Awal Pertemuan

218 30 1
                                    

Waktu berjalan sangat cepat, malampun tiba. Entah ada apa malam ini aku sulit sekali untuk terlelap, akupun memutuskan untuk keluar rumah untuk mencari angin, tak lupa ku kenakan mantel karna udara malam disini yang dingin.

Diluar rumah akupun duduk dikursi yang berada disudut teras, sangat sunyi hanya ada suara jangkrik yang ku dengar. Ku pandang langit banyak sekali bintang disana, terlintas dibenakku tentang kenangan-kenangan manis bersama Orang tuaku dijakarta dulu.

Berkumpul bersama, saat papa mengomeli Bram karna menggangguku, saat tertawa bersama karna kelucuan Bram, saat makan bersama, dan kenangan sederhana lainnya.

Tak terasa air mata ini perlahan jatuh, aku sangat rindu Mama dan Papa. Aku sedih, Ku lempar batu berukuran kecil yang ada di dekatku ke luar gerbang.

"ADUH!!!" teriak seseorang yang membuat ku terkejut.

Aku segera berlari menuju gerbang dan membukanya, ternyata ada pemuda yang sepertinya tadi terkena timpukan batu yang kulempar.

"Hmm, maaf ya tadi saya gak sengaja lempar batunya."

"Lain kali liat-liat dulu dong kalo mau lempar sesuatu," Marah pemuda itu.

"Iya sekali lagi saya minta maaf, itu keningnya berdarah sedikit, mari masuk nanti saya obati," Ucapku sopan karna merasa bersalah.

"Yaudah deh boleh," Setuju pemuda itu.

"Iya, anda tunggu dulu ya saya ambilkan obatnya," Ucapku hati-hati.

Akupun cepat-cepat mengambil kotak obat didalam rumah, aku takut sebenarnya kalau pemuda itu orang jahat tapi karna salah ku jadi aku harus bertanggung jawab.

Setelah kotak obat sudah ditanganku aku segera keluar untuk menemui pemuda itu.

"Silakan duduk, saya obati dulu ya," ucapku.

"Ini bukannya rumah Nenek Lestari ya?" tanyanya titengah keheningan.

"Iya, saya cucunya dan baru pindah dari Jakarta," Jawabku

"Aww," Keluhnya saat cairan obat yang ku tempeli ke keningnya.

"Maaf kalau sakit," Ucapku

"Nama gue Kenndra Yehezkiel Daaron, rumah gue pas banget Cuma beda 2 belokan dari rumah ini," Ucapnya tiba-tiba.

"Nama gue Alexandra Veronica, panggil aja Lexa," Ucapku seraya senyum.

Selesai mengobati lukanya Ia pun pamit pulang dan menitip salam untuk nenek, aku pun segera menutup gerbang dan kembali kedalam rumah, jam sudah menunjukan pukul 10:30pm jadi aku memutuskan untuk kekamar dan tidur.

Mencoba untuk terlelap, hingga akhirnya terlelap. Sampai sebuah mimpi datang,

"Mama, Papa kalian dimana?"

Aku berada disebuah taman yang sangat indah, hanya ada aku sendiri disini. Akupun terus dan terus mencari orang tuaku.

Aku terus menelusuri taman dengan memangil Mama dan Papa, tibatiba saja ada cahaya yang sangat terang, ada dua orang yang keluar dari cahaya itu dan berjalan kearahku.

Samar-samar ku melihat wajahnya, tampak sekali binar kebahagiaan ada di wajah mereka, tubuh merekapun putih bercahaya, mereka adalah orang tuaku. Aku berlari menghampiri mereka dan memeluk erart mereka.

"Ma Pa, Lexa kangen sama kalian."

"Sayang walaupun Mama dan Papa sudah tidak bersama dibumi tapi ingat lah Mama dan Papa tetap ada dihati kamu,kita terus mendoakanmu dan adikmu dari atas sini."

"Ya lexa, Papa juga menitipkan adikmu Dannish jagalah dia, sayangilah dia, dan jangan terlalu sering bertengkar."

"Ya pa, Lexa akan melaksanakannya."

Akupun kembali memeluk erat mereka tetapi tubuhnya perlahan menghilang hingga sudah tak terlihat lagi.

Aku terbangun, mimpi itu lagi.

Seandainya mimpi itu lebih lama karna lebih lama juga aku bertemu dengan orang tuaku. Aku meminum segelas air putih diatas nakas untuk membasahi tergorokanku yang terasa kering.

Ku lirik jam dinding yang sekarang menunjukan pukul 5 pagi, segera aku melesat kekamar mandi untuk bersiap-siap kesekolah.

Selesai bersiap-siap, seperti biasa aku harus kekamar adikku untuk membangunkan kebo raksasa itu. Selagi aku menunggu Bram aku memutuskan untuk melangkah kedapur, sudah ada Mbak Sri yang sedang memasak untuk sarapan nanti.

Setelah aku pikir-pikir sebaiknya aku membantunya dan menghampiri Mbak Sri. Mbak sri yang awalnya menolak permintaanku untuk membantunya akhirnya menerima bantuanku, kami pun memasak bersama.

Sebenarnya mbak Sri yang memasak aku hanya membantunya mengambil, memotong bahan makanan dan menata meja makan.

Kami makan bersama seperti biasa, sangat kekeluargaan, batin Lexapun tersenyum melihatnya.

**********

Entah karna apa aku kurang bersemangat untuk sekolah sekarang, dengan malas ku terus melangkahkan kakiku menuju kelas.

Langkah kakiku berhenti saat ada yang memanggil namaku, ternyata itu Kenn. Berarti ia benar bersekolah disini juga.

"Hai Ale," sapa Kenn dengan senyum manisnya. Aku pun menjawab sapaan Kenn dengan senyum yang sedikit terpaksa karna memang mood yang sedang tidak baik.

"Lo lagi kenapa? Ada masalah?" tanyanya tepat sasaran.

Ku jawab dengan gelengan kepala dan tak lupa senyum kecil untuk memberitahu kalau aku baik-baik saja. Aku tidak mungkin berkata jujur, ia hanya orang yang baru aku kenal, aku tidak semudah itu percaya kepadanya dan langsung menceritakan semua yang aku rasakan.

Can I? [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang