi koordinator mengacungkan tangan. Jangan menunjuk orang lain!"
Seisi kelas terdiam. Tak ada yang berani mengajukan diri.
Soojung mendesah kesal. "Karena nggak ada yang berani, untuk sementara aku yang menjadi koordinator pelaksana," lanjutnya. "Ada yang keberatan?" tanyanya sambil menyapukan pandangan ke seluruh kelas. Semua serempak menggeleng dengan keras.
"Baik," Soojung membagikan lembar kuisioner yang dibuatnya, "kalau ada yang ingin ditanyakan, tanyakan langsung padaku. Kuisioner ini dikumpulkan paling lambat pulang sekolah hari ini. Setelah selesai kurekap, baru kita diskusikan bagaimana konsepnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
(KAISTAL REMAKE) LET GO
FanfictionKau tahu apa artinya kehilangan? Yakinlah, kau tak akan pernah benar-benar tahu sampai kau sendiri mengalaminya. Jongin tidak pernah peduli pendapat orang lain, selama ia merasa benar, dia akan melakukannya. Hingga, suatu hari, mau tidak mau, ia ha...