Rumah Sehun cukup membuat mereka semua ternganga. Gosip dia anak orang kaya, ternyata memang hanya gosip belaka. Kenyataannya, dia adalah anak orang yang SANGAT SANGAT KAYA. Bahkan, ruang tamunya hampir sama luas dengan rumah Jongin.
Seorang pria setengah baya dengan penampilan tenang, tetapi berwibawa masuk saat keempat orang itu sedang mengagumi benda-benda yang terpajang di ruangan itu.
"Saya ayahnya Sehun." Dia memperkenalkan diri sambil menyalami mereka satu per satu. Begitu sampai giliran Jongin, pria itu langsung memotong.
"Jongin," katanya sambil tersenyum. "Saya sudah tau."
Jongin melongo, tetapi tidak berniat bertanya lebih lanjut tentang hal itu.
"Bagaimana keadaan Sehun, Om?" Jongin buka suara.
Air muka ayah Sehun langsung berubah. Senyumnya menghilang, dia tampak sedih.
"Memburuk," jawab pria itu. "Kesehatannya turun drastis tiga hari terakhir."
"Apa itu gara-gara..." Jongin menelan ludah, "pukulan saya? Om tahu, kan, kalau saya yang mukul dia? Apa karena itu dia..."
"Oh, bukan! Bukan!" sergah ayah Sehun buru-buru. "Saya tahu tentang pemukulan itu, tetapi bukan itu penyebab kesehatannya menurun. Sehun jago bela diri, jadi dia pasti bisa melindungi bagian-bagian yang vital dari pukulanmu."
Jongin langsung menyandarkan diri ke kursi, merasa sangat lega.
"Kalian pasti sudah tahu kalau Sehun sakit," kata ayah Sehun.
Jongin mengangguk. "Kanker otak," ujarnya pelan.
Ayah Sehun terdiam sesaat. "Lebih tepatnya, ada tumor di otaknya."
Hening seketika.
"HAAAAAAAAAAAAAAHH?" teriak Ravi tak percaya.
"Tumor?" ulang Jinri. Matanya mulai berkaca-kaca.
Ayah Sehun mengangguk.
"Sejak kapan di-dia... Pe-penyakitnya..." Soojung tergagap, lalu menoleh ke arah Jongin. "Kamu udah tahu tentang ini, Jong?"
Jongin memegang tangan Soojung, mencoba menenangkannya. "Ya."
"Sejak kapan dia tahu tentang penyakitnya?" tanya Soojung kemudian, kepada ayah Sehun.
"Sejak kelas tiga SMP," jawab ayah Sehun dengan pandangan mata menerawang—ia tampak sedang mengingat-ingat suatu kisah sedih. "Tepat setahun sejak ibunya meninggal."
"Ibunya meninggal?" ulang Ravi.
"Orang yang sangat dekat sama Sehun." Ayah Sehun menghela napas. "Waktu itu, saya sungguh merasa Tuhan tidak adil kepadanya."
Mereka semua terdiam.
"Saya bukan ayah yang baik," lanjutnya. "Saya terlalu sibuk mengurusi bisnis saya hingga hampir tidak pernah ada untuknya. Itulah sebabnya Sehun sangat dekat dengan ibunya. Dari ibunya, dia mendapatkan cinta dari yang seharusnya juga saya berikan. Kematian ibunya betul-betul memukulnya." Tiba-tiba saja, ayah Sehun mulai bercerita, tampak ingin berbagi.
"Dia yang semula sangat ceria, humoris, cerdas, jago olahraga, dan pandai bergaul langsung berubah jadi anak yang pemurung dan mudah marah. Nilai-nilainya pun turun drastis dan dia jadi anak yang nakal." Ayah Sehun bercerita panjang-lebar.
"Tapi, akhirnya, dia sembuh?" tanya Jongin.
"Ya," ayah Sehun mencoba tersenyum. "Dia lebih tegar daripada yang semula saya kira. Dia justru lebih cepat belajar 'melepaskan' daripada saya. Sekarang saja, saya masih belum bisa merelakan kematian istri saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
(KAISTAL REMAKE) LET GO
FanfictionKau tahu apa artinya kehilangan? Yakinlah, kau tak akan pernah benar-benar tahu sampai kau sendiri mengalaminya. Jongin tidak pernah peduli pendapat orang lain, selama ia merasa benar, dia akan melakukannya. Hingga, suatu hari, mau tidak mau, ia ha...