Dua Puluh . Satu

15.6K 782 10
                                    

WARNING!! Bagian ini mengandung unsur dewasa. Mohon disikapi dengan bijaksana dan jangan bully Writer jika ada yang kurang puas. *Smirk

Karena bagian ini bakal panjang, saya akan membagi dua. Jangan khawatir akan kependekan, pasalnya setiap bagian sama-sama panjang. Selamat Membaca penggemar Leonardo <3 <3

K.S.

###

Sempurna, batinku menatap pantulan diriku di depan kaca. Pagi ini, aku menggenakan kaos polo berkerah di balik sweeter kuningku dengan celana jeans berwarna coklat tua. Di dekatku, Chika sedang menutup koper kami berdua dan meletakannya dengan rapi. Ia berdiri dari tempatnya, menepuk celananya yang agak berdebu karena tadi ia berlutut di atas karpet saat memasukan pakaian. Chika terlihat sempurna walau hanya menggenakan kaos putih polos berlengan pendek dipadu dengan celana kulit berwarna hijau gelap, rambut panjangnya ia kepang menjadi satu yang ia taruh di samping bahunya.

Aku berjalan mendekat ke arahnya yang saat ini sedang tersenyum menatapku. Aku meraih tangan dan pinggulnya, membuatnya mendekat padaku agar aku dapat melihat kecantikannya dan mencium aroma tubuhnya yang membuatku kecanduan. Aku meraih helaian rambut depannya yang menutupi sebelah matanya dan mengaitkan di belakang daun telinganya. Tangan bebas Chika masuk meraih belakang punggungku.

"Sebenarnya kita mau kemana, pagi-pagi sudah berkemas? Kita tidak berangkat kerja?" tanyanya yang masih tidak paham, karena aku masih belum memberitahu rencanaku padanya. Aku memberikan senyuman terbaikku dan mencium singkat bibir mungilnya yang ada tepat di hadapanku.

"Aku ingin membawamu ke tempat spesial dan aku sudah meminta Rekka mengurus cuti kita berdua." Aku mengusap puncak kepalanya dan mengecup pelan dahinya, "Ayo kita berangkat," ajakku. Aku melepaskan tanganku dari Chika dan meraih dua koper besar yang tadi sudah ia siapkan untuk aku taruh keluar kamar.

Di luar kamar, aku membiarkan Fajri yang berdiri di dekat tangga, mengambil kedua koper kami. Aku menggengam tangan Chika keluar dari penthouse dan langsung masuk ke mobil yang telah terparkir. Setelah Fajri, memasukan koper ke dalam bagasi, ia pun langsung mengantarkan kami ke bandara. Disana kita dipandu oleh petugas bandara dan langsung mengantarkan kami ke pesawat jet pribadi perusahan yang jarang aku gunakan. Karena aku tidak suka berpergian sendiri dalam kesunyian, tapi untuk kali ini aku hanya ingin menghabiskan waktuku berdua dengan Chika tanpa gangguan orang lain, baik itu pramugari atau lainnya.

Dalam waktu kurang dari dua jam, kami sudah mendarat di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Chika masih tidak mengenali daerah sekitarnya. Sebelum ia menyadari, aku mengajaknya masuk ke dalam mobil yang sudah tersedia di luar. Kami pun melanjutkan perjalanan yang masih panjang. Selama perjalanan pun, Chika masih bertanya tujuan kami. Aku hanya memberinya seringaian di wajahku, menarik tubuhnya agar dapat kudekap erat.

"Istirahatlah, perjalanan kita masih panjang," bisikku tepat di depan telinganya. Ia mendongakan kepala menatap langsung manik mataku dengan tatapan memohon agar memberitahunya. Dengan semua pendirianku, aku membalas tatapannya dengan ciuman dalam pada bibir manisnya dan mendekapnya kembali di dadaku. Aku bisa merasakan helaan napasnya di leherku karena rasa kecewa yang tidak mendapat jawaban dariku. Aku hanya bisa tersenyum tipis saat Chika mulai terlelap dalam pelukanku.

Sekitar tiga jam lamanya, mobil pun berhenti tepat pada jalanan kecil di depan rumah yang sudah lama menunggu penghuni sebenarnya pulang. Tidak ingin membangunkan tidur pulasnya, Aku memopong tubuh Chika pada kedua lenganku. Secara hati-hati, aku berjalan masuk ke dalam rumah di bantu supir yang mengantarkan kami. Aku meletakannya di atas ranjang queen size yang muat di dalam kamar kami berdua nanti di rumah ini. Aku menarik selimut menutupi tubuhnya dan menyalakan airconditioner yang aku pasang lima tahun lalu setelah memperbaiki segalanya. Aku keluar kamar, mendapati supir kami membawa koper. Aku menyuruh supir tadi meletakan koper kami di depan pintu kamar dan memintanya untuk mengeluarkan kapal pesiar yacht yang pernah aku beli khusus saat aku berlibur di sini tiga tahun lalu.

Her Sweet Breath ✔ ( TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang