"Ravi."
"Mampus..." desis Ravi.
"Coba kamu ceritakan isi kitab Nagarakertagama," perintah Bu Joohyun.
Ravi langsung garuk-garuk kepala. Keringat sedikit demi sedikit mulai mengucur dari dahinya.
"Ini pelajaran Sejarah SMP, lho, Ravi," Bu Joohyun mulai nggak sabar. "Lagi pula, minggu lalu, kan, sudah saya suruh mempelajarinya."
"Iya, Bu," kata Ravi pasrah.
"Di SMP dulu, kamu belajar apa?" tanya Bu Joohyun setelah beberapa menit menunggu dan tak satu pun kata terucap dari mulut Ravi. "Jangan-jangan, anggota Tiga Serangkai saja kamu tidak ingat!"
Ravi menelan ludah, dia memang tidak ingat siapa saja tokoh-tokoh itu.
"Kamu tidak ingat?" Bu Joohyun mendelik.
Ravi melirik Jongin meminta pertolongan. Jongin berusaha memberi tahunya sebisa mungkin tanpa ketahuan Bu Joohyun. Pertama-tama, dia menggerak-gerakkan mulut untuk membentuk kata-kata, tetapi karena Ravi tidak bisa menangkap gerakan itu, akhirnya, Jongin memutuskan memberi tahu teman sebangkunya itu dengan volume sepelan mungkin—dalam rentang yang mungkin masih dapat didengar cowok itu.
"Ki Hajar Dewantoro..."
Ravi mengangguk-angguk mengerti.
"Jongin!" bentak Bu Joohyun. "Jangan bantu Ravi!"
"Iya, Bu," kata Jongin, lalu memandang Ravi, mengedikkan bahu sambil berkata, "Sori" tanpa suara.
Ravi menghela napas panjang.
"Sekarang, Ravi, apa jawabannya?" tanya Bu Joohyun.
"Ki Hajar Dewantoro, Bu," jawab Ravi.
Bu Joohyun mengangguk. "Dua lagi siapa?"
Ravi mengangkat bahu. "Ki Hajar Dewantoro dan... dua orang temannya."
Kontan seisi kelas langsung tertawa.
"Nilaimu Ibu kurangi," kata Bu Joohyun sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Jongin, jawab."
"Ki Hajar Dewantoro, Douwes Dekker, dan Dr. Cipto Mangunkusumo," jawab Jongin. Sejarah memang satu-satunya mata pelajaran yang membuat cowok ini menonjol.
"Bagus," kata Bu Joohyun. "Tapi, karena tadi kamu mencoba membantu Ravi, sekarang, jawab pertanyaan awal Ibu, ceritakan isi kitab Nagarakertagama."
"Baik," jawab Jongin. "Nagarakertagama bercerita tentang Ken Arok atau Angrok, cikal bakal raja-raja Majapahit."
"Tunggu," potong Bu Joohyun. "Kamu tahu siapa yang membuatnya, kan?"
Jongin mengangguk pasti. "Mpu Prapanca."
Bu Joohyun memberi tanda untuk melanjutkan penjelasannya.
"Ken Arok adalah keturunan Bhatara Brahma lewat hubungannya dengan Ken Endok, seorang perempuan biasa," lanjut Jongin. "Ia memperistri Ken Dedes, seorang paroperempuan dari satu kesatuan Siwa-Durga. Siapa pun yang berhasil memperistri Ardhanariswari, dipercaya akan menjadi penakluk dunia. Ken Arok berhasil memperistri Ken Dedes setelah ia membunuh suami Ken Dedes, Tunggul Ametung, seorang bupati.
"Ken Arok membunuh bupati itu dengan keris yang belum selesai ditempa oleh Mpu Gandring. Ken Arok minta dibuatkan keris lagi kepada Mpu itu. Saat Ken Arok menagihnya, keris itu belum selesai ditempa. Karena Mpu Gandring menolak menyelesaikannya, Ken Arok memaksa dengan menusukkan keris itu padanya. Mpu Gandring sempat mengutuk, Ken Arok akan mati dengan keris itu. Juga anak-anak dan keturunannya. Tujuh Raja akan tewas dengan keris yang sama."

KAMU SEDANG MEMBACA
(KAISTAL REMAKE) LET GO
FanfictionKau tahu apa artinya kehilangan? Yakinlah, kau tak akan pernah benar-benar tahu sampai kau sendiri mengalaminya. Jongin tidak pernah peduli pendapat orang lain, selama ia merasa benar, dia akan melakukannya. Hingga, suatu hari, mau tidak mau, ia ha...