Kegiatan favorit Jongin setiap pulang sekolah adalah meluncur ke rental VCD dekat rumahnya. Sejak kecil, dia selalu ingin menjadi sutradara film. Baginya, film adalah sebuah dunia baru, dunia tempat semua imajinasi terjelajahi, tidak ada sudut yang tak terkunjungi, dan tidak ada pikiran yang tak terungkapkan.
"Flags of Our Father... Flags of Our Father..." gumam Jongin sambil menjelajahi deretan VCD, mencari-cari film Clint Eastwood yang tidak sempat dia tonton di bioskop. Film itu dibuat berdasarkan foto tentang peristiwa penegakan bendera di Gunung Suribachi, Iwo Jima—hasil bidikan Joe Rosenthal—yang kemudian memenangi Pulitzer pada 1945.
Ah ini dia!
Tepat saat Jongin hendak mengambil VCD yang tinggal satu-satunya itu, ada satu tangan lagi yang secara bersamaan memegangnya.
Sungguh! Di saat seperti ini, adegan ala sinetron seperti ini adalah hal terakhir yang kuinginkan, desah Jongin dalam hati. Dia menoleh untuk melihat pemilik tangan yang akan merampas VCD incarannya itu.
"Soojung!" Jongin terpekik kecil.
"Kamu nggak perlu bereaksi seakan-akan aku ini hantu," komentar Soojung dingin tanpa melepaskan tangannya dari VCD yang dia pegang.
"Kenapa di sini?" tanya Jongin heran.
Soojung memutar bola matanya. "Apa yang biasanya kamu lakukan di rental VCD? Beli baju?"
"Bukan itu! Maksudku—"
"Kenapa di rental VCD ini?" potong Soojung sebelum Jongin sempat melanjutkan omongannya. "Tentu saja karena tempat ini yang paling dekat sama rumahku."
Jongin melongo. "Emangnya, rumah—"
"Rumahku di Jalan Yogya, rumahmu di Jalan Surabaya, kan?" potong Soojung seakan-akan tahu apa yang ingin ditanyakan teman sekelasnya itu.
"Gimana—"
"Bagaimana aku tahu alamatmu? Aku ini ketua kelas, remember?"
"Kenapa—"
"Kenapa kita nggak pernah ketemu?" Lagi-lagi Soojung memotong ucapan Jongin. "Mana aku tahu, kamu pikir kompleks kita selebar daun kelor?"
"Tunggu!" sergah Jongin jengkel. "Kok, kamu bisa membaca pikiranku?!"
Soojung menghela napas, lalu memandang cowok di hadapannya itu dengan tatapan malas. "Apa kamu nggak sadar kalau kepalamu itu transparan?"
Jongin mengernyitkan dahi. Maksudnya? "Tapi, kenyataannya, dunia ternyata memang selebar daun kelor," gumamnya. "Buktinya, kita sampai bisa ketemu di sini."
"Ah, sudahlah. Sekarang, bisakah kamu biarkan aku yang terlebih dulu minjam VCD ini?"
"Nggak!" jawab Jongin tegas.
"Bukannya cowok itu seharusnya mengalah sama cewek?" desah Soojung.
"Sori," balas Jongin, "di zaman sekarang, yang berlaku adalah kesetaraan gender." Dia menepis tangan Soojung dari VCD-nya.
"Sir!" seru Soojung jengkel. "You are no gentleman!"
Jongin langsung terpaku. "And you, Miss," balasnya, mencoba menguji, "are no lady. Don't think that I hold that against you."
Sejurus kemudian, Soojung langsung membatu. Di matanya, terlihat keheranan dan kekaguman bercampur menjadi satu. Tebakan Jongin benar, barusan, Soojung memang mengutip kata-kata dari film Gone with the Wind.
"Kamu... tahu juga..." katanya terbata-bata seakan-akan masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
Jongin mengangkat bahu, lalu meringis. "My favorite."
KAMU SEDANG MEMBACA
(KAISTAL REMAKE) LET GO
FanfictionKau tahu apa artinya kehilangan? Yakinlah, kau tak akan pernah benar-benar tahu sampai kau sendiri mengalaminya. Jongin tidak pernah peduli pendapat orang lain, selama ia merasa benar, dia akan melakukannya. Hingga, suatu hari, mau tidak mau, ia ha...